"Ponselnya mati, Tuan. Kami tidak berhasil melacaknya."
Pria bersetelan jas lengkap dengan dasi hitam itu menggertakkan giginya menahan amarah. Jemari telunjuknya ia ketuk-ketukkan ke atas meja kerja menandakan dirinya sedang berpikir keras.
Raut wajah yang mulai bermunculan semburat keriput itu tak bisa menyembunyikan rona gelisah dan kekhawatirannya sebagai seorang ayah yang sedang kehilangan anak semata wayangnya. Junmyeon terlihat sangat putus asa!
BRAK!
Kini Istrinya datang ke kantor, mendobrak pintu ruang pribadinya. Menyita seluruh atensi para anak buah dan karyawan perusahaannya yang bukan tanpa sebab sedang berada di dalam, tak lain ialah guna melaporkan tugas mereka untuk mencari Tuan muda Kim, yang masih belum berhasil hingga saat ini.
"Aku sudah tidak bisa menunggu lagi," ucap Jisoo menghadap suaminya.
"Kurasa sudah waktunya untuk kita melapor ke polisi."
Junmyeon memejamkan kedua mata. Ia sudah menduga hal ini akan terjadi, mengingat bagaimana sifat sang Istri yang kelewat melankolis itu. Jisoo tidak bisa tinggal diam.
"Sayang, aku sudah pernah mengatakan ini kepadamu tempo hari. Kita tidak bisa menyerahkan kasus ini ke polisi begitu saja karena Media pasti akan mengetahui semuanya," jelas orang nomor satu dalam perusahaan yang bergerak di bidang perangkat elektronik itu, berusaha membujuk Istrinya.
"Aku tidak masalah apabila Media akan tahu semuanya, biarkan saja mereka tahu, aku tidak peduli!" elak Jisoo tegas.
"Itu kamu, Jisoo-ya. Lalu bagaimana dengan nasib Junkyu? Dia sendiri yang bilang tidak mau diusik oleh Media, dan satu lagi, apa kamu lupa dengan serangan panik yang diidap Junkyu yang sewaktu-waktu bisa kambuh karena Media tiba-tiba mencampuri urusan pribadinya?"
Jisoo terdiam mendengar penjelasan Junmyeon. Nalarnya pun turut mengamini perkataan suaminya tersebut. Namun, hatinya tetap saja tidak bisa tenang. Ia takut hal buruk akan terjadi kepada Junkyu, mengingat bagaimana polosnya anak itu.
Seumur-umur, Junkyu belum pernah lepas dari kendali orang tuanya. Pemuda yang seharusnya telah mencicipi bangku perkuliahan itu selalu menurut dan tidak pernah neko-neko sebelumnya. Katakan saja Jisoo terlalu memanjakannya. Ya, hal itu memang tidak bisa dipungkiri.
"Aku sedang mengusahakan yang terbaik, melakukan segala cara untuk membawa Junkyu kembali ke pelukan kita, Sayang. Aku masih Ayahnya jika kau lupa," ujar Junmyeon sembari memijit pelipisnya yang tiba-tiba merasa pening luar biasa.
Aktris dengan bayaran termahal itu dapat mengerti. Kali ini suaminya benar dalam mengambil keputusan. Tidak seharusnya ia datang dan mengacaukan semuanya hanya karena mementingkan egonya sendiri. Ia tidak boleh gegabah dan salam dalam mengambil langkah. Dan, ya, yang harus Jisoo lakukan sekarang hanyalah berdoa dan menunggu dengan sabar.
Demi kebaikan Junkyu. Demi kepulangan Junkyu dengan selamat tanpa ada sedikit pun luka, termasuk luka di hatinya, lebih-lebih kesehatan mentalnya.
***
Beralih ke kediaman Keluarga Park di pagi hari.
"Bagaimana sekolahmu, Ju?" tanya pria yang berperan sebagai kepala keluarga itu di sela aktivitas sarapan pagi mereka.
"Baik-baik saja, Pa. Menjadi murid akselerasi tidak seberat yang kukira," jawab Junghwan sembari mengolesi roti dengan selai kacang favoritnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
EXILE (JeongKyuHwan vers.)
Hayran Kurgu[Jeongwoo x Junkyu x Junghwan] Highest rank: 🥇1st on #Jeongkyu - Nov 30 Kim Junkyu harus merelakan masa mudanya untuk mengurus anak di luar nikah yang sedang ia kandung. Junkyu pun terpaksa mengasingkan diri, ia harus hidup dan menghidupi anaknya...