Céleste • osh [ R/18+ ]

00.31 ; amare

Ahra perlahan mengendarai scooternya menyusuri jalanan sepi yang mengarah langsung pada bangunan tempatnya tinggal saat ini. Sepanjang perjalanan, dia sama sekali tidak berpapasan dengan kendaraan satu pun, hal yang lumrah mengingat dimana Eteréa berada, daerah dataran tinggi dengan keadaan alam yang masih sangat asli. Jarang ada orang lain yang datang kesini mengingat satu-satunya bangunan yang berdiri hanyalah milik Sehun dan beberapa bangunan lain yang bisa dibilang jarang ditempati oleh pemiliknya kecuali saat musim liburan.

Saat pintu gerbang besar berwarna putih itu mulai terlihat olehnya, Ahra segera tersenyum. Melajukan scooter merah mudanya sedikit lebih cepat, tepat beberapa meter sebelum dia sampai, pintu gerbang besar itu segera terbuka, memperlihatkan salah satu bodyguard Sehun bergerak membuka pintu itu untuknya.

"Terimakasih, Pak Han."

Ahra tersenyum sesaat saat melewati pria itu dengan scooternya, mendapatkan balasan sebuah anggukan pelan sebelum dia melanjutkan kembali laju scooternya hingga dia sampai tepat di tempat khusus untuk meletakkan scooter miliknya.

Hari sudah cukup sore, matahari bahkan sudah tidak terlihat. Keadaan di sekitar Etèrea seperti biasa, lengang dengan hanya beberapa orang yang terlihat oleh Ahra. Penjaga keamanan yang sepertinya sedang memeriksa beberapa sudut-biasanya memastikan tidak ada hewan berbahaya yang masuk ke sekitar bangunan itu, juga dengan beberapa bodyguard Sehun yang terlihat tersebar di beberapa titik, termasuk di dekat pintu gerbang, kelihatannya sedang mengobrol santai dengan penjaga keamanan yang lain.

Ahra meraih tas miliknya sendiri dan segera melangkah memasuki bangunan besar itu. Seperti biasa, keadaan disana begitu sepi. Hanya berbagai macam lukisan dan benda koleksi milik Sehun yang balas menatap Ahra saat langkah kaki gadis mungil itu terus berlanjut hingga dia sampai di pintu lain yang mengarah ke halaman belakang--sekaligus tempat dimana kamar Ahra yang berupa bangunan terpisah berada.

Disana Ahra juga bertemu dengan beberapa orang lagi yang sedang merapikan tanaman rambat yang mulai tumbuh subur, dia bahkan juga sempat menyapa mereka dengan senyuman sembari terus melangkah menuju kamarnya.

Tepat saat Ahra membuka pintu kamarnya, dia baru menyadari kalau ternyata ruangan itu tidak terkunci. Sedikit heran karena seingatnya dia mengunci pintu pagi tadi, Ahra akhirnya melangkah masuk-dan menemukan aroma lezat segera memenuhi indera penciumannya bahkan saat dia masih berada di ruang tamu.

Meletakkan tas miliknya diatas meja ruang tamu, gadis itu akhirnya melanjutkan langkahnya kembali lebih jauh, menuju dapur. Melongok ke dalam ruangan kecil itu, dia bisa melihat sesosok figur tinggi besar memenuhi hampir sebagian dapur mungilnya. Punggung lebarnya menghadap Ahra, begitu familiar karena Ahra sudah biasa melihatnya. Dengan sebuah senyuman lebar, gadis itu segera melangkah mendekat dan segera melingkarkan kedua lengannya di sekeliling pinggang Sehun, memeluknya erat, tersenyum dan tertawa pelan.

"Hai," Ahra menyapa, menempelkan sisi wajahnya pada punggung bidang Sehun dan merasakan betapa hangatnya tubuh pria itu di pelukannya. Sesaat, Ahra bisa merasakan saat Sehun juga ikut tertawa pelan karena apa yang dia lakukan.

"Hai," Sehun segera membalas, masih sembari berkutat dengan kegiatannya-memanggang dada ayam yang sudah dia bumbui di atas pan dengan minyak panas. Aromanya yang lezat sudah memenuhi segala penjuru ruangan, dan dia sendiri juga sudah tidak sabar untuk menghabiskan kesempatan makan malam ini bersama kekasih mungilnya yang cantik.

"Kau sudah pulang?" Sehun bertanya saat dia meraih salah satu tangan Ahra yang melingkar di pinggangnya, mengusapnya sesaat, sementara yang lain masih sibuk dengan kegiatan memanggang ayamnya. "Bagaimana harimu?"

Ahra segera membuka matanya kembali, masih dengan kedua lengan yang melingkari pinggang Sehun, gadis itu menjawab, "seperti biasa," katanya, tersenyum kembali, "Aku merindukanmu."