Leon mengendarai mobilnya dengan kecepatan penuh. Ucapan Zain beberapa menit yang lalu masih terngiang-ngiang di kepalanya.
Membuat sesuatu di dalam dadanya seperti tertusuk ratusan tombak. Hal yang paling ia sesali, mengapa ia tidak mencari tahu lebih lanjut mengenai siapa mantan selingkuhan papanya.
Dan sialnya, saat ini ia tengah mencintai anak dari wanita yang sangat ia benci.
Mobil itu memasuki pekarangan rumah mewah yang hanya di huni wanita paruh baya dan beberapa asisten rumah tangga.
Adela yang belum sepenuhnya terlelap, mendengar suara deru mesin di garasi. Yang ia yakini, suara itu berasal dari mobil Leon.
Wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu, menuruni anak tangga dan melihat leon yang memasuki rumah dengan wajah datar namun terkesan dingin.
"Bukannya kamu menginap di apartemen Laura?" Tanya Adela yang membuat langkah leon terhenti.
Pria dengan wajah kaku nya itu hanya tersenyum tipis lalu kembali melanjutkan langkahnya menuju kamar.
Adela mengernyitkan keningnya, putranya itu nampak sangat aneh. Tidak biasanya ia tidak menjawab pertanyaan dari ibunya.
Leon menutup pintu kamar dengan kasar. Ia melepaskan hoodie nya lalu melemparkannya ke atas ranjang.
Tak sengaja ia melihat ponselnya yang berkedip-kedip, menandakan ada panggilan masuk.
Ia meraih ponselnya, dan mematikan benda itu setelah melihat siapa yang menelepon.
Leon masuk ke kamar mandi, menyalakan shower dan membiarkan dirinya yang masih berpakaian menjadi basah kuyup.
Pria itu menyandarkan punggungnya di tembok dan memejamkan mata. Pikirannya menjelajah saat beberapa jam yang lalu, ia masih bermesraan dengan kekasihnya.
"Kenapa harus kamu yang aku cintai."
"Kenapa harus kamu, anak dari wanita sialan itu."
Leon mengepalkan kedua tangannya. Ia sangat benci dengan situasi saat ini.
Di tempat lain, Laura masih terisak sembari terus menelpon leon. Meskipun panggilan itu tidak di jawab sekalipun.
"Sebenarnya ada apa denganmu." Laura mengusap air matanya dengan tisu. Gadis itu mencoba menghubungi Zain. Karena setelah dari sanalah Leon pulang dalam keadaan marah.
"Tidak di angkat juga!" Geram Laura saat Zain juga tidak menjawab panggilannya.
Laura melirik jam di ponselnya, yang menunjukkan pukul 12 malam. Ia hendak meraih kunci mobil, namun ia urungkan.
"Sebaiknya besok saja. Aku harap Leon sedikit lebih tenang." Laura memutuskan untuk tidur dengan wajah sembabnya. Ia yakin wajahnya akan bengkak besok pagi.
Leon yang masih memakai kimono meraih ponsel dan menghubungi Rio.
"Halo, ada apa Leon?" Ucap rio dengan suara seraknya. Karena pria itu tengah terlelap saat leon menepon.
"Jadwalkan keberangkatan kita ke Bali pukul 5 pagi. Aku ingin segera menyelesaikan proyek yang ada disana."
Rio sontak terduduk di atas ranjang dan mengorek telinganya, karena mungkin ia salah dengar.
"Kamu bercanda?" Tanya rio.
"Aku serius."
"What the, aku baru tidur satu jam!"
"Sedangkan aku belum tidur dua hari," jawab Leon dengan enteng. Lalu mematikan panggilan sepihak.
Pria itu melempar ponselnya begitu saja. Mungkin sekarang melempar barang-barang adalah hobinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Not Impotent(18+)
RomanceWARNING 21+ Harap bijak dalam membaca! ~~~ "Kita putus, kau dengar itu?!" "Kenapa?" "Karna kau impoten, Leon Vittorio Kenzie!"