BAB 36 : SEMU

360 15 3
                                    

Haiii, gimana kabarnya???

Baca waktu apa nihhh?

Jangan lupa vote sama komennya sayang-sayangkuu~

*******


"Seindah pelangi, setinggi langit, dan sedalam samudra. Semua tentang kita hanyalah bualan kata yang terlontar dari mulut sang pendusta,"

===Shaa_nd===

******

"Bahagia itu semu untukku,"

~Nadya~


"Jangan makan ini ege!," Ujar Arga. Cowok itu tengah bersama Nadya di kantin sekolah.

"Sedikit aja, ya?," Tanya Nadya penuh harap. Ia ingin menambah sambal pada baksonya. Sebenarnya tadi sudah, itu yang menyebabkan Arga tidak memperbolehkannya.

"Lo sakit, gue repot," balasnya. Nadya hanya bisa tersenyum menanggapi. Ia tidak memiliki kata-kata untuk menjawabnya.

"Sialan lo Nad! Bucin sih bucin, jangan di depan gue juga dong," ujar Keisya yang menatap Nadya dan Arga jengkel. Jiwa jomblonya meronta-ronta, apakah kedua manusia itu tidak memikirkannya?

Hubungan Nadya dan Arga berjalan selama lebih dari lima bulan, hebat bukan?

Arga sudah mulai mencintai Nadya, walau kadang sikap kasarnya masih keluar. Kadang.

Semua hanya tentang waktu, mereka akan membaik.

Nadya bahagia akan semua yang terjadi.

***

Remaja laki-laki itu mengepalkan erat tangannya. Pemandangan ini..., Sudahlah.

"Nanti..., atau besok?," Windy menoleh menghadap ke arah Dhika. Cowok itu terus mengajaknya bertemu di luar jam sekolah. Itu sulit, orang tuanya jarang mengizinkan dirinya keluar rumah. Apalagi bersama cowok, apakah dia akan diperbolehkan? Ah, Windy tidak yakin ia bisa keluar dengan Dhika siang nanti.

Orang tuanya tau Windy memiliki hubungan dengan Dhika, namun..., Untuk izin keluar, Windy belum pernah melakukan itu.

"Aku tanya ayah dulu, ya?," Jawab gadis itu tersenyum getir. Kemungkinan dirinya diizinkan sangat kecil, ia bingung.

Dhika mengangguk menyetujuinya, jika memang tidak bisa, ya sudahlah tidak apa. Baginya.

Mungkin bisa lain kali.

Mungkin.

"Gue bener-bener gak punya kesempatan, ya?," Erik menunduk lesu di pintu ruang kelas melihat interaksi antara dua manusia itu. Cemburu. Ia cemburu.

Tapi dirinya bukan siapa-siapa.

Alasan Erik mengganggu Windy selama ini bukan semata-mata karena dirinya ketua kelas dan mengingatkan Windy akan tugas piketnya. Ia memiliki alasan lain.

Erik menyukai Windy, sejak kelas sepuluh.

"Detik ini juga, gue mundur, Ndy," ujarnya kemudian perlahan mundur dan menjauh dari ruang kelas XI-IPA 1 perlahan.

Cowok itu melangkah cepat menuju kamar mandi. Seragam putihnya kian lusuh karena keringat yang telah bercucuran membasahi. Awan mendung semakin menggelap seakan tau isi hati dan fikirannya.

Memendam rasa selama lebih dari satu tahun itu sulit. Dan tiba-tiba melihat Windy damai bersama yang lain?

Itu..., sakit.

ARGA [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang