Setelah perbincangan mengenai ayahnya, Laura mengalihkan topik pembicaraan. Gadis itu berpikir, biarlah tentang kematian janggal ayahnya hanya menjadi urusannya.
"Apa kamu tidak punya kekasih? Atau calon istri?" tanya Laura setelah menyesap minumannya.
"Kamu hanya bertanya atau penasaran?" jawab Leon sembari menahan tawa, saat Laura mencebikkan bibirnya.
"Lebih tepatnya penasaran. Soalnya kamu pria mesum, yang lancang merayu istri orang." Laura menahan tawanya saat Leon terkejut setelah mendengar ucapannya.
"Ka-kamu bersuami?" tanya Leon melongo.
"Ya, aku sudah bersuami. Jadi jangan pernah merayuku dan menciumku lagi. Itu tidak sopan!"
Leon terlihat lemas dan menyandarkan punggungnya di kursi. Ia merasakan sesak di dadanya.
"Tapi malam itu, aku tidak melihat suamimu?" tanya Leon dengan muka datar
Laura tampak mencari-cari kebohongan baru untuk dijadikan alasan.
"Suamiku ada. Dia sedang dinas keluar kota, dan kamu malah menggoda istrinya."
"Kalau tidak salah kamu juga menikmatinya." Leon meminum coklat panasnya dan mengabiskannya dengan dua kali tegukan.
"I-itu masih panas loh!"
'lebih panas lagi hatiku,' batin Leon menggerutu.
Leon menyeka bekas minuman di bibirnya dengan sapu tangan. Sedangkan Laura menahan tawa saat Leon memasang muka datar yang tidak ramah.
"Kalau begitu aku permisi. Urusan kerja sama ini biar kak Zain yang mengatur ke depannya. Aku hanya bertugas mengantar proposalnya saja."
Laura bangkit dan melenggang pergi setelah meraih tas selempangnya.
"Tunggu!"
Laura mengentikan langkahnya dan berbalik badan, Leon beranjak menghampiri Laura dan menatap gadis itu intens.
"Maaf kalau aku punya perasaan yang tidak seharusnya tertuju padamu. Aku tidak pernah semudah ini menyukai seorang wanita. Jadi, mari kita berteman." Leon mengarahkan tangannya pada Laura, berharap gadis itu menyambutnya.
Laura tersenyum getir. Bukankah ini yang ia mau, mengapa tiba-tiba ia menyesal telah membohongi Leon.
Laura menyambut tangan Leon dan mereka berjabat tangan.
"Terimakasih, teman." Laura tersenyum namun ada rasa bersalah di hatinya.
"Pergilah. Aku akan memeriksa proposalnya dan menghubungi Zain nanti."
Laura mengangguk lalu kembali melangkah pergi keluar dari ruangan Leon.
Setelah Laura pergi, pria tampan itu menyeringai.
Laura memasuki mobilnya dengan perasaan campur aduk. Ingin sekali ia kembali ke dalam dan mengatakan kalau ia hanya bercanda.
"Teman? Aih, kenapa aku jadi kesal!" Laura segera melajukan mobilnya dan kembali ke kantor.
Hanya butuh 20 menit Laura sudah tiba di kantornya. Wajah gadis itu terlihat sangat mendung dan datar saat memasuki bangunan megah itu.
Zain yang sedang berbincang dengan resepsionis melihat Laura memasuki kantor.
"Kenapa dengan wajahmu? Sangat tidak enak di pandang. Apa dia menolak kerjasama?" Tanya Zain seraya meraih lengan Laura, hingga membuat gadis itu menghentikan langkahnya.
"Di terima. Aku akan ke atas, capek," jawab Laura lalu beranjak memasuki lift.
Zain mengerutkan keningnya, karena ia tidak pernah melihat Laura begitu kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Not Impotent(18+)
RomanceWARNING 21+ Harap bijak dalam membaca! ~~~ "Kita putus, kau dengar itu?!" "Kenapa?" "Karna kau impoten, Leon Vittorio Kenzie!"