Sekitar dua minggu kemudian, di sebuah sore yang cukup dingin karena ini sudah memasuki bulan Oktober, Ahra pulang ke apartemennya sedikit terlambat karena tertinggal subway yang lebih awal. Memasuki pintu depannya yang sebenarnya sedikit sempit, Ahra bisa mengenali sepasang sepatu asing milik seorang laki-laki karena ukurannya yang besar—dia dan kak Haneul sama-sama memiliki postur tubuh yang mungil, begitu juga dengan ukuran sepatu mereka.
"Oh, ada kak Seonho," Ahra tersenyum saat sudah sampai di ruang tengah, seorang pria terlihat sedang bersantai sembari menonton televisi disana.
Pria yang baru saja disebutkan namanya itu segera menoleh ke sumber suara, tepatnya di dekat pintu masuk, "Oh, Ahra. Sudah pulang?" dia kemudian bertanya, "Kenapa sore sekali?"
Ahra kembali tertawa pelan, "Aku ketinggalan subway yang pertama kak, jadi harus menunggu lebih sore," jawab gadis itu sembari melepaskan mantel yang dipakainya dan menggantungnya di capstock yang ada di dekat pintu masuk.
"Sayang, apa Ahra sudah pulang?"
Sebuah suara dari arah dapur membuat perhatian kedua orang itu teralihkan.
"Iya kak! Aku sudah pulang!" Ahra menjawab, meneruskan langkahnya menuju dapur, tempat suara Haneul berasal, "Hmm.. baunya harum sekali. Kak Haneul sedang memasak apa?"
Haneul yang sedang sibuk dengan supnya yang sudah hampir matang hanya terkekeh kecil, "Seonho ikut makan malam disini, jadi aku memasak cukup banyak hari ini."
Ahra tersenyum, memeluk Haneul dari belakang dan tertawa, "Aku jadi seperti anak kalian berdua," gadis mungil itu tertawa geli, membuat Haneul ikut tergelak mendengar kalimatnya.
"Anakku tiba-tiba saja sudah sebesar ini," dia menjawab, membuat Ahra semakin tergelak geli.
"Ya sudah sana, mandi dulu. Setelah itu kita makan malam bersama," lanjut Haneul kemudian, terlihat kembali bergerak untuk mengecek nasi yang sudah hampir matang.
Ahra mengangguk kecil mendengarnya, melangkah kembali ke kamarnya sembari bersenandung, membuat Haneul kembali tersenyum kecil sembari menggeleng pelan.
Selepas makan malam itu selesai, Ahra justru dibuat bingung karena kini Haneul dan Seonho duduk berdampingan di hadapannya, mengatakan bahwa mereka memiliki sesuatu untuk disampaikan kepada Ahra. Dan gadis mungil itu dengan menurut duduk di hadapan keduanya setelah diminta Haneul untuk berhenti sejenak dari menyelesaikan tugas mencuci piringnya.
Pasangan kekasih itu bertatapan sesaat, tidak yakin siapa diantara mereka yang harus menyampaikan hal ini kepada Ahra.
"Jadi, Ahra.." suara Seonho mulai terdengar, membuat Ahra segera mengangkat kedua alisnya dan menatap pria itu sepenuhnya.
Sesaat, Seonho dan Haneul bertatapan kembali, sedikit tidak tega melihat ekspresi yang ditunjukkan oleh gadis yang tujuh tahun lebih muda dari mereka itu.
"Kenapa kak?" Ahra bertanya karena kedua orang itu tidak juga menyampaikan apa yang ingin mereka bicarakan. Melihat hal itu, Haneul akhirnya mengangguk pelan pada kekasihnya, kemudian dia menatap Ahra saat mulai berbicara.
"Ahra, sayang, kau tahu 'kan, kami berdua sudah menjalin hubungan selama lebih dari empat tahun?" perempuan itu kemudian mulai berucap, membuat Ahra mengangguk pelan.
Memang, Haneul dan Seonho sudah menjadi sepasang kekasih selama itu. Bahkan saat Ahra datang pertama kali ke apartemen ini untuk menjadi roommate dari kak Haneul, ada Seonho juga yang menyambutnya.
"Jadi begini.. eum, bisnis Seonho sekarang ini sudah mulai berkembang dengan pesat dan.. dua minggu yang lalu, dia baru saja membeli sebuah apartemen kecil miliknya sendiri," perempuan itu melanjutkan, dan Ahra segera sedikit melebarkan kedua netranya, sedikit terkejut—sekaligus tahu kemana sebenarnya arah pembicaraan ini menuju.
"Oh, selamat kak Seonho!" senyuman Ahra adalah senyuman tulus seorang adik yang bangga atas pencapaian kakaknya, dan itu semakin membuat Haneul dan Seonho merasa semakin tidak tega.
