Ahra mendengar suara ketukan dari pintu depan saat dia sedang berusaha meniriskan spaghetti yang baru saja matang—Ahra memang tidak terlalu pandai memasak, selain ramen, dia juga hanya bisa memasak pasta sederhana yang tidak terlalu sulit.
Tuan Sehun berencana untuk berkunjung sebentar malam ini, dan Ahra dengan antusias sudah menyiapkan hidangan sederhana untuk pria itu sebagai rasa terimakasih karena sudah diberi semua fasilitas menakjubkan di tempat ini bahkan tanpa membayar sedikitpun.
Setelah gadis itu menambahkan sedikit olive oil diatas spaghetti nya yang baru matang agar mereka tidak menempel satu sama lain, dia kemudian bergegas meletakkan alat masaknya dan meraih selembar tissue untuk mengusap tangannya.
Dengan segera, Ahra bergerak menuju pintu depan, sebuah senyuman lebar di wajah cantiknya, dan dia menarik pintu terbuka. Disana, Tuan Sehun sedang berdiri menunggu sembari tersenyum.
"Selamat malam, Nona Choi," pria itu berucap, membuat Ahra tergelak pelan dan semakin lebar membuka pintu, mempersilakan pria itu untuk melangkah masuk.
Setelah melepaskan mantel yang dipakainya dan meletakkannya dia salah satu sisi sofa, Tuan Sehun memandang sekeliling ruangan itu. Ada beberapa perubahan yang dilakukan oleh Ahra di ruangan kecil itu. Seperti menggeser posisi sofa agar tidak membelakangi jendela, juga beberapa bingkai foto yang dipajangnya di ruang tamu. Salah satunya, Tuan Sehun bisa melihat potret dirinya dan gadis mungil itu di acara penggalangan dana malam itu. Dengan lukisan karya Ahra berada di tengah, dan dirinya beserta gadis itu di sisi kanan dan kiri.
Setelah mendengar pintu kembali tertutup, Tuan Sehun segera mengalihkan perhatiannya.
"Sepertinya aku mencium aroma yang lezat disini," pria itu berkomentar, membuat Ahra tergelak kecil dan kemudian segera meneruskan langkahnya menuju dapur sederhana itu.
"Saya sedang memasak makan malam Tuan," gadis itu berucap, dengan sedikit kesulitan, sedikit berjinjit membuka lemari kabinet dapur dan mengeluarkan sepasang piring porselen dari sana.
Sehun tersenyum melihatnya. Dia kemudian bergerak untuk duduk di salah satu kursi meja makan di pojok ruangan, dengan penuh minat memperhatikan Ahra yang sedang bergerak menata dua porsi pasta ke piring itu.
Merasa ada yang janggal, pria itu segera membuka suara kembali, "Apa kau berbelanja tadi siang?" dia bertanya, karena seingatnya dia belum mengisi refrigerator yang ada di sudut ruangan itu. Bodohnya dia.
Mendengar kalimat itu, Ahra hanya kembali tergelak kecil, mungkin merasa malu, "Maaf Tuan, saya.. hanya bisa memasak pasta, jadi.. saya tidak terlalu banyak berbelanja siang tadi," gadis itu berucap.
Mendengar kalimat Ahra, Sehun hanya melebarkan kedua netranya.
Saat akhirnya gadis itu menghidangkan dua porsi spaghetti bolognese dengan meatballs sederhana dan satu teko air putih, Sehun segera menatapnya dengan intens. Bahkan setelah Ahra duduk di hadapannya pun, pria itu belum melepaskan tatapannya dari gadis itu, membuat Ahra terhenti sesaat dan balas menatap pria itu dengan sedikit kebingungan.
Apa dia melakukan kesalahan?
Sehun bersumpah, ekspresi yang Ahra buat adalah yang paling menggemaskan yang pernah dia lihat.
"Umm.. maaf Tuan Sehun, saya.. hanya bisa memasak ini.." gadis itu mencicit, menduga bahwa Sehun merasa jengkel karena Ahra menghidangkan masakan simple sekelas spaghetti bolognese pada pria sepertinya.
Hal itu membuat Sehun giliran mengangkat salah satu alisnya—karena dia tahu saat ini Ahra sedang salah paham.
"Kau.. berbelanja? Tadi siang?"
Dengan wajah yang masih kebingungan, Ahra mengangguk pelan.
"Menggunakan uangmu..? Untuk memasak makan malam untukku?" pria itu meneruskan pertanyaannya, membuat Ahra semakin terlihat bingung dan hanya bisa kembali mengangguk.
Sehun menghela nafas, tanpa menunggu lagi, dia kembali berucap, "Besok kita ke supermarket, kita beli bahan makanan dan semua kebutuhanmu untuk satu minggu ke depan."
Kali ini giliran Ahra yang melebarkan kedua netranya, terkejut. "Maaf.. Tuan..? Saya.. saya rasa.. anda tidak perlu.."
