07

900 145 24
                                        

Malam pun tiba. Junkyu kembali ke apartemen ditemani oleh tetangganya, Jihoon. Kedua pemuda rantau itu telah menghabiskan waktu bersama cukup lama hari ini, cukup untuk mereka saling bertukar cerita tentang kesombongan diri masing-masing.

Namun, tentu saja Junkyu belum memiliki keberanian untuk sekadar mengatakan yang sebenarnya terjadi kepada teman barunya itu. Ia tak cukup siap untuk menerima tanggapan atau bahkan ocehan Jihoon terkait cerita di balik kehamilannya.

Kini Junkyu dan Jihoon sedang duduk di sofa yang terletak di ruang tamu. Sepulang dari rumah sakit tadi, pemuda berusia 22 tahun yang mengaku akan menjaga Junkyu itu berjanji untuk selalu menemani dