Payu, pemuda biasa dengan paras menawan dambaan para wanita dan pria submisive manis di kampung. Tubuh tinggi tegap dengan kulit kecokelatan berkat sengatan sinar matahari menjadi tambahan. Sayang sungguh sayang tak ada lagi kesempatan bagi para pendamba itu untuk mencuri hati sang pemuda. Hati itu sepenuhnya telah menjadi hak paten pemuda manis bernama Rain anak Pak Lurah.
Pagi ini Payu tengah duduk santai diteras rumah sambil memetik gitar favoritnya dan menatap lurus pada beberapa pemuda-pemudi yang tengah berkumpul disebrang rumahnya.
Bibir tebalnya menyungging senyum tampan, kopi hitam di meja kecil dia seruput sedikit. Kemudian memetik lagi senar gitar dan mulai menyandungkan lagu yang terlintar diotaknya.
Beberapa pemudi menoleh kala suara petikan gitar terdengar, mata mereka berbinar melihat pemuda dambaan mereka. Mata tak berkedip, bibir menganga tak elit.
"Duh duh aduh Rain, pria ayu anak Pak Lurah, aduh manisnya~"
Seseorang yang namanya disebut dalam lantunan lagu segera menoleh dengan wajah memerah malu manatap sosok pemuda tinggi itu. Teman-temannya menyenggol bahunya dan menyerukan kata² menggoda.
Payu tersenyum menatap wajah malu² itu, kemudian melanjutkan nyanyiannya.
"Dia pandai berdandan, dia cantik sekali, dia juga pandai mengaji."
Pekikan para pemuda meramaikan. Rain menundukkan wajah sambil mencubit perut kakaknya yang tak henti menggodanya.
"Duh duh aduh Rain, tiap pagi pergi kekali, rajin sekali. Lewat depan rumahku, kutegur dia malu, sambil menunduk dia tersipu"
Rain benar malu, wajahnya sudah semerah tomat dan sepanas sinar matahari. Ia bersembunyi dibalik tubuh tegap kakaknya, dan tak lupa meremat kemeja sang kakak serta sesekali mencubit gemas punggungnya.
Payu terkekeh sebentar lalu kembali melanjutkan dengan suara lebih dikeraskan.
"YAA...RAINNNNN."
"RAINN RAINN!" saut pemuda dan pemudi yang ada di sana, membuat Rain semakin malu dibuatnya.
"Kau pria ayu~"
"Rain pria ayu."
"YAA RAINN"
"RAINN RAINN"
"ENGKAU KUTUNGGU~ ah aku mau, melamarmu~ bulan depan, kita ke penghulu."
Jeritan histeris para pemuda dan pemudi memenuhi halaman rumah Payu dan mengundang banyak perhatian dari warga yang tengah melakukan aktivitas pagi.
Rain tak sanggup, dirinya sangat malu. Tanpa pikir panjang ia berlari meninggalkan kawan-kawannya.
"RAIN!! JANGAN PULANG DULU, BELUM SELESAI INI!!" Teriak Prapai, nama kakak Rain.
"NANTI AJA!! RAIN KEBELET PIPIS."
Tawa gemas serta sorakan kembali terdengar. Payu meletakkan gitarnya, dirinya ikut tertawa gemas melihat reaksi dari sang pujaan hati yang selalu membuat jantungnya nyut-nyutan macam terserang penyakit.
Prapai menatap dengan tangan tersimpan di pinggang. Payu menyengir di tatap seperti itu.
"Tanggung jawab, adikku malu." Teriak Prapai
Payu berdiri dan berjalan menghampiri pemuda sepantaranya.
"Adikmu pemalu, bikin gemas." Balas Payu