12: SUSU PISANG

351 37 3
                                    

Narima benar-benar bingung. Malam ini Ayahnya tidak pulang dan uang saku Narima semakin menipis. Ingin makan, namun untuk esok harinya Narima tidak menjamin apakah masih ada pegangan uang atau tidak. Sedih rasanya hidup seperti ini. Namun Narima selalu menguatkan hati dan mensyukuri apa yang ia jalani karena di luar sana pasti masih banyak orang yang jauh lebih sulit dari dirinya.

Duduk di pinggir jendela kamar membuat Narima rindu akan sosok Ibunya. Jika saja kejadian di mana tawuran antar geng itu tidak terjadi, kemungkinan Ibunya pulang dengan selamat. Tetapi takdir memang sudah ada yang mengatur, kepergian Ibunya meninggalkan bekas kesedihan yang amat mendalam. Jika mengingat kenangan saat Ibunya masih ada, Narima rasanya ingin menangis. Hidup di keluarga sederhana dan kedua orangtuanya harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan tatkala membuat Narima saat itu rindu akan kebersamaan antara dirinya dan kedua orangtuanya.

Meski kesedihan itu telah berlalu lama rasa rindu itu pasti datang kapan saja tak kenal waktu dan tempat. Kenangan dari Ibunya hanyalah tersisa sebuah foto figura dan juga kotak musik sederhana yang sekarang terlihat mulai usang.

Diambilnya foto pigura tersebut dan Narima memeluknya erat.

"Bu, aku kangen Ibu. Sejak Ibu enggak ada Ayah sekarang beda. Ayah jarang di rumah, dan kadang aku enggak makan kalau Ayah enggak pulang." Sudut matanya pun mulai berlinang air mata saat mengucapkan hal itu. "Bu, baik-baik ya di sana. Nanti aku ziarah ke makam Ibu."

Kemudian diusap dan dikecupnya foto tersebut, lalu meletakkannya kembali di tempat semula. Narima bangkit dari duduk berjalan ke arah lemari baju. Ditariknya pintu lemari tersebut dan ada sebuah celengan ayam yang terbuat dari plastik berada di dalam sana. Senyuman Narima mengembang tipis, dan mengambil celengan tersebut.

"Maaf ya celengan, malam ini aku terpaksa nyongkel kamu," sendu Narima seraya membawa celengan itu ke atas meja. Dicarinya sebuah benda panjang dan ujungnya sedikit melengkung agar bisa masuk ke dalam lubang kecil yang ada di bawah celengan ayam.

Narima menyipitkan mata, melihat nominal lembaran uang yang ada di dalamnya. "Kayaknya ambil dua puluh ribu cukup deh." Kemudian Narima memasukkan benda panjang ke dalam lubang celengan sembari berusaha menarik selembar uang yang ada di dalam sana.

Perlu ketelatenan untuk menarik selembar uang, Narima jadi merasa agak gemas saat selembar uang itu cukup sulit ditarik.

"Ayo, ayo. Pasti bisa!"

Jari tangan yang memegang benda untuk menarik uang berputar ke kanan-kiri, dan akhirnya secuil lembaran uang ketarik ke luar dari lubang celengan. Ditaruhnya benda panjang itu, dan beralih Narima yang langsung menariknya dengan tangan kosong.

"YEY, BISA!!" Narima memekik girang saat selembar uang bewarna biru keluar dari dalam celengan. "Yah ini mah kebanyakan, masa iya aku harus nyongkel lagi sih?"

"Ga usah deh, mending nanti kembaliannya aku masukin lagi. Uangnya aku beliin mie dulu di minimarket gang depan, pasti kalau jam sembilan warung udah tutup," ujarnya dan menaruh kembali celengan itu ke dalam lemari.

Sebelum keluar kamar, Narima mencari tali rambut dan jaket rajut miliknya. Kemudian setelah selesai menguncir rambut, ia pun keluar dari dalam kamar.

Hanya berjalan tak sampai sepuluh menit, Narima sudah sampai di sebuah minimarket di depan gang rumahnya. Dengan satu tarikan napas yang panjang, ia pun masuk ke dalam dan langsung menuju rak mie yang ada di sana.

Kedua matanya mengitari produk-produk mie yang ada di rak tersebut. Di carinya harga yang murah atau sedang ada promo. Hingga sampai akhirnya Narima melihat ada bundling 5 bungkus mie dengan harga yang terjangkau. Senyumannya merekah lebar dan tak perlu waktu lama ia langsung mengambilnya. Selepas mendapatkan apa yang Narima cari, ia berjalan sebentar ke arah jejeran minuman dingin. Ada rasa ingin membeli sesuatu di jejeran minuman itu, yaitu susu pisang kesukaannya. Namun Narima jadi berpikir dua kali, ia harus berhemat. Jadi lebih baik membeli apa yang ia butuhkan dan segera membayarnya di kasir.

ALGARIMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang