Laura melipat kertas itu menjadi lipatan kecil dan memasukkannya ke dalam tas. Gadis itu menggeledah lagi laci-laci milik ayahnya, barangkali ada hal yang mencurigakan selain surat konyol itu.
Mata Laura menangkap sebuah kertas yang sangat mengejutkannya, ia meremas kertas itu hingga remuk di tangannya. Lalu pura-pura membenarkan celananya dan menyembunyikan kertas itu di lipatan celana panjangnya.
"Apa lagi yang kau temukan?" Tanya Zain saat Laura bertingkah aneh.
"Tidak ada lagi kak. Sepertinya ayah tidak terlalu meninggalkan jejak disini. Aku sangat sedih," ujar Laura sembari keluar dari ruangan Arsen, Zain mengikuti Laura dan menutup pintu itu lalu menguncinya.
Laura menunggu Zain di depan lift. Zain yang baru tiba segera menekan angka 2 yang merupakan lantai tempat ruangan Laura bekerja.
Laura mengikuti langkah Zain, saat sampai di depan pintu ia segera masuk dan mendudukkan dirinya.
"Apa yang harus aku kerjakan?" Tanya Laura dengan senyumannya.
"Kamu gambar saja desain-desain perhiasan yang kamu suka. Nanti kak Zain akan menggunakan ide desain mu untuk ku jadikan perhiasan berlian."
"Oke." Jawab Laura singkat, lalu mulai membuka laptop di mejanya dan fokus mengerjakan tugas pertamanya.
Zain yang akan beranjak meninggalkan ruangan Laura tiba-tiba terhenti saat Laura memanggilnya kembali.
"Kak Zain, apa aku boleh bertanya padamu satu hal?"
Zain mengangguk lalu membalikkan badannya menghadap Laura.
"Saat ayah berangkat ke Jerman, apa Kak Zain yang mengantarnya ke bandara?" Tanya Laura yang berharap mendapat jawaban yang ia mau.
"Iya, aku yang mengantarnya. Kenapa?"
"Hanya mengantar atau sudah memastikan ayah melakukan boarding pass?" Tanya Laura lagi.
Zain tampak bingung, ia merasa sedang di interogasi oleh Laura saat ini.
"Sebenarnya apa yang mau kamu tanyakan?" Bukannya menjawab, Zain malah berbalik tanya.
"Tidak ada. Pergilah kak, aku akan membuat desain-desain yang elegan untuk model perhiasan kita." Ucap Laura mengalihkan topik pembicaraan.
Zain yang mengerti itu mengangguk dan keluar dari ruangan Laura.
Laura celingak-celinguk melihat isi ruangannya. Ada kulkas, Tv, sofa panjang, dan meja yang di hiasi bunga di tengahnya.
Ruangan itu juga di sertai kamar mandi pribadi.
"Astaga, ini sudah seperti kos-kosan saja. Kak Zain benar-benar totalitas."
Laura mulai menggambar satu ide di sebuah kertas lalu memindahkan gambaran itu di laptop.
Dan tepat jam setengah 7, Laura baru pulang dari kantor. Zain menawarkan tumpangan untuk Laura, tapi gadis itu segera menolaknya dengan alasan Tasya sudah menunggunya di restoran.
Leon tampak meregangkan otot-otot tubuhnya setelah banyak menandatangani berkas yang bertumpuk di mejanya.
Ia melirik arloji, dan waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam.
Pria itu berniat pulang setelah merapikan semua berkas-berkasnya.
Saat sampai di tempat parkir, Leon melihat Rio yang masih duduk sembari merokok.
"Kenapa belum pulang?" Tanya Leon dan ikut duduk di samping Rio.
"Mau?" Rio menyodorkan sebungkus rokok pada Leon, tapi pria itu menggeleng.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Not Impotent(18+)
RomanceWARNING 21+ Harap bijak dalam membaca! ~~~ "Kita putus, kau dengar itu?!" "Kenapa?" "Karna kau impoten, Leon Vittorio Kenzie!"