18

299 42 13
                                    

"Ayo ikut aku pulang, Junkyu!"





















Hyunsuk menyapu pandangan ke empat orang di hadapannya. Terdapat adik sepupunya, Jihoon, dan tentu saja Jeongwoo dan Junghwan. Mereka semua terkejut mendengar perkataan pria 23 tahun yang sama sekali tidak terdengar sedang bercanda tersebut.

Saat ini sedang berlangsung sebuah interogasi dadakan dari Hyunsuk yang mengaku diutus langsung oleh Tuan Kim untuk mencari dan membawa Junkyu pulang.

Seperti diketahui, Junkyu telah kabur dari rumah selama berbulan-bulan. Hal ini tentu saja membuat semua keluarganya merasa khawatir, terutama Jisoo, sang Ibu, yang tak bisa menghentikan tangisnya mencemaskan kondisi anak dan sang calon cucu.

"Kamu sudah berbulan-bulan tanpa kabar, dan sekarang, kau menumpang tempat tinggal kepada dua bocah ini?!" ucap Hyunsuk dengan sedikit meninggikan nada bicara, lalu menusuk sepasang kakak-beradik itu dengan tatapan tajamnya.

Jeongwoo yang sadar dirinya sedang ditatap merasa sangat terintimidasi. Menundukkan kepala dan bersusah payah menelan salivanya sendiri. Mau bagaimanapun, pemuda yang berprofesi sebagai seorang disjoki itu baru saja siuman dari mabuknya, ia belum memiliki cukup tenaga untuk banyak bertingkah.

Sedangkan Junghwan hanya menunjukkan ekspresi datar. Masih terlalu sibuk bermain dengan beragam spekulasi dalam pikirannya.

Setelah membaca situasi, perlahan Hyunsuk menghela napas. "Hah..., aku belum memberi tahu kepada orang tuamu tentang keberadaan dan kondisimu di sini, Junkyu-ya," ujar Hyunsuk lebih lembut. Tidak mau menambah pikiran Junkyu dan mendesak pemuda itu dengan segala beban yang saat ini sedang dirinya tanggung.

"Hyung...," rengek si manis, Kim Junkyu. Memasang raut melas dengan mata bulat yang mulai berair. Seolah memohon kepada sang Kakak sepupu untuk tidak menyeretnya pulang.


"Terus apa maumu, Kim?"


Junkyu sontak menggeleng-gelengkan kepala pasrah. "Aku juga tidak tahu, ta-tapi yang jelas, aku belum ingin pulang."

Hal tersebut mengundang Park Jihoon untuk turut memberikan suara. "Hyunsuk-nim, maaf sebelumnya, bukannya saya ikut campur. Saya akan berbicara dari sudut pandang seorang dokter. Mengingat kondisi fisik maupun psikis Junkyu sekarang, sebaiknya jangan terlalu memberinya banyak tekanan emosional. Jika pulang ke rumah masih menjadi ketakutan terbesarnya saat ini, jika bisa, sebaiknya jangan biarkan hal itu terjadi terlebih dahulu,

"Pun, Junkyu masih bergelut dengan rasa traumanya, yang saya yakin masih sangat besar terbenam di dalam hatinya. Jika berada di sini, dalam artian tidak berada di tempat yang membuatnya mendapatkan trauma tersebut, bisa membuatnya sembuh, alangkah lebih baiknya, izinkanlah. Hal ini akan membantu Junkyu untuk pulih secara penuh," jelas Jihoon panjang lebar dengan bahasa yang berubah menjadi lebih formal, bermaksud agar mendapat restu Hyunsuk.

Hyunsuk fokus mendengarkan apa yang baru saja Jihoon katakan. "Aku tahu, Dok. Tapi, jika di sini juga akan memberatkan dirinya sendiri dengan segala keperluan ini dan itu, lantas bagaimana? Siapa yang akan menjaga Junkyu mengingat kehamilannya yang tak lagi muda?"


"Aku bi-,"


"Saya ak-,"


"Aku yang akan menjaganya," jawab Jeongwoo dengan lantang dan lugas, membuat Junghwan dan Jihoon tak mampu menyelesaikan kalimat mereka karena dengan cepat pemuda yang dipanggil Jojo hanya oleh Junkyu itu terlebih dulu memotongnya.

Aksi tersebut mengundang keterkejutan Junkyu. Ia menatap sorot mata Jeongwoo, berusaha mencari binar ketidakseriusan di sana. Namun, nihil, Junkyu tak berhasil menemukannya sama sekali. Pemuda manis itu hanya mendapatkan raut keseriusan, ditandakan dengan alis tebal Jeongwoo yang menukik tajam, rahangnya kelihatan mengeras, dan posisi duduknya yang beralih tegak. Apa dia sungguh-sungguh dengan ucapannya? Batin Junkyu bingung.

EXILE (JeongKyuHwan vers.)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang