"Berteman tidak lah buruk, terkadang kita harus sedikit lebih berani jika ingin sesuatu yang baru."
Eva R.
•Happy Reading•
Ravanav menekuk lututnya dan menghela nafas lelah, Ravanav ingin belajar. Namun entah kenapa ia tidak bisa fokus. Pikirannya terus saja tertuju pada dua orang aneh yang akhir-akhir ini selalu nangkring dipikirannya.
"Rav, insecure itu emang sering terjadi sama setiap manusia, dan insecure manusia pun pasti berbeda-beda, kayak gue! Gue insecure sama lo yang punyak otak pinter sekalipun lo gak punya waktu belajar karena kerja. Sedangkan gue? Gue punya banyak waktu untuk belajar, tapi gue tetep di bawah lo, dan gak seharusnya gue ada di depan lo gini di saat gue iri banget sama lo."
"Lo pikir punya temen itu buruk? Gak seburuk itu, Rav. Gue tau lo insecure dengan perbedaan yang ada, tapi kenapa gak lo lawan? Lo berani 'kan? Lawan seperti lo selalu lawan gue, Ravanav!"
Kembali perkataan dua orang itu tergiang dikepalanya, semenjak pulang dari sekolah Ravanav selalu memikirkan itu hingga membuat Ravanav tidak fokus melakukan apapun. Perkatan mereka seolah memaksa Ravanav berpikir bahwa apa yang mereka katakan benar adanya.
Sialan! Ini benar-benar membuat Ravanav kesal.
"Rav, belum tidur?" Sebuah suara mengangetkan Ravanav hingga pikiran Ravanav tentang Fabian dan Kris hilang.
Ravanav menoleh ke arah belakang dan menghela nafas saat tau siapa yang mengagetkannya. "Belum, Yah. Rav masih mau belajar."
Pria berumur 36 tahun dengan rambut pirang alami itu mengambil duduk di sebelah Ravanav, matanya memancarkan rasa sayang yang sangat besar pada hal terindah yang pernah Kavin nantikan kehadirannya.
"Rav, sudah makan?"
"Udah, tadi makan sama Ibu." Ravanav menjawab seraya tersenyum manis.
Hening sejenak, keduanya menikmati angin malam yang berhembus ke badan mereka. Jarang-jarang mereka duduk berdua seperti ini karena kesibukan masing-masing. Jadi, tanpa sadar mereka menikmatinya.
Teringat sesuatu, Kavin memusatkan perhatian kepada Ravanav. "Rav, Ayah lihat-lihat, Rav tidak pernah membawa teman kesini, apa Rav tidak mau berteman lagi seperti saat SMP?"
Ravanav terdiam, sejak SMP Ravanav memang tidak memiliki teman, alasannya tetap sama. Ravanav insecure terhadap teman-temannya yang derajatnya berbeda dengan Ravanav, rasa tidak percaya diri memang selalu menjadi masalah bagi Ravanav sejak lama.
Tapi sialnya Ravanav selalu mendapat biaya siswa ke sekolah elit dimana muridnya selalu anak kalangan kelas atas. Sialan bukan?
"Rav, berbeda dengan mereka, Yah." Tak ada untungnya berbohong pada Kavin, karena pria berumur 36 tahun itu selalu tau jika Ravanav sedang berbohong. Jadi, daripada ribet berbohong Ravanav lebih memilih jujur saja.
Kavin menghela nafas lelah, dari dulu masalah Ravanav memang selalu tentang ketidak percayaan diri.
"Rav, Ayah minta maaf. Maaf karena belum bisa membuat Rav kayak teman-teman yang lain, maaf belum bisa membuat Rav percaya diri lagi."
Ravanav diam, ia tidak tau harus membalas bagaimana. Jika sudah membahas hal ini Ravanav selalu saja bungkam.
"Jika saja Ayah masih menjadi putra dari Keluarga Mahendra yang ada di Australia mungkin sekarang Rav tidak akan merasakan rasa insecure itu." Suara Kavin melemah, ia selalu saja merasa bersalah kepada Ravanav dan Maria-istrinya, karena Kavin yang pengecut, keluarga kecilnya sampai tidak bisa merasakan hidup yang layak.
KAMU SEDANG MEMBACA
17:12 || A Wish Book and Hope [SELESAI]
Novela JuvenilAnother Word Of Kaptenz Eva R-06 17:12 || A Wish Book and Hope _______________ Ravanav tidak pernah menyangka jika buku yang selama ini ia rahasiakan dari semua orang karena menyangkut privasinya jatuh pada tangan seorang ketua OSIS bernama M Fabian...