Leon memarkirkan mobilnya di garasi saat ia sudah sampai di rumahnya. Pria itu bergegas masuk ke rumah dengan kunci cadangan yang selalu ia bawa ke kantor. Barangkali ia pulang larut malam karena lembur.
Dan tak jarang pria itu tidur di kantornya. Yang membuat Adela semakin menekannya untuk segera menikah. Agar kebiasaan itu hilang.
Leon berjalan menuju kamarnya. Ia sudah tak kuat lagi untuk menahan kantuknya yang semakin menjadi. Alhasil pria itu terlelap dengan cepat.
Laura masih terjaga, ia membolak-balikkan badannya karena tidak bisa tidur. Gadis itu memaksakan matanya untuk terus terpejam, tapi tetap saja. Ia tidak tidur sampai pagi.
"Ada apa dengan matamu? Kamu sakit?" tanya Zain saat melihat Laura datang dengan lesu sembari menggeret tas selempangnya.
"Aku tidak bisa tidur semalam." Laura menguap dengan sangat lebar setelah menjawab ucapan Zain.
Gadis itu melangkah ke ruangannya. Saat melewati pintu, lututnya tak sengaja menyenggol sofa dan naas. Laura terjerembab ke lantai.
"Astaga Laura! Buka matamu saat berjalan." Zain yang terkejut mendengar bunyi kegaduhan saat melewati ruangan Laura, spontan masuk dan melihat gadis itu tengah terjatuh sembari menutup matanya.
Zain menggendong Laura layaknya anak kecil, dan membaringkan tubuh gadis itu di sofa.
"Kak...." Gumam Laura dengan mata yang terpejam.
Zain menoleh lalu memandangi wajah Laura dengan teliti. Dan detik kemudian, pria itu merasa terpana melihat kecantikan dari Laura.
'Astaga! Apa yang ku lakukan? Tidak, tidak boleh!' batin Zain saat dadanya bergemuruh hebat kala nafas Laura menghembus tepat mengenai lehernya.
Puk!
Puk!
Puk!
Zain menepuk-nepuk pipi Laura bergantian, pria itu bahkan menggelitik telapak kaki Laura agar gadis itu terbangun.
"Sssstttt, biarkan aku tidur. Kenapa kamu mengusikku?! Ini ulahmu, karena semalam kamu membuntuti ku sampai apartemen! Dan setelah kau pulang, aku terus memikirkan mu!" Gumam Laura lagi dengan mata terpejam.
"Membuntuti? Siapa yang membuntuti mu!" ucap Zain keras hingga Laura terlonjak dari tidurnya.
Gadis itu merasa buram pada penglihatannya. Ia mengucek matanya beberapa kali dan berhenti saat pandangannya mulai jelas.
"Kak Zain? Kok aku di kantor?" tanya Laura yang merasa tidak ingat kapan ia berangkat.
"Jadi kamu juga tidak ingat saat berjalan ke sini?"
Laura menggeleng.
"Kamu juga memakai pakaian kemarin, jangan bilang kalau kamu belum mandi?!"
Spontan Laura mengendus seluruh tubuhnya, dan benar saja. Ia merasakan bau yang tidak enak pada bajunya akibat keringat kemarin.
"Astaga Laura. Ada apa denganmu? Apa karena jatuh cinta kamu mendadak bodoh begini?"
"Ishh, siapa yang jatuh cinta!"
Laura melenggang masuk ke dalam kamar mandi. Ia teramat malu dengan penampilan seperti ini malah datang ke kantor.
Gadis itu mengeluarkan ponselnya dari tas, lalu menghubungi Tasya di kontaknya.
"Duh, kenapa tidak di angkat!" Laura medumel lalu menelpon Tasya kembali.
"Kamu butuh sesuatu?!" Teriak Zain dari luar.
Laura semakin mengacak-acak rambutnya di kala Zain belum juga pergi dari ruangannya.
"Kak Zain pergi saja dari sini. Aku mau mandi!" jawab Laura juga berteriak.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Not Impotent(18+)
RomanceWARNING 21+ Harap bijak dalam membaca! ~~~ "Kita putus, kau dengar itu?!" "Kenapa?" "Karna kau impoten, Leon Vittorio Kenzie!"