Benar seperti apa yang dikatakan sebelumnya, Payu mengetuk pintu kamar Rain tepat pukul enam. Bahkan Fiat belum menyuruhnya bersiap, untung saja Rain orang yang tepat waktu dan ia yakini jika Fiat dan Sky keduanya tertidur pulas setelah penerbangan panjang. Mereka itu benar² laki² payah. Tidak sepertinya.
Sepertinya Rain lupa identitas.
Menyiapkan hati yang mapan, Rain menyiapkan sapaan untuk Payu. "Tunggu sebentar, Payu-sshi." Rain mengambil ponselnya lalu terburu menuju pintu.
.
.
Tak sabar. Itulah yang tercermin dari tingkah pola Payu Kim yang sedari tadi terus saja melirik jam dinding. Ingin memejamkan matapun tak mampu.
Decakan kesal terlontar, pria itu mendudukkan diri. Melihat koper hitam masih berdiri tegak menempel di tembok, ia memilih mendekatinya. Tak ada salahnya membongkar koper dan memindahkan pakaian ke almari hotel untuk sementara. Setidaknya mengalihkan perhatian akan terasa lebih cepat daripada terus berbaring di ranjang.
Efek pertemuan R.N walau sebentar, telah meninggalkan kesan melekat begitu mendalam yang terus saja membuat Payu ingin bertemu lagi dan lagi.
Apa virus R.N itu ada?
Payu bak seorang fanboy . Tak pernah ia sebelumnya seperti ini. Namun kenapa R.N begitu melekat?
Ada suatu perasaan tak asing.
Saat jarum pendek brada ditengah angka lima dan enam, fotografer itu berteriak semangat. Menyambar handuk dan menghilang dibalik pintu kamar mandi. Suara gemericik air dan lagu ia dendangkan. Suasana hati Payu tergambar jelas.
Tak pernah sebelumnya Payu grogi saat bertemu dengan wanita, namun anggap ini sebuah cerita lain. Anggaplah ia akan bertemu dengan seorang tuan putri, karena seorang tuan putri bukanlah sembarang wanita. Jika seseorang akan bertemu dengan seorang putri, pantaslah untuknya jika gugup menghampirinya.
Persiapan matang, Payu menyempatkan melihat penampilannya di depan cermin. Kaos putih dan navy jeans dirasa pakaian lumrah untuk malam jamuan tak resmi. Toh ini juga bisa disebut liburan.
"Kau tampan Payu Kim." Payu menyeringai. Memuji dirinya sendiri hal yang lumrah ia lakukan.
Saatnya menjemput tuan putri.
Ketukan pintu tiga kali, tuan putri sudah menyahut dengan suara lembut dibalik pintu. Tak menunggu lama, sosok yang Payu anggap sebagai jelmaan tuan putri itu menampakkan diri.
Sosok wanita spesial begitu cantik. Rambut panjang dikepang menjadi satu menyamping. Gaun tipis berbalut cardigan oversize abu. Mengapa tuan putri begitu manis?
"Maaf menunggu lama, Payu-sshi."
Begitu saja ia meminta maaf? Menunggu satu jam berdiri didepan pintupun Payu rela. Ini bahkan tak sampai tiga menit.
"Aku akan memaafkanmu, asal menuruti satu permintaanku."
Sungguh mata Rain yang membulat saat terkejut itu begitu menggemaskan. Payu ketagihan akan semua ekspresi Rain.
Mana mungkin Payu marah padamu, Rain. Pria itu hanya ingin mengerjaimu.
"Aku ingin kau hanya memanggilku Payu. Ayolah, bahkan aku lebih muda setahun darimu. Noona~"
Seharusnya Rain marah. Ya seharusnya dia marah karena Payu membaha usia yang begitu sensitif. Ayolah, hanya satu tahun apa arti angka.
Namun pendengaran Rain terfokus pada sebuah panggilan. Sepatah kata yang Payu ucapkan terakhir. Mengapa terdengar menggemaskan?