Pria itu mengangguk singkat pada Ahra, "Terimakasih Ahra," ucapnya dengan sebuah senyuman kecil.
Haneul ikut tersenyum melihatnya, dia dengan lembut kemudian melanjutkan, "Sebenarnya.. kami berdua ingin menyampaikan kalau.. mungkin ini adalah bulan terakhir aku akan tinggal disini, Seonho memintaku untuk tinggal bersamanya, dan aku sudah menyetujui permintaannya," perempuan itu kembali melanjutkan, membuat Ahra yang mendengarnya hanya tersenyum kembali.
Benar apa dugaannya.
"Aku ikut bahagia mendengarnya, kak," Ahra tersenyum, tulus, sama sekali tidak ada rasa kecewa di dalam nada bicaranya, "Akhirnya kalian bisa tinggal bersama sekarang, aku tahu kak Haneul dan Kak Seonho sudah menunggu begitu lama untuk hal ini," dia melanjutkan.
Ahra tahu, sebelum ini, Seonho masih tinggal bersama dengan kakaknya yang sudah berkeluarga, dan Haneul juga menyewa apartemen ini bersama dengan dirinya untuk menghemat pengeluaran. Jadi mendengar bagaimana Seonho sekarang sudah memiliki tempat tinggal sendiri dan dia meminta Haneul untuk tinggal bersamanya, tentu saja Ahra merasa bahagia. Bagaimanapun juga, Seonho dan Haneul sudah menjadi cinta mati satu sama lain, dan melihat mereka akhirnya bisa hidup bersama adalah kebahagian milik Ahra juga.
Karena bagi Ahra sendiri, Haneul dan Seonho lebih terasa seperti keluarga daripada ibunya dan ayah tirinya.
Haneul tersenyum, meski dia sudah menduga akan mendapatkan jawaban seperti ini dari Ahra, tetapi dia tetap merasa begitu bangga pada gadis mungil itu. Bahkan kini kedua matanya sedikit berkaca-kaca dan dia terlihat begitu terharu dengan Ahra yang bisa bersikap dewasa dengan keputusan yang dibuatnya, "Terimakasih Ahra."
Seonho yang mendengar itu kembali tersenyum, kali ini adalah sebuah senyuman lega karena ternyata dia tidak menyakiti hati gadis kecil itu karena keputusannya dengan Haneul, "Tetapi sebelum itu, kami akan membantumu mencari pengganti Haneul untuk tinggal bersamamu disini, Ahra. Kau tidak perlu khawatir soal hal itu," katanya.
Ahra terlihat terdiam sebentar, seperti berpikir.
Dia segera ingat dengan tawaran yang Tuan Sehun berikan padanya beberapa saat yang lalu. Soal tinggal di galeri seni miliknya. Sekarang, Haneul akan ikut tinggal bersama kekasihnya, dan Ahra sudah tidak perlu mengkhawatirkan hal itu lagi karena sebelumnya dia benar-benar memikirkan soal Haneul yang harus repot mencari orang baru untuk menempati kamar Ahra dan membagi biaya sewa apartemen mereka.
Apa yang dikhawatirkan Ahra jadi berbalik pada dirinya sendiri. Dan mengingat kembali bagaimana tawaran Tuan Sehun yang 'ekslusif' untuk dirinya, sebenarnya dia beruntung. Jadi sekarang.. Ahra rasa tidak ada alasan lagi untuk menolak permintaan Tuan Sehun yang memintanya tinggal di galeri seni miliknya. Bahkan sejujurnya, akan lebih menguntungkan bagi pihak Ahra sendiri karena Tuan Sehun hanya ingin memfasilitasi dirinya di bidang kesenian.
Ahra tahu memang tidak banyak orang baik di dunia ini, tetapi Tuan Oh Sehun, mungkinkah dia adalah malaikat yang sengaja dikirim oleh Tuhan untuk mempermudah hidupnya?
Ahra kembali tertawa kecil karena pemikirannya sendiri, membuat Haneul dan Seonho saling bertatapan tidak mengerti.
"Kak Haneul dan Kak Seonho tenang saja," Ahra berucap, "Aku juga sudah punya rencana sendiri untuk pindah dari sini."
Mungkin sedari awal memang takdir Ahra seharusnya menerima tawaran Tuan Oh Sehun yang berbaik hati padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Céleste • osh [ R/18+ ]
Fiksi Penggemar[ 🔞Mature Contents ] Céleste [ t∫e'lɛste ] [ seh-lest ] origin : Latin, (n.) heavenly ⚠️warnings : dark!fics. soft dark!Sehun. age gap (legal age). gaslighting. manipulative behavior. a lot of descriptive violence and sexual activities. slowburn wi...