00.29 : antidote

1.6K 236 14
                                    

Suara ketukan menyadarkan Ahra dari lamunannya. Menatap ke sekeliling ruangan, gadis itu tersadar kalau sedari tadi dia hanya diam dan menatap bayangannya di cermin riasnya. Bahkan pengering rambut yang sedari tadi berada di tangannya sama sekali belum dia nyalakan atau pakai sedikitpun.

Ahra mengusap rambutnya, masih setengah basah karena sebenarnya dia sudah selesai mandi sedari tadi. Kemudian perhatiannya beralih pada ketukan di pintunya kembali. Gadis itu menggeleng pelan dan segera meletakkan pengering rambutnya di meja rias kembali, beralih untuk melangkah keluar dari kamar.

Seperti dugaannya, tepat saat dia membuka pintu, dia disambut oleh sebuah senyuman tampan dari pria yang sedari tadi berdiri di sisi lain pintu ruangannya.

"Hai cantik," pria itu berucap, masih tersenyum, dan segera dibalas oleh senyuman yang sama oleh Ahra. Gadis itu kemudian bergerak, sedikit melangkah mundur dan memberi gesture mempersilakan pria itu untuk masuk ke dalam.

Tepat saat pintu sudah tertutup kembali dan Ahra sudah berbalik, langkahnya terhenti menemukan Sehun rupanya masih berdiri diam disana sembari memperhatikan dirinya.

"Kau baik-baik saja, sayang?" Nada tanya Sehun terdengar khawatir, "Apakah sesuatu terjadi?"

Pria itu melangkah mendekat dan segera menyentuh pipi Ahra, sementara gadis itu sendiri kini masih menatap lekat-lekat kedua obsidian Sehun yang terpatri erat pada dirinya. Sebuah senyuman simpul coba Ahra perlihatkan kembali.

"Maaf ya kita jadi sedikit terlambat, aku belum bersiap-siap."

Kalimat yang Ahra lontarkan justru membuat kerutan di alis Sehun semakin dalam, memperhatikan wajah gadis itu lamat-lamat kembali, pria itu mengerti ada sesuatu yang tidak beres.

"Sayang, kau terlihat tidak baik-baik saja," Sehun berucap kembali, kali ini melangkah lebih dekat lagi, "Kau mau mengatakan apa yang terjadi?"

Sehun bahkan dengan jelas bisa melihat betapa pucatnya wajah gadis itu saat ini.

Ingatan itu kembali berputar di dalam kepala Ahra. Meski segalanya terjadi begitu cepat, Ahra masih mengingat setiap detiknya. Bagaimana senyuman Min-gyu padanya, bagaimana nada bicaranya, bahkan ingatan tentang bagaimana matanya kekasihnya itu berada di atas tubuhnya dan hampir melayangkan sebuah pukulan di wajahnya beberapa jam yang lalu masih Ahra ingat dengan begitu jelas.

Gadis itu segera berkedip beberapa kali, sebisa mungkin mencegah air mata yang baru dia sadari rupanya akan lolos dari sudut matanya. Itu adalah hal palong mengerikan yang pernah Ahra alami.

"Tidak apa-apa," nada suara gadis itu sedikit bergetar, kemudian, berdehem sejenak, dia melanjutka, "Aku.. aku hanya.. aku hanya tidak enak badan, sebenarnya."

Ahra mencoba menelan air liurnya sendiri. Dia jelas-jelas baru saja berbohong secara gamblang pada Sehun untuk pertama kalinya. Dia harap pria itu akan mempercayai kalimatnya. Ahra benar-benar belum siap untuk menceritakan yang sebenarnya.

"Kau sakit?"

Tatapan Sehun menelusuri setiap jengkal wajah Ahra yang ada di hadapannnya, membuat gadis itu sedikit was-was dan takut Sehun mengetahui kebohongannya, tetapi hal itu segera terpatahkan saat kalimat Sehun yang selanjutnya terdengar.

"Aku panggilkan dokter pribadiku, ya?"

"Ah—tidak perlu," Ahra segera menggeleng pelan, meraih pergelangan tangan Sehun yang kini masih menyentuh kedua sisi pipinya. "Aku hanya kelelahan. Butuh istirahat. Besok pasti sudah membaik," lanjut gadis itu, mencoba tersenyum kembali meski diantara sorot mata sendunya.

"Kau yakin?"

Gadis itu mengangguk kembali, masih mencoba meyakinkan pria yang ada di hadapannya.

"Baiklah kalau begitu," Sehun melangkah lebih dekat pada Ahra, meraih tubuhnya dan memberikan sebuah kecupan singkat penuh kasih sayang di pelipisnya. "Biar aku masakkan sup yang hangat untukmu. Kencan makan malam kita bisa lain waktu lagi."

Céleste • osh [ R/18+ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang