"Maaf, karena aku sangat lancang menyentuhmu," ucap Leon dengan suara serak menahan gairah.
"Anggap saja ini tidak pernah terjadi," ucap Laura, ia beranjak dari pangkuan Leon dan meraih tasnya.
"Tunggu!" Ucap Leon membuat Laura menghentikan langkahnya tanpa niat berbalik badan.
"Apa lagi? Masih belum puas?" Tanya Laura menahan tangis.
Leon yang tidak menyadari raut wajah Laura yang terluka itu tersenyum mengejek.
"Memang benar, ternyata wanita sama saja. Murahan!"
Laura mengepalkan tangannya, ia merasa sakit hati. Padahal tadi Leon lah yang memulainya.
Pria itu merenggut ciuman pertamanya, mencium buas di leher dan dadanya, membuat tanda kemerahan dan yang paling membuatnya benci, tubuhnya seakan menerima perbuatan Leon.
Gadis itu tak kuasa menahan air matanya. Ia menyeka sesekali dan menatap Leon tajam.
"Ya, aku memang murahan. Jadi kuharap kita tidak akan pernah bertemu lagi."
Blam!
Gadis itu membanting pintu dan berlari menuju lift.
Leon yang masih termangu itu tersadar akan ucapannya. Bukankah tadi dia yang melecehkan gadis itu, kenapa ia menghinanya.
Pria itu segera berlari dan mencari Laura yang sudah menghilang.
"Aaarrgghh! Bodoh sekali aku." Ucap Leon yang tak menemukan keberadaan Laura. Pria itu mengacak rambutnya dan kembali memasuki kantornya.
Laura menangis di dalam taksi yang ia tumpangi. Perasaan nya saat ini sedang bercampur aduk. Gadis itu memaki Leon, tapi ada perasaan bergetar di hatinya saat pria itu menciumnya dengan lembut.
"Tidak Laura. Jangan semudah itu terbawa perasaan, hanya karena dia menciummu. Dia sudah memandang rendah dirimu. Dia juga menghinamu," ucap Laura yang berusaha meyakinkan dirinya sendiri.
Tak terasa taksi itu sudah sampai di depan gerbang Apartemen. Laura membayarnya dan segera masuk menuju apartemennya.
Tasya yang sudah berdiri di depan pintu apartemen Laura itu terkejut, saat melihat Laura pulang dengan mata sembab.
"Ra, kamu menangis?" Tanya Tasya yang membuat Laura terkejut.
Laura terkejut saat mendapati Tasya berdiri di depan pintu apartemennya.
Gadis itu mengusap sisa air matanya.
"Tidak. Sejak kapan kamu datang?" Tanya Laura yang sedang menekan angka password untuk membuka pintu.
"Baru saja. Kamu kenapa?" Tasya mengikuti langkah Laura yang sudah memasuki apartemen. Laura menuju kamar mandi untuk membasuh mukanya, ia tidak mau Tasya melihat jejak air matanya.
Ia menghembuskan nafas nya yang terasa sesak. Moment dimana ciuman pertama harus indah seperti yang di harapkan semua wanita, tapi Laura di anggap seperti perempuan hina oleh Leon.
Laura tidak kuat lagi menahan air matanya. Ia merasa malu dengan dirinya yang segampang itu menyodorkan tubuhnya.
Tasya yang sudah lama menunggu segera menghampiri Laura di kamar mandi.
"Ra, kamu kenapa? Cerita sama aku?"
Laura segera membasuh mukanya lagi.
"Aku tidak apa-apa," jawab Laura dengan senyum yang terpaksa.
Tasya menggandeng lengan Laura dan membawanya ke sofa.
"Aku tahu kamu bohong. Siapa yang menyakitimu?" Tanya Tasya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Not Impotent(18+)
RomanceWARNING 21+ Harap bijak dalam membaca! ~~~ "Kita putus, kau dengar itu?!" "Kenapa?" "Karna kau impoten, Leon Vittorio Kenzie!"