Sehun kembali menatap tajam gadis mungil itu, "Aku memaksa."
Kedua bahu Ahra segera lunglai turun, merasa tidak enak hati, "Tuan Sehun.. saya tidak ingin merepotkan anda lebih jauh. Anda.. anda sudah begitu berbaik hati pada saya, dan.. dan soal kebutuhan saya sehari-hari, anda tidak perlu memikirkannya, sungguh."
Sehun tergelak kecil, "Apa kau tidak ingat tempat ini milik siapa?"
Pertanyaan retoris pria itu sedikit mengejutkan Ahra, "M—milik anda..?"
"Tepat sekali," Sehun tersenyum, "Karena itulah, aku yang harus mencukupi kebutuhanmu selama berada di tempat ini."
Kalimat Sehun kembali membuat Ahra sedikit terkejut. Apa pria ini serius?
"Tuan—"
"Nuh-uh. Tidak ada kata tapi."
Jadi.. Tuan Sehun akan sungguhan memenuhi segala kebutuhannya saat dia tinggal disini?
Pada akhirnya, Ahra hanya bisa menggigit bibirnya sendiri karena dia tidak tahu lagi harus menolak dengan cara yang bagaimana. Memang benar juga kalau tempat ini milik Tuan Sehun, tapi.. Ahra jadi merasa tidak enak sendiri dengan semua kebaikan pria itu untuknya.
"Terimakasih Tuan Sehun," Ahra menunduk kecil, tersenyum tipis dan membuat Sehun yang melihatnya jadi ikut tertawa kecil.
"Dan.. bisakah kita mengganti panggilanku untukku, Ahra? Aku rasa sebutan Tuan terlalu formal. Panggil saja aku Sehun," pria itu kembali berucap, meraih garpunya kemudian, "Oke?"
Ahra hanya tersenyum kikuk kembali, mengangguk pelan. Dia jadi ingat malam itu Tuan Sehun—eh, Sehun, juga memintanya untuk memanggil langsung dengan namanya saja.
"Supaya lebih akrab, lagi pula kita akan sering bertemu juga disini, jadi aku harap.. hubungan kita tidak perlu terlalu formal, okay? Anggap saja aku ini seperti teman seumuranmu. Well, walaupun aku sebenarnya sedikit lebih tua."
Kalimat Sehun membuat Ahra segera melepaskan sebuah kekehan pelan, geli. Akhirnya sembari mengangguk dan merasa tembok formalitas sudah mengikis diantara mereka berdua, Ahra berucap, "Baik.. Sehun."
Rasanya masih sedikit aneh. Mungkin karena dia belum terbiasa?
"Jadi.. apakah aku sudah bisa mulai mencicipi masakanmu ini, Ahra? Aromanya benar-benar membuat perutku berdemo," pria itu kembali berucap, membuat Ahra kembali tergelak geli dan mengangguk kecil.
"Ah.. benar, silakan dimakan, eum.. Sehun."
Dengan sebuah senyuman lebar, pria itu mulai menggulung spaghetti miliknya diatas piring menggunakan garpunya dan mulai menyuapkan makanan itu ke mulutnya.
"Hm.. saus bolognese buatanmu benar-benar lezat," pria itu berkomentar pada suapan pertama, membuat Ahra kini juga sedang menggulung spaghettinya diatas piring tersenyum dan semakin bersemangat. Dia merasa bangga pada dirinya sendiri.
"Boleh aku memberi saran?" pria itu kembali bertanya, membuat Ahra refleks mengangguk dan menatapnya dalam-dalam.
Sehun menelan makanan yang berada di mulutnya sesaat, tersenyum, dia berucap, "Setelah merebus dan meniriskan airnya, selain olive oil, tambahkan juga sedikit garam dan lada pada spaghettimu. Rasanya akan jauh lebih enak," katanya, membuat Ahra sesaat terpana.
"Oh, anda.. juga suka memasak?" gadis itu kembali bertanya penasaran, senyuman yang mengembang di wajahnya menandakan betapa dia mengagumi sosok pria yang duduk di seberangnya itu.
Sehun tersenyum mendengar pertanyaan itu, "Lain kali biar aku yang memasak untukmu. Aku punya resep rahasia beef wellington yang tidak ada duanya," jawabnya, sedikit menyombongkan diri dan membuat Ahra kembali tergelak kecil.
Wah, bisa kalian percaya betapa hebatnya pria itu? Dia benar-benar seorang pria idaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Céleste • osh [ R/18+ ]
Fiksi Penggemar[ 🔞Mature Contents ] Céleste [ t∫e'lɛste ] [ seh-lest ] origin : Latin, (n.) heavenly ⚠️warnings : dark!fics. soft dark!Sehun. age gap (legal age). gaslighting. manipulative behavior. a lot of descriptive violence and sexual activities. slowburn wi...