Part 15 Minta maaf

801 31 0
                                    

Tasya memasuki rumahnya bersama Laura. Gadis itu akhirnya menyerah saat Laura memaksa untuk mengantarnya ke rumah Evan.

Evan yang melihat putrinya pulang bersama Laura segera menghampirinya.

"Nak Laura, Tasya kenapa?" Tanya Evan cemas saat melihat Tasya terus mengusap dadanya.

"Dia-"

"Aku tidak apa-apa. Hanya sedikit sesak saja," ucap tasya memotong ucapan Laura.

"Sesak bagaimana? Ada-ada saja. Laura, duduklah dulu nak. Pelayan akan membuatkan minuman sebentar lagi."

"Tidak Om. Aku buru-buru, karena sebelum mengantar Tasya aku sudah janji temu dengan klien. Laura pamit dulu."

Gadis itu mencium punggung tangan Evan dan berlalu pergi.

"Katakan sebenarnya ada apa?" Tanya Evan setelah yakin Laura sudah pergi.

Tasya menceritakan semuanya. Evan lega saat mendengar Laura membela putrinya.

"Kamu sangat beruntung memiliki teman yang sangat baik. Tidak salah Arsenio memiliki putri yang sangat sempurna," ucap Evan lalu membawa putrinya naik ke atas menuju kamarnya.

Laura saat ini sedang berhenti di lampu merah. Ingatannya terus memutar kejadian saat Leon memeluk tubuh Tasya.

Gadis itu tersentak saat ponselnya bergetar di dalam tas. Saat melihatnya, ternyata Zain sudah menelpon puluhan kali.

Laura menggeser simbol hijau dan membuat pengeras suara.

"Halo."

"Kamu dimana Laura? Klien tadi menelponku, katanya kamu tidak datang?" Tanya Zain lembut.

"Maaf kak. Ada masalah sedikit, aku tidak bisa menemuinya."

"Masalah apa?"

"Nanti akan ku ceritakan. Sekarang aku ijin pulang, aku tidak bisa fokus bekerja jika pikiranku kacau. Maaf kak," ucap Laura lalu mematikan telponnya.

Zain menatap ponselnya saat Laura tiba-tiba mematikan telponnya. Pria itu merasa Laura sangat tidak bersemangat semenjak pulang dari kantor Leon.

Laura semakin menambah kecepatan mobilnya hingga tak lama kemudian ia sudah sampai di apartemennya.

Tempat pertama yang ia tuju adalah kamar mandi. Laura butuh menyegarkan pikirannya. Hingga tak terasa airmata keluar berderai bersamaan dengan derasnya pancuran shower.

****

Sera memasuki rumahnya dengan kesal. Ia menghentakkan kakinya hingga membuat papanya mengerutkan keningnya.

"Ada apa denganmu?" Tanya Edward papa Sera.

"Bukan urusanmu!" Sentak Sera kemudian berlalu dari hadapan Edward.

"Sera! Masih kurang ajar kamu sama papa? Dasar anak tidak tahu di untung!" Ucap Edward dengan lantang saat Sera menaiki tangga menuju kamarnya.

Rhita menghampiri suaminya yang sedang marah. Tidak sekali dua kali ia melihat kejadian seperti ini. Bahkan setiap hari, Sera tiada henti membuat masalah untuk kedua orangtuanya.

"Pa. Jangan terlalu emosi, mama takut jantung papa kumat lagi." Rhita membawa suaminya untuk duduk di sofa, ada rasa kecewa saat melihat kelakuan putrinya belakangan ini.

"Papa sangat lelah ma. Kenapa di usia senja ini kita tidak di berikan kebahagiaan. Mempunyai dua orang putri, tapi tidak satupun yang bisa membuatku bangga." Edward menyandarkan punggungnya.

"Bagaimana dengan anak kita yang satunya? Apa dia pergi lagi?" Tanya Edward.

Rhita mengangguk lemah. Pagi tadi Selly keluar begitu saja tanpa berpamitan pada mamanya. Dan seperti biasa, gadis itu akan pulang larut malam atau bisa jadi keesokan harinya.

I'm Not Impotent(18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang