Bagi Leon, pagi ini adalah hari yang sangat memuakkan.
Bagaimana tidak? saat ia melihat seorang wanita sedang bergelayut manja pada lengan Rio. Sedangkan yang di gelayutinya tetap fokus mengerjakan berkas-berkas dengan sesekali mencium mesra kekasihnya.
"Sayang, kamu keluar dulu ya. Nggak enak ada si bos," ucap Rio mencoba memberi pengertian pada Selly, kekasihnya.
Ruangan Leon memang sengaja ia buat untuk berdua dengan sekretarisnya.
Agar ia bisa dengan mudah mengerjakan pekerjaan bersama-sama saat di perlukan.Selly melirik ke arah Leon yang sudah menatapnya tajam.
Wanita itu mendengus lalu berdiri dan beranjak keluar dari ruangan Leon dengan menghentakkan kakinya kesal."Kamu sangat betah dengan wanita manja seperti dia," ucap Leon lalu mengalihkan tatapannya ke arah laptop.
"Bukankah Tamara lebih manja?"
Leon menautkan kedua alisnya,
"tamara yang mana?"Rio terkekeh mendengar ucapan sahabatnya itu.
"Sudahlah. Wanita mana yang tidak ingin di manja?"
"Setidaknya jangan seolah-olah kamu sedang pamer di depanku. Aku tahu kalau aku jomblo."
Rio lagi-lagi di buat tertawa.
"Maaf," ucap Rio pada akhirnya.
"Dan satu lagi. Ajarkan si Selly itu agar tidak mengenakkan pakaian kurang bahan. Dia seperti_" Leon menggantung ucapannya yang sudah pasti Rio tahu arah pembicaraannya.
"Biarkan saja. Toh dia hanya pacar kan?"
Leon langsung menatap ke arah Rio yang sedang fokus pada laptopnya.
"Ri?"
Pria itu menoleh seolah mengatakan 'apa?'
"Kamu tidak berniat menjadikan dia sebagai istrimu kelak?" tanya Leon penasaran.
"Untuk apa? Aku masih ingin bebas. Aku bahkan tidak terpikirkan tentang pernikahan."
"Ingat umur Ri. Kita ini sudah matang dan mapan. Untuk apa masih bermain-main?"
Rio menatap Leon tanpa arti. Kemudian pria itu menyandarkan punggungnya ke sofa.
"Kita masih muda Leon. Masih dua puluh tahunan," kata Rio dengan entengnya.
"Sialan kau. Dua sembilan tahun ya tepatnya. Kita hampir kepala tiga!"
Rio tertawa terbahak-bahak. Leon selalu bisa menghiburnya, inilah kenapa Rio sangat betah bekerja dengan Leon. Alih-alih suka bercanda, Leon juga selalu profesional dengan pekerjaannya.
"Kamu saja yang menikah duluan. Lalu Fredly, dan terakhir aku." Ucap Rio asal.
"Ya, terserah kau saja." Leon kembali fokus menyelesaikan pekerjaan nya.
Ponsel Rio berbunyi, Fredly menelponnya.
Rio menggeser tombol hijau ke kiri.
"Hola kawan," sapa Rio terlebih dahulu.
"Holaa. Apa kau bersama si singa?"
Rio terkekeh lalu menatap Leon yang sudah melempar tatapan nyalang.
"Iya aku bersama dengannya dan setumpuk pekerjaan."
"Kasihan sekali kalian. Bekerjalah dengan santai, jangan tertekan. Atau kalian akan cepat tua."
"Apa kau mau ku masukkan ke lubang buaya?" kata Leon tiba-tiba yang membuat Fredly tertawa terbahak-bahak.
"Tertawalah yang lebar, sampai mulutmu sobek," ucap Leon dengan lantang.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Not Impotent(18+)
RomanceWARNING 21+ Harap bijak dalam membaca! ~~~ "Kita putus, kau dengar itu?!" "Kenapa?" "Karna kau impoten, Leon Vittorio Kenzie!"