Fajar menyingsing. Taufan pagi pun dengan tidak sopannya menembusi dinding. Samar-samar terdengar sedikit ricuh suara klakson kendaraan milik orang-orang berdasi berdesing.
"eungh...."
Kali pertama baginya terbangun di tempat yang terasa asing.
Sesaat setelah melenguh, kesadarannya pun perlahan kembali utuh. Alih-alih mengeluh, sudah sepantasnya ia bersyukur karena tidak terbangun di tempat yang kumuh.
Dalam sekejap Kim Junkyu dapat menyadari di mana dirinya berada sekarang. Di sebuah kota yang mungkin sangat jauh dari tempat asalnya. Pun kembali teringat akan apa yang telah ia lalui hingga bisa berakhir di sini.
Sebuah perjalanan yang cukup panjang.
"Haruto..., aku sangat membencimu," lirih Junkyu seraya menatap kosong atap kamar barunya. Ah, sial. Lelaki yang sedang mengandung seorang anak itu merutuki dirinya sendiri setelah teringat betapa menyedihkan dan hinanya ia malam itu.
Sembari sesekali mengelus pelan perutnya.
Jika diperkenankan mengatakan yang sebenarnya, Junkyu sempat setuju dengan keputusan sang ayah untuk menggugurkan nyawa yang ada di dalam perutnya ini. Bahkan ia pernah beberapa kali mencoba, tak ayal mencoba membunuh dirinya sendiri. Tetapi entah kenapa selalu tidak berhasil.
Seakan tidak diperbolehkan untuk lari dari tanggung jawab. Junkyu merasa dirinya telah dipaksa untuk menghadapi takdirnya, menyikapinya seorang diri. Tapi apa kabar dengan pria bajingan yang merupakan ayah kandung dari anak ini itu? Dibiarkan kabur begitu saja? Terbang bebas dan mengotori sarang lainnya?
Terkadang dunia memang terkesan tidak adil, ya?
Tanpa sadar tangis lolos dari manik indahnya. Benar, kan? Kini matanya terbuka hanya untuk menumpahkan linangan kesedihan yang tak mampu lagi dirinya bendung. Junkyu menangis dalam diam, mengasihani nasibnya sendiri, bahkan di saat detik pertama ia terbangun dari tidurnya.
Namun, sesaat setelahnya ia dengan cepat mengusap buliran itu. Lelaki berusia 20 tahun ini teringat akan mukjizat yang telah Tuhan berikan untuknya. Tentang bagaimana seorang siswa sekolah menengah dengan beraninya menghajar copet yang berusaha mencuri tasnya, dan juga tentang bagaimana sepasang kakak-beradik memberikannya tumpangan tempat tinggal.
Junkyu harus menghargai itu semua dengan cara tetap hidup, bukan?
Untuk itu, mulai saat ini ia akan bertekad. Junkyu yang sekarang bukanlah Junkyu yang dulu, seorang manusia lemah yang tak mengetahui banyak hal, manusia yang hanya terbelenggu akan ambisi akademik, dan manusia yang dengan pasrah rela diperdaya manusia keji lainnya.
"Bunda tenang saja, aku baik-baik saja di sini...."
"Semoga."
Sebenarnya, dibanding menyesali dirinya yang telah kehilangan esensinya sebagai seorang pria, atau masa mudanya, bahkan mungkin cita-cita yang telah ia idam-idamkan sedari lama, Junkyu lebih menyesal karena telah mengecewakan harapan kedua orang tuanya.
Selama ini, mereka berdua menaruh kepercayaan besar kepada Junkyu. Tapi nyatanya, hanya dengan semalam, Junkyu hancurkan semua itu. Sang permata ini kini berubah, dengan sangat cepat menjelma menjadi aib keluarga.
Lucu, bukan?
Karena itulah ia di sini sekarang. Mengasingkan diri di perasingan. Biarkan, biarlah Junkyu berdamai dengan dirinya sendiri terlebih dahulu sembari menyiapkan amunisi yang kuat untuk melawan kejamnya realita.
Mari dukung Junkyu untuk menjadi pribadi yang lebih baik!
Kini matahari tak lagi malu-malu mengintip melalui sela jendela kamarnya. Jam sudah menunjukkan waktu pukul sembilan pagi. Tidak terasa ia telah menghabiskan waktu selama dua jam hanya untuk melamun dan meratapi nasib. Miris sekali.

KAMU SEDANG MEMBACA
EXILE (JeongKyuHwan vers.)
Fanfic[Jeongwoo x Junkyu x Junghwan] Highest rank: 🥇1st on #Jeongkyu - Nov 30 Kim Junkyu harus merelakan masa mudanya untuk mengurus anak di luar nikah yang sedang ia kandung. Junkyu pun terpaksa mengasingkan diri, ia harus hidup dan menghidupi anaknya...