Hari pernikahan Gus Fatir pun tiba. Pesantren di liburkan dan para santri dan santriwati ramai menghadiri pernikahan ustadz dan ustadzah mereka.
Masih banyak yang tak percaya bahwa gus idola mereka akan segera sah menjadi milik orang lain. Seperti prediksi Syifa, hari ini adalah hari patah hati seantero pesantren.
Tok ... Tok ... Tok
"Kak, di cariin Umi dibawah. Katanya acaranya udah mau dimulai." panggil Jian tanpa berniat untuk membuka pintu kamar sang kakak.
Semenjak hari itu, Jian menjadi sosok yang pendiam. Ia sangat jarang untuk sekedar bercanda seperti biasa bersama keluarganya.
Kalau dirumah, Jian lebih banyak menghabiskan waktu di kamar. Makan pun harus di antarkan oleh umi Salamah ke kamarnya.
Fatir pun merasa hubungannya dan sang adik semakin renggang.
Mendengar suara sang adik dari luar, ia segera membuka pintu sebelum adiknya pergi terlebih dahulu karena tak mau bertemu dengannya.
"Jian tunggu!" panggil Fatir.
Jian berbalik, tapi ia seperti tak ikhlas untuk menyahuti panggilan Fatir.
Fatir melihat penampilan Jian dati atas sampai bawah. Jian yang diperhatikan seperti itu malah bodo amat.
"Mengapa kamu masih memakai baju tidur? Kamu tahu kan hari ini hari pernikahan kakak?" tanya Fatir.
"Tahu." jawab Jian singkat.
"Lalu kenapa masih belum bersiap? Kamu masih marah sama kakak?" tanya Fatir dengan nada lesuh.
"Tidak, Permisi." Tanpa ingin mengobrol lebih lanjut dengan sang kakak, Jian segera masuk ke kamarnya sambil membanting pintu sedikit keras.
Fatir melihat itu tentu saja merasa sangat sedih. Tapi ia merasa ini semua terjadi karena kesalahannya. Setelah acara ini selesai, ia berniat untuk mencari Syifa dan meminta maaf atas perlakuannya kemarin.
"Gus, ternyata kamu di sini toh. Itu pak penghulu udah nungguin kamu dari tadi loh." panggil Umi yang tiba-tiba datang.
"Umi, mengapa Jian belum juga bersiap? Ini kan acara penting." tanya Fatir.
"Oh, itu katanya dia lagi g enak badan. Mau istirahat sebentar, nanti dia menyusul katanya." jawab umi.
"Ta-tapi yang Fatir liat g kek gitu, Umi." Gumamnya pelan. Fatir melihat pintu kamar Jian dengan tatapan sendu.
"Udah, ayo turun. Umi juga sekalian mau ngecek pengantin kamu. Mau panggil dia turun, biar pas ijab kabul kalian berdua sampingan dan terlihat kayak pasangan harmonis begitu." kata Umi sumringah.
Dati semua orang di sini, Umi salamah lah yang paling antusias mengurus segala keperluan pernikahan Fatir. Ia sangat senang putra satu-satunya akan menikah sebentar lagi.
Fatir hanya tersenyum tipis. Harusnya ini menjadi hari paling bahagia. Tapi entah mengapa seperti ada sesuatu yang menjanggal di hati kecilnya.
"Ya Allah, lapangkanlah hatiku dalam menerima segala ketentuanmu. Hamba yakin, apapun yang engkau takdirkan untukku, pasti tidak akan melewatiku. Dan apapun yang melewatiku, pasti bukanlah takdirku." batin Fatir berdoa pada sang pencipta.
"Bismillahirrahmanirrahim." Fatir pun melangkah menuju lantai bawah. Di sana sudah ramai para tamu yang menunggunya sedari tadi.
Fatir melihat ke tempat yang akan menjadi saksi ijab kabulnya nanti. Hatinya ingin menangis karena ia belum juga mencintai wanita yang akan menjadi pendampingnya seumur hidup.
Prinsip Fatir selama ini hanyalah ingin menikah sekali seumur hidup. Tapi hidup dengan orang yang kita tidak cintai tentu saja adalah cobaan hidup.
Tapi Fatir percaya bahwa menikahi orang yang kita cintai hanyalah sebuah kemungkinan, tapi mencintai orang yang kita nikahi adalah kewajiban.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gus Arrogant!! (TAMAT)
רוחני[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA!] ✋🚫[PLAGIATOR JANGAN MENDEKAT!!!] Peringatan!!! Hanya orang-orang tertentu yang bisa membaca cerita ini hingga tamat, sudah banyak yang menyerah karena alurnya berat!!! "Oke Lidya setuju. Jadi selama kalian ke luar ne...