3. Dana: Project Breakdown

843 60 2
                                    

DANA
"Project Breakdown"

○●○

"Jadi kita setuju dengan rencana dan agenda ini?" Aku kembali bertanya, mencatat agenda rencana bersama di dalam laptop sebelum mengusap mata. "Timku akan mulai membuat konsep gambarnya besok. Kita akan menggunakan konsep gambar terbaik sebelum memberikannya kepada direktur untuk dievaluasi."

"Karena skrip animasinya sudah ada, kita hanya perlu mencari orang-orang untuk mengisi suara. Setelah itu aku dan Manajer Hunter akan bekerja sama di studio untuk membantu mengatur edit suara." Manajer Rhodes mengangguk kecil, melirik Hunter sebelum mereka saling mengangguk seperti sedang memahami kode pria.

"Asisten direktorku dapat membantu mengurus bagian animasinya, kalian bisa serahkan bagian direktor animasinya kepadaku." Aku menyampaikan, mencatat tambahan informasi tersebut ke buku catatanku sebelum menoleh kembali ke dua manajer di hadapanku ini.

"Kita siapkan proposalnya besok agar direktur dapat memberikannya kepada Pak Hawke." Hunter tersenyum lebar. Ia menutup laptopnya sebelum menarik napas dalam, menoel dagu Lucy yang terlihat masam semenjak kami mulai rapatnya.

Aku menarik napas dalam, menutup laptop dan buku catatanku sebelum melirik Lucy beberapa kali. Gadis itu sibuk memainkan bajunya sebelum melempar-lempar tisu yang ada di atas meja ke sembarang arah. Bibirnya maju dan alisnya mengkerut, aku tahu setelah ini ia akan susah untuk diajak berkompromi.

"Baiklah ... pertemuannya selesai, besok sebelum jam kantor selesai kita akan berkunjung ke kantor direktur untuk menyerahkan proposalnya." Manajer Rhodes menggaruk tengkuk sebentar sebelum ia ikut mematikan laptopnya.

Aku mengangguk, memasukkan laptopku ke dalam tas sebelum melirik jam tangan. Sekarang sudah pukul setengah tujuh, Lucy tidak boleh tidur terlalu malam atau ia akan menangis saat di sekolah dan penitipan.

Menggenggam tangan Lucy, aku menggoyang-goyangkannya kecil sebelum menoel dagunya. Gadis tersebut tetap muram, menyilangkan kedua tangannya ke depan dada sebelum menghindari mataku.

"Lu ... kita harus pulang; kita akan nonton film sambil belajar bersama sekarang." Aku pura-pura mengerucutkan bibir, menggendong Lucy ke paha sebelum mengelus rambutnya sampai ia menyerah dan menempelkan kepalanya pada tengkukku dan menguap lebar. "Kita harus makan malam dulu setelah pulang ke rumah, oke?"

"Tidak mau makan, mau nonton film." Ia menggumam, memilin rambutku yang jatuh ke poni dengan jari mungilnya.

Aku mendengkus kasar, melirik Hunter yang sedang menelepon seseorang yang aku asumsikan sebagai istrinya. Trisha selalu menelepon Hunter jika ia telat datang ke rumah, mungkin jika pria ini menghubungi istrinya terlebih dahulu maka ia tidak akan terkena omelan istrinya.

"Aku harus pulang sekarang. Sampai jumpa, rekan kerja—kita seharusnya merayakan kedatangamu, Rhodes, tapi sayangnya acara ini harus kita putus sementara." Pria tersebut berdiri sebelum menepuk pundak Manajer Rhodes mantap.

"Jangan khawatir. Aku akan mentraktirmu jika ada waktu." Ia terkekeh, memasukkan laptopnya ke dalam tas sambil mengenakan jasnya.

"Akan aku tunggu, Bro." Hunter mengenakan jasnya, menggenggam tas laptopnya sebelum berjalan keluar dari tirai. "Sampai jumpa, Dana, Lu ... maaf tidak bisa mengantar kalian hari ini." 

Aku menggeleng cepat. "Tidak masalah. Kau boleh pulang sekarang, tidak ingin Trisha membuatmu tidur di sofa lagi seperti bulan lalu."

Hunter meringis. "Don't remind me of that."

Aku terkekeh, mengelus punggung Lucy sebentar sebelum gadis itu melambaikan tangan ke Hunter dengan enggan. Aku tahu ia sudah mengantuk, tapi sekarang bukan saatnya bagi Lucy untuk merengek. Akan jadi sulit bagiku untuk membuatnya senang jika keinginannya tidak terkabulkan.

Reverie's Project [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang