Memoles kembali warna coklat gelap pada latar belakang lukisannya, Ahra terhenti sesaat, memandang kanvas di hadapannya kembali. Berpikir sejenak apakah warna itu yang diinginkannya.
Gadis mungil itu kemudian bergerak untuk mencelupkan kembali kuas lukisnya pada wadah keramik berisi air yang ada di sebelah kanannya, membuat pola yang terlihat seperti awan mendung bergerombol segera terbentuk disana. Warna dari isi wadah keramik itu berubah menjadi semakin keruh dan semakin gelap. Dalam hati, Ahra kembali mengingatkan dirinya kalau dia akan segera mengganti airnya dengan yang baru, meskipun itu adalah ke lima kalinya kalimat yang sama sudah dia ulang selama dua jam terakhir.
Sebuah langkah yang mendekati dirinya membuat gadis mungil itu refleks menoleh, menemukan seorang gadis lain baru saja meletakkan tasnya pada salah satu kursi di dalam ruangan itu.
"Sudah selesai?" gadis itu bertanya, membuat Ahra menghela nafas sesaat dan memandangi kembali hasil lukisannya.
"Aku tidak puas dengan gradasi warna latar belakangnya," Ahra menjawab, meletakkan kembali palet catnya dan sekali lagi, mencelupkan kuas lukisnya ke dalam wadah keramik, kali ini, Ahra tidak mengangkatnya kembali dan membiarkan benda itu separuh tenggelam di dalam air.
Ahra kemudian bergerak melepaskan apronnya yang sebagian besar sudah kotor terciprat cat berwarna-warni, menyampirkannya kembali pada kursi yang ada di dekatnya. Dia kemudian bergerak menghampiri Yuna yang sedang mencoret-coret buku sketsanya.
"Apa persiapannya sudah hampir selesai?" Ahra kemudian bertanya, duduk di hadapan Yuna.
"Sedikit lagi, anak-anak sedang mencari seseorang yang mau menjadi penerima tamu, katanya Shin Yeseul dari fakultas ekonomi mau membantu," Yuna menjawab tanpa mengalihkan perhatiannya dari buku sketsa di hadapannya, dan Ahra hanya mengangguk-angguk mengerti.
Sesaat, ruangan itu kembali sunyi karena hanya ada mereka berdua, sebagian teman-teman mereka sudah pulang terlebih dulu dan sebagian lagi sedang pergi ke kantin karena lapar.
Dari tempatnya duduk saat ini, Ahra kembali memperhatikan lukisannya sendiri. Matahari sore membuat kombinasi warnanya terlihat semakin indah, campuran antara warna coklat gelap yang ditimpa pantulan warna jingga. Sesaat Ahra merasa lukisannya terlihat lebih baik.
"Apa menurutmu aku harus membuat lukisan yang baru saja?"
Pertanyaan yang dilontarkan Ahra membuat Yuna melebarkan kedua netranya sesaat, terkejut.
"Apa kau sudah gila? Kita hanya punya waktu lima hari lagi!"
Ahra menghela nafasnya kembali, "Aku merasa tidak puas dengan hasilnya," gadis itu mengeluh, kedua alisnya bertaut saat ini, "Ombaknya terlihat tidak hidup."
Yuna menggeleng pelan, ikut memperhatikan lukisan Ahra yang berada di dekat jendela, "Kau hanya pesimis, Ra. Menurutku itu sudah bagus. Sedikit lagi saja gradasi di bagian langitnya, warna jingga sepertinya cocok," lanjutnya kemudian, membuat Ahra ikut mengangguk pelan.
Benar juga. Mungkin bukan ombaknya, mungkin warna langitnya yang kurang sedikit detail gradasi lagi.
"Baiklah kalau begitu," Ahra mengangguk kecil, tersenyum, "Terimakasih untuk saranmu."
Yuna hanya tergelak pelan, "Kau tahu 'kan kesuksesan pameran ini adalah milik kita semua, lagipula ini juga menjadi bagian dari penilaian tugas akhir kita," ucapnya, "Aku juga yakin akan ada seseorang yang tertarik dengan karyamu."
Ahra ikut tertawa pelan, menggeleng-gelengkan kepalanya, "Kau bisa saja," ucap gadis mungil itu, "Aku tidak terlalu percaya diri untuk hal itu, sih. Bisa berkontribusi bersama kalian saja aku sudah senang."
"Ahra!"
Sebuah suara lain dari arah pintu membuat kedua gadis itu mengalihkan perhatiannya kembali. Tepat di pintu masuk, Doyoung, salah satu teman mereka yang tadi pamit untuk pergi ke kantin tiba-tiba menampakkan diri kembali.
Menunjuk ke arah luar, Doyoung kembali berucap, "Min-gyu."
Sesaat, Ahra dan Yuna bertatapan kembali, dan tak berselang lama, Ahra menghela nafas panjang. Yuna yang segera mengerti hanya memberikan sebuah tatapan penuh simpati pada teman sekelasnya itu.
"Dia memaksaku untuk kencan minum kopi hari ini," Ahra berucap, beranjak meraih mantelnya yang tergantung pada capstock di dekat sana dan segera memakainya.
"Aku doakan kalian cepat putus," Yuna berucap main-main, membuat Ahra ikut terkekeh.
"Memutuskan hubungan dengan bayi besar tidak semudah itu, tahu."
Kalimat Ahra kembali membuat Yuna meledak dalam tawanya, dan Ahra hanya menggeleng pelan.
"Ya sudah, aku duluan, ya. Pamitkan juga pada anak-anak yang lain," Ahra kembali berucap, meraih tasnya dan menentengnya di bahu sebelah kanan.
Saat Yuna mengangguk dan menjawab 'oke', Ahra melambaikan tangannya sesaat, "Dah."
Setelah itu, dia melangkah menuju pintu dimana Doyoung masih berdiri disana. Dalam hati Ahra merutuk mengatai temannya itu, dia jadi terlihat bodoh karena seperti menjadi suruhannya Min-gyu sekarang. Saat melewati pintu, gadis itu sempat berucap pelan pada Doyoung, "Besok lagi katakan saja aku sudah pulang," ucapnya, membuat Doyoung kebingungan.
Kenapa Ahra jadi kesal pada dirinya?
Memang dia salah apa? Kenapa Ahra terdengar jengkel begitu?
Menatap figur mungil Ahra yang sudah melangkah menjauh dan berakhir di pelukan Min-gyu, kekasih gadis itu, Doyoung sempat mendesis kesal di bawah nafasnya, "Dia itu kenapa sih? Kecil tapi mengerikan."
Sekali lagi, pemuda itu bertanya-tanya kenapa Ahra terlihat marah kepadanya.
Atau sebenarnya memang Ahra sudah biasa terlihat galak seperti itu ya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Céleste • osh [ R/18+ ]
Fanfic[ 🔞Mature Contents ] Céleste [ t∫e'lɛste ] [ seh-lest ] origin : Latin, (n.) heavenly ⚠️warnings : dark!fics. soft dark!Sehun. age gap (legal age). gaslighting. manipulative behavior. a lot of descriptive violence and sexual activities. slowburn wi...