Beberapa kali Sehun mengalihkan perhatiannya pada Ahra yang masih menatap jalanan dari jendela di sisinya, gadis itu sama sekali tidak berbicara sedari tadi, hanya menatap jejeran pohon ginkgo di sepanjang jalan yang daunnya sudah mulai berubah warna menjadi kuning karena musim gugur.
Pikiran Ahra masih melayang, kalut—antara rasa bahagia karena akhirnya Sehun mengetahui soal perasaannya—juga karena sedang memikirkan soal mama. Yang meninggalkannya sendiri disini..
Gadis itu kembali menghela nafas, tatapannya pada jalanan masih belum teralihkan juga.
Sadar bahwa Ahra sedang melamunkan soal masalahnya kemarin saat ini, Sehun segera membuka suara, "Kita mampir sebentar untuk membeli kopi tidak apa-apa 'kan, Ahra?" pria itu bertanya membuat Ahra segera mengalihkan perhatiannya, berkedip beberapa kali sebelum membenahi posisi duduknya yang sedari tadi miring menghadap jendela.
"Oh, tentu saja tidak apa-apa, Sehun."
Sehun tersenyum kecil kembali, sebenarnya sedikit khawatir pada apa yang sedang Ahra pikirkan. Dia juga tahu, isi kepala Ahra juga sedang penuh dengan kejadian kemarin sore yang membuatnya benar-benar terpukul. Dia berpikir mungkin sedikit kafein akan membuat Ahra menjadi lebih rileks.
Setelah mereka berhenti sebentar di sebuah kedai kopi dan masing-masing mendapatkan segelas kopi hitam untuk Sehun dan segelas mochaccino untuk Ahra, mereka akhirnya melanjutkan perjalanan ke seberang kota—rumah Sehun, ternyata lebih jauh dari yang Ahra bayangkan. Mungkin memerlukan waktu lebih dari satu jam untuk sampai disana.
Saat mereka sampai, Ahra masih tertidur cukup pulas, Sehun bahkan harus sedikit mengguncang tubuhnya agar dia terbangun.
Ahra pikir bangunan Etérea itu sudah megah dan begitu besar—tetapi pemikiran itu segera terpatahkan oleh pemandangan di hadapan Ahra saat ini. Hampir tidak bisa menutup mulutnya, Ahra beralih untu menatap Sehun yang juga baru saja menutup pintu mobilnya.
"Ini.. rumah anda, Sehun?" dia bertanya. Pria itu sempat menatap Ahra sesaat, kemudian mengalihkan perhatiannya kembali pada bangunan rumah di hadapan mereka.
"Iya," dia menjawab, tergelak kecil.
Lahan bangunan itu sepertinya tiga kali lipat lebih luas dari Etérea, bahkan bangunannya juga, jauh lebih tinggi dan lebih megah. Tetapi berbanding terbalik dengan Etérea yang bernuansa klasik, bangunan ini terlihat lebih modern. Meskipun menjadi kontras yang cukup jelas karena letaknya yang sedikit jauh dari pemukiman warga yang lain. Cenderung lebih masuk ke areal perbukitan dengan hutan dan banyak pohon di sekelilingnya.
Setelah melewati bagian gerbang pun, Ahra semakin berdecak kagum melihat bagaimana luas dan indahnya properti milik pria itu. Dalam hatinya, Ahra kembali memuji kehebatan Sehun dalam mengelola properti miliknya.
Di bagian pintu depan, Ahra dan Sehun disambut oleh seorang pria dengan pakaian yang cukup formal—membuat Ahra refleks memperhatikan cara berpakaiannya sendiri.
Dia jadi merasa underdressed saat ini.
Setelah mencapai ruang tengah, beberapa orang gadis dengan seragam yang senada tiba-tiba menghampiri dirinya, membuat Ahra melebarkan kedua netranya bingung.
"Boleh saya simpan mantel anda, Nona?" salah satu dari mereka bertanya, dan Ahra segera mengalihkan perhatiannya pada Sehun yang sedari tadi ternyata memperhatikan dirinya. Pria itu tertawa kecil melihat bagaimana cara Ahra menatapnya.
Menggemaskan sekali.
"Biar mereka menyimpannya, ada perapian di dalam jadi kau tidak akan kedinginan," Sehun berucap, sudah melepaskan mantel miliknya sendiri dan saat ini sedang menggulung lengan kemeja hitamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Céleste • osh [ R/18+ ]
Fanfic[ 🔞Mature Contents ] Céleste [ t∫e'lɛste ] [ seh-lest ] origin : Latin, (n.) heavenly ⚠️warnings : dark!fics. soft dark!Sehun. age gap (legal age). gaslighting. manipulative behavior. a lot of descriptive violence and sexual activities. slowburn wi...