Bab 24

23.8K 1.4K 1
                                    

"Gimana? Aman?" tanya Sarah pada Nahda yang sedang mengintip keluar dari jendela kamar mereka.

"Aman." Nahda mengangkat jari jempolnya kepada mereka.

"Oke, jadi ustadz Fatir beneran mau nikah, Fa?" tanya Sarah. Sebenarnya, ia juga salah satu fans Gus tersebut. Tentu saja mendengar hal itu hatinya sangat teriris.

Syifa mengangguk. Nahda baru saja kembali bergabung bersama mereka.

"Tau dari mana?" tanya Sarah lagi. Sebetulnya ia dan yang lain juga belum seratus persen yakin dengan perkataan Syifa.

"Kan sebelumnya gue tinggal di rumah pak Kiai." Sarah dan yang lain mengangguk membenarkan perkataan Syifa.

"Nah, pas malam kemarin gue dipindahin ke asrama ini, sebenarnya ustazah Nadya ada di rumah pak Kiai waktu itu." Jelas Syifa.

"Hah maksudnya? Apa hubungannya ustazah Nadya dengan semua ini?" tanya Nahda bingung.

"Dengerin dulu makanya." Nahda langsung diam dan menyimak.

"Waktu itu, ustazah Nadya g sengaja ngeliat gue ngobrol sama gus Fatir di samping masjid. Di depan pak Kiai dan semuanya, dia nuduh gue udah godain ustadz Fatir. Padahal g gitu kejadiannya, g seperti apa yang dia liat."

"Gus Fatir langsung marah dong. Dia g terima kami di tuduh seperti itu. Nah pak Kiai langsung marahin Gus Fatir karena udah ngebentak ustazah Nadya. Di situlah gue baru tahu kalau mereka ternyata udah tunangan." Jelas Syifa panjang lebar.

"Hah!!" Syok teman-teman Syifa.

"Sssstttt!! Jangan kencang-kencang! Entar orang-orang pada heboh lagi." Peringat Syifa.

Mereka semua lantas menutup mulut masing-masing.

"Beneran?" tanya Aisyah memastikan.

"Sumpah demi Allah." Ucap Syifa. Semuanya langsung percaya karena Syifa bersumpah atas nama Tuhan.

"Huaaa, Nahda, hati gue langsung potek hikss ...." tangis Sarah sedikit dramatis.

"Gue juga, Sa. Huaaaaa."

Nahda dan Sarah saling berpelukan untuk menguatkan diri masing-masing menerima kenyataan pahit yang baru saja mereka ketahui.

"G-gue kira .... G-gus Fatir .... Hiks, sukanya sama lo, Fa." ucap Sarah yang masih cegukan karena menangis.

"Ya g mungkin lah, orang gue pecicilan gini kok. Gue bukan tipenya dia." kata Syifa merendah.

"Ya kalau itu benar, kita rela kok kalau dia nikahnya sama lo. Ta-tapi ini, masa nikahnya sama ustazah Nadya. Huaaaaa gue g rela ....." Teriak Sarah histeris.

"Hihi, ngadi-ngadi lo. Udah ah, gue mau tidur, udah ngantuk nih. Hoaaamm."

Syifa meninggalkan teman-temannya yang masih dirundung duka.

***

Subuh telah tiba, seperti biasa, para santri dan santriwati secara berjamaah melaksanakan sholat subuh di masjid. Saat ini mereka semua tengah mendengar ceramah dari seorang ustadz.

"Jika Allah sudah memberikan getaran pada jiwa kita, itu tandanya adalah petunjuk pertama yang Allah berikan kepada kita supaya kita berubah sebelum kita kembali kepada-Nya."

"Allah itu punya sifat sayang yang luar biasa, g akan di biarkan seorang hamba berpulang untuk masuk ke dalam neraka. Kecuai memang hambanya yang pengen."

"G ada yang dibiarkan. Selama nyawanya masih berada dalam jasadnya, belum sampai ke kerongkongan, pasti akan diberi petunjuk oleh Allah SWT."

"Oh saya pernah salah ustadz, saya pernah berzina, pernah pakai pakaian terbuka dan segala macam dosa saya lakukan. Saya takut Allah g akan mengampuni saya."

"Ingat kata nabi, manusia itu adalah tempatnya salah dan dosa. Dan siapakah sebaik-baiknya orang yang pernah punya salah? Katanya adalah orang yang segera bertaubat. Kembali kepada Allah SWT."

"Maka anak-anakku sekalian, jangan pernah putus asa dari rahmat Allah. Karena rahmat kasih sayang Allah itu, lebih luas dari apapun yang ada di dunia ini."

Syifa tertegun dengan ceramah yang ustadz bawakan. Selama ini dia sadar sudah pergi terlalu jauh dari sang pencipta.

Tak sadar air matanya menetes. Ia mengingat bahwa ketika ia sholat, sholatnya selalu terburu-buru karena mengejar dunia.

Ketika ia mengaji, tak ada satupun ayat-ayat suci Al-Qur'an yang tertanam dalam hatinya. Ia benar-benar menjadi pendosa yang didzalimi oleh Allah.

Pakaiannya selalu terbuka. Bersentuhan dengan lawan jenis adalah makanan sehari-harinya. Ia sadar bahwa itu adalah zina, tapi ia tetap melakukannya. Ia benar-benar sudah menutup mata dari kebajikan.

"Fa? Syifa? Are you okey?" tanya Aisyah yang kebetulan berada di sampingnya.

Aisya mendengar cegukan Syifa dan melihat bahu temannya itu sedang bergetar hebat. Saat ia mendekat, ia haru sadar temannya itu menangis.

Syifa mengangkat kepalanya, matanya merah, hidungnya mera, air matanya sudah membasahi mukenanya. Syifa benar-benar sangat rapuh.

"Sya, a-apa Allah masih mau menerima hamba kek gue?" tanya Syifa sedih. Suaranya bahkan sudah sangat serak.

Aisyah terdiam. Butuh berapa saat baginya untuk bisa mengerti maksud Syifa.

"G mau yah, Sya? Gue sadar diri kok, gue banyak dosa. Allah pasti g butuh hamba kek gue .... H-hhhikss .... Hiikkks ...." Syifa kembali terisak keras. Ia benar-benar berputus asa.

"Astaghfirullah, Syifa!" Aisyah langsung memeluk Syifa. Menenangkannya dan mengelus punggungnya.

"Kamu g boleh ngomong kayak gitu. Allah paling benci sama hambanya yang berputus asa dari rahmatnya."

"Kamu baru aja dapat hidayah, Fa. Jangan sia-siain hidayah itu. G semua orang bisa dapat hidayah kek kamu. Cuma orang-orang yang dikehendaki Allah saja yang bisa dapat. Jemput hidayah itu, Fa. Aku yakin, kamu bakal berubah jadi lebih baik kedepannya." jelas Aisyah.

"Be-beneran?" tanya Syifa dalam pelukan Aisyah.

"Iya. Aku aja sampe nangis. Terharu banget kamu udah dapat hidayah dari Allah." Ucap Aisyah. Air matanya sudah mengalir saking senangnya.

"K-kamu mau g bantuin aku buat jadi lebih baik?" tanya Syifa. Tangisnya sudah sedikit reda setelah mendengar ucapan Aisyah.

"Pasti, pasti aku mau bantuin kamu, Fa. Kita semua bakal bantuin kamu."

Syifa bingung, apa maksudnya 'kita'?

Aisyah melepaskan pelukannya dari Syifa. Ia menyingkir dari hadapan Syifa lalu terlihat terlihatlah semua teman-teman sekamar Syifa, ada Jian juga di sana.

Mereka semua tersenyum haru melihat Syifa yang katanya mau berubah.

"K-kalian—" ucap Syifa terpotong karena tiba-tiba saja semua temannya itu memeluknya sampai-sampai ia sempat terhuyung kebelakang.

"Kita, kita semua bakal bantuin kamu, Fa. Kamu g akan jalan sendiri untuk menjemput hidayah itu." Kata Aisyah sambil tersenyum manis ke arah Syifa.

Syifa kembali menangis. Tapi kali ini bukan karena sedih, tapi karena terlalu bahagia. Ia senang bisa mendapatkan teman-teman sebaik mereka selama di sini.

"Terimakasih, terimakasih karena kalian mau menerima gue sebagai teman kalian." Ucap Syifa. Mereka semua kembali saling berpelukan.

TBC

Gus Arrogant!! (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang