Pukul enam lewat tiga puluh menit. Payu bergegas meninggalkan ruang kerjanya, seharusnya ia sudah meninggalkan ruang kerjanya sejak pukul lima sore, namun karena hari ini adalah hari jum'at, yang mana ia akan libur di hari Sabtu dan Minggu, ia rela pulang lebih lambat malam ini supaya akhir pekannya tidak terganggu oleh urusan pekerjaan.
Tingg
Satu notifikasi terdengar dari ponselnya, ternyata ada satu email masuk dari 'Prapai'. "Prapai? Namanya seperti tidak asing." Payu berpikir sejenak sebelum membuka email tersebut, namun ia tersadar dari pikirannya karena ponselnya kembali berbunyi, kali ini adalah panggilan telepon dari sang Mama. Ia mengangkat telepon tersebut sambil melangkahkan kaki keluar dari ruangannya.
"Halo, Ma."
"Daddy! Daddy aku ingin pulang. Aku bosan, sangat bosan. Daddy jemput aku!" Suara rengekan terdengar dari seberang sana. Itu Kim Yuren, anak semata wayang Kim Payu, yang saat ini berusia tiga tahun.
"Nak, jangan berteriak ya. Maaf Daddy telat menjemputmu. Mengapa Yuren, bosan? Bukankah ada banyak mainan di rumah Nenek?"
"Maaf, Dad. Tidak mau, aku bosan. Aku ingin tidur saja tapi sebelumnya aku ingin mendengar dongeng dari Daddy."
"Baiklah, Daddy sedang dalam perjalanan menuju rumah Nenek. Yuren tolong sabar tunggu Daddy ya, Nak."
"Okay, Dad."
"Anak pintar. Sekarang, berikan ponselnya pada Nenek, Sayang."
"Nenek, Daddy ingin berbicara."
Suara berisik terdengar, dan sepertinya Yuren menaruh ponsel sang Nenek dengan sembarang. Payu hanya tersenyum mendengar anaknya memanggil Neneknya.
"Selamat malam, Pak."
"Hati-hati, Pak."
Selama menunggu Mamanya menjawab panggilannya dari sebrang sana, saat menunggu evelator di lantai dua belas terbuka, Payu mendapat sapaan dari para karyawannya. Tentu saja, karena Payu adalah seorang pemilik The Kim Foods, perusahaan yang bergerak dibidang pengelola bahan makanan cepat saji yang lumayan ternama di kota soeul, perusahaan turun temurun yang diwarisi dari Kakek Buyutnya, kemudian Kakeknya, Ayahnya, dan saat ini ada di tangannya, Kim Payu.
"Nak~" suara sang Mama dari sebrang sana, bersamaan dengan evelator yang terbuka dengan keadaan kosong.
"Mama, apa Yuren merepotkan Mama hari ini?" Payu menekan tombol evelator menuju besement tempat ia memarkirkan mobilnya.
"Bagaimana mungkin seorang Nenek merasa direpotkan oleh cucu kandungnya sendiri?"
"Maaf Ma, bukan seperti itu maksudku."
"Tidak, Nak. Mama dan Papamu tidak pernah repot menjaga Yuren. Namun, memang satu minggu belakangan ini Yuren kadang bersikap sangat manja, atau bahkan merengek hampir sepanjang hari, seperti hari ini. Apa ada permintaan anakmu yang belum kau turuti, Payu?"
"Tidak ada, Ma."
"Mungkin kau bisa bicara dengannya nanti, walaupun usianya masih tiga tahun, tidak ada salahnya berbicara dari hati ke hati. Buat anakmu percaya sepunuhnya pada Daddynya. Hanya kau yang Yuren punya saat ini, Nak."
"Baiklah, Ma.Terima kasih atas sarannya."
"Hm, kau baru akan pulang? Mengapa telat, Sayang?"
"Maaf Ma, aku membereskan perkejaanku supaya tidak ada gangguan dihari liburku besok. Aku ingin menghabiskan waktuku bersama Yuren. Maaf tidak memberi tahu Mama sebelumnya."