AQAL - 20

2.7K 150 7
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

Jangan lupa vote dulu yukk sama komen deh kalo bisa..

~ Happy Reading ~

•••••

3 bulan berlalu..

Seiring berjalannya waktu, kini usia kandungan Aqila sudah menginjak tiga bulan. Selama di trimester pertama ini, Aqila telah melewati banyak hal untuk menjadi seorang calon ibu. Seperti Aqila yang selalu muntah ketika pagi hari, tidak suka mencium bau parfum, dan Aqila yang selalu merasa risih ketika berdekatan dengan suaminya sendiri, Gus Alfatih.

"Sana, ih" usir Aqila pada Gus Alfatih yang saat ini tengah menaruh kepalanya di kaki Aqila yang di jadikan bantal.

Gus Alfatih yang merasa terusik pun bangun dan menatap Aqila, "Kamu kenapa sih, dari awal hamil gak mau dekat sama saya terus. Ini baru hamil. Apa kalau anak kita lahir justru kamu malah cuek sama saya, terus kamu cuma perhatiin anak kita nanti."

Aqila mengembungkan pipinya menahan tawa mendengar ucapan Gus Alfatih, "Cie, takut ya?"

"Gak, saya gak takut" kata Gus Alfatih seolah-olah lupa akan kalimat yang sempat diucapkan oleh dirinya sendiri.

"Masa sih?" Ucap Aqila seraya menaik turunkan kedua alisnya untuk meledeki Gus Alfatih.

"Kamu kalau masih meledek saya terus,  saya minta kamu hafalan lagi, mau?" Ancam Gus Alfatih dengan penuh penekanan.

Aqila membulatkan matanya, "Gak ah, gak mau. Mainnya anceman nih, gak seru ah!"

"Gak mau hafalan? Yasudah, saya beri kamu hukuman sekali-kali ya?"

Cup

Tanpa menunggu jawaban dari Aqila, Gus Alfatih langsung mencium kening Aqila. Itu adalah sebuah hukuman kecil untuk istrinya itu.

"Ih, bilang aja, kamu mau modus, kan?" Terka Aqila.

Gus Alfatih pun tersenyum, "Sama istri saya sendiri tidak apa kan? Daripada sama perempuan lain"

Aqila pun mencubit lengan Gus Alfatih pelan, "Sama perempuan lain aja kamu kayak kulkas enam pintu, atau kalau itu langsung kabur"

Gus Alfatih menelan salivanya dengan susah dan menggaruk tengkuknya yang tidak terasa gatal. Memang sejak Gus Alfatih masih kecil, ia sudah di biasakan untuk tidak berbaur dengan lawan jenisnya yang bukan mahram.

"Habibi," Panggil Aqila.

"Kenapa? Kamu mau apa?" Tanya Gus Alfatih.

"Aku pengin ke pantai deh, pengin jalan-jalan gitu," ucap Aqila.

Sejujurnya, Aqila merasa jenuh berada di dalam lingkungan pesantren terus-menerus. Jika tidak di lingkungan pesantren, itu juga hanya ke tempat kedua orang tuanya atau main ke rumah Kanaya.

"Pantai? Bagaimana jika nanti sore saja?  Saya habis ini harus mengajar santri dulu, Humaira. Gapapa kan?"

Aqila pun mengangguk semangat, "Gapapa kok, yang penting bisa ke pantai."

Gus Alfatih yang merasa gemas dengan Aqila pun mencubit pipi kanan Aqila.

"Ih, sakit, tau. Dah ah, mending kamu ngajar aja sana. Nanti telat, santri pada nyariin aja," kata Aqila.

"Kamu gak mau deket-deket saya ya? Atau kamu udah gak cinta lagi sama saya?" Terka Gus Alfatih.

Aqila yang mendengar ucapan Gus Alfatih mengusap dadanya mendramatis, "Astaghfirullah, kamu memfitnah aku. Inget Habibi, fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan. Teganya kamu ini"

Aqila Alfatih Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang