Leon menghentikan aksinya dan menatap Laura tak suka. Pria itu turun dari atas Laura dan duduk di tepi ranjang tanpa sepatah kata pun.
Laura membenarkan piyamanya dan duduk di belakang Leon. Terlihat pria itu menunduk dan memainkan kuku-kuku jarinya.
'Apa aku salah bicara?' batin Laura.
Selama 5 menit mereka saling diam tanpa ada niat untuk memulai pembicaraan. Hingga Laura tidak betah di buatnya.
"Jangan seperti ini, diam mu sangat menyiksaku."
Laura menatap punggung kekar Leon, pria itu tetap tidak bergeming.
"Apa sebegitu bencinya kamu padaku Laura? Hingga kamu tidak mau menerimaku?" Ucap Leon tanpa membalikkan badannya.
Laura menghembuskan nafas panjang lalu membalikkan tubuh Leon untuk menghadapnya.
"Perkataan mu melukaiku. Apa maksud perkataan mu tidak mau perasaan itu tumbuh terlalu dalam?"
Leon menatap Laura tajam, pria itu meminta penjelasan. Namun Laura hanya diam.
"Jawab atau ku lumat habis bibirmu," ucap Leon sembari berkacak pinggang.
Laura memutar bola matanya. Sebelum menjawab dengan seribu kata, gadis itu mengambil nafas dan menghembuskan berulang kali.
"Lalu bagaimana denganmu? Bagaimana kencan butamu dengan sahabatku? Kamu pikir itu tidak melukaiku. Tadi apa, calon istri? Kamu sebentar lagi akan menikah kan dengan Tasya? Jadi untuk apa aku mengganggu mu lagi. Jadi tolong akhiri saja hubungan tidak jelas ini. Dan fokus dengan pernikaha-"
Cup!
"Jangan memotong pembicaraan ku!" Laura melototkan matanya kala Leon mencuri ciuman saat ia bicara.
"Satu yang perlu kamu tahu. Aku dan Tasya sama sekali tidak ada hubungan apa-apa. Aku menemuinya tadi hanya ingin menjelaskan, kalau aku dan dia tidak bisa memiliki hubungan khusus karena aku mencintaimu." Leon menjelaskan dengan sabar, karena kalau ia ikut marah pasti Laura semakin sulit di dekati.
"Begitukah? Lalu sebutan calon istri?" Tanya Laura sembari menyipitkan matanya.
"Kenapa aku merasa seperti selingkuh di belakang mu. Oke begini, aku tidak punya pilihan lain Laura. Wanita sialan itu terus saja mengatai jalang pada Tasya, dan aku hanya menjaga harga diri Tasya di depan dia. Maaf kalau itu menyakitimu." Leon meraih tangan Laura dan mencium punggung tangan gadis itu.
"Kamu memaafkanku kan?" Tanya Leon.
Laura mengangguk lalu tersenyum.
Leon merasa lega karena gadis pujaan hatinya telah luluh. Pria itu membawa Laura ke dalam pelukannya.
"Aku sedikit trauma jika mendengar kata jalang. Karena aku mempunyai masa lalu kelam Laura."
Laura mendongakkan kepalanya, dan Leon membalas tatapan penasaran dari Laura.
"Dulu, saat aku berumur 19 tahun. Papaku berselingkuh dengan sekretarisnya sendiri di kantor. Saat itu kakekku marah besar dan membuang papaku dari keluarga Kenzie. Mama menggugat cerai papaku. Dan semua aset warisan di serahkan padaku. Bisa kamu bayangkan, seorang remaja sudah mengemban banyak tanggung jawab." Curhat Leon sembari terus mendekap Laura di pelukannya.
"Lalu bagaimana dengan wanita itu. Apakah papamu menikah dengan selingkuhannya?"
Leon menggeleng, "wanita itu meninggal karena bunuh diri, dan keadaannya juga sedang hamil anak papaku."
Laura sontak melepaskan pelukannya. Ia jadi teringat dengan ibunya yang meninggal karena bunuh diri. Tapi saat itu ia masih kecil dan ia berpikir ibunya depresi karena ayahnya sudah tiada.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Not Impotent(18+)
RomanceWARNING 21+ Harap bijak dalam membaca! ~~~ "Kita putus, kau dengar itu?!" "Kenapa?" "Karna kau impoten, Leon Vittorio Kenzie!"