Zain yang memaksa untuk mengantar Laura ke perusahaan Leon, akhirnya gadis itu menurut. Meski ia cemberut setengah hati, tapi Zain bisa mengembalikan senyum Laura dengan cepat.
"Aku kan sudah mengatakan beberapa kali sampai mulutku berbusa, belilah mobil. Apa uang yang kak Zain beri itu tidak cukup?" Ucap Zain dengan tangan yang menyetir dan tetap melihat jalanan di depan.
Zain sudah seperti menceramahi istrinya saja, yang sudah memberi uang tapi tidak di gunakan oleh Laura.
Laura hanya mendengus kesal, gadis itu menatap sinis ke arah Zain yang sama sekali tidak menoleh padanya saat bicara.
"Sungguh kasihan seorang wanita yang akan jadi istrimu kak. Kamu galak sekali!" Ucap Laura tertawa kecil.
Istri?
Zain tidak terpikirkan soal siapa istrinya kelak. Bahkan pandangan untuk ke jenjang pernikahan seperti masih jauh dari dirinya.
"Kamu saja ya jadi istri kakak," ucap Zain dengan jahil berniat menggoda Laura.
Laura tertawa sangat keras lalu menepuk pelan lengan Zain.
"Aku tidak mau punya suami tuwir kayak kakak.""Walau sudah tuwir, aku masih tampan," ucap Zain yang juga terkekeh.
"Jangan kak. Umur kita terlalu jauh loh, sepuluh tahun. Nanti kalau aku terlihat seperti anak daripada istri bagaimana? Kakak cari umur yang beda tiga tahun saja lah."
Zain menjitak kepala Laura pelan, tapi gadis itu tetap mengaduh kesakitan.
"Sembarangan!"Zain dan Laura sudah sampai di parkiran kantor Leon. Mereka berdua masuk bersama lalu menghadap dulu pada resepsionis.
"Permisi, ada yang bisa saya bantu kak?" Ucap seorang wanita dengan name tag Safira L.
"Saya mau bertemu dengan, aduh siapa ya namanya," ucap Laura yang ternyata lupa tidak menanyakan nama pria itu semalam.
"Sebentar saya telpon dulu ya mbak," ucap Laura lalu di angguki oleh Safira.
Laura membuat panggilan pada Leon dan tak lama di angkat oleh pria itu.
"Halo?" Sapa Laura.
"Lama," jawab Leon cuek.
'Ha? Baru juga halo, sudah di cuekin.' Batin Laura menggerutu.
"Aku sudah sampai, tapi lupa menanyakan namamu."
"Apa itu penting?" Tanya Leon yang dianggap aneh oleh Laura. Laura mengelus dadanya agar lebih bersabar menghadapi kulkas berjalan ini.
"Tentu saja, kalau tidak bagaimana aku bisa menemui mu."
"Katakan saja. Bertemu dengan Presdir dan sudah membuat janji."
Tut!
Laura menganga saat Leon mematikan teleponnya tiba-tiba. Gadis itu mengepalkan tangannya ke arah benda pipih itu seolah ingin memukulnya.
"Ishh, menyebalkan." Ucap Laura yang membuat Zain tertawa.
"Apa kamu punya hubungan asmara dengan dia? Kalau iya, kak Zain tunggu di parkiran saja."
Laura mencekal tangan Zain untuk mencegahnya.
"Tidak kak. Aku hanya mengembalikan jaketnya," ucap Laura sembari mengangkat paper bag di tangannya.
Laura kembali ke resepsionis dan ia mengatakan akan menemui Presdir-.
Tunggu?
'Dia Presdir di kantor ini? Masa iya?' batin Laura.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Not Impotent(18+)
RomanceWARNING 21+ Harap bijak dalam membaca! ~~~ "Kita putus, kau dengar itu?!" "Kenapa?" "Karna kau impoten, Leon Vittorio Kenzie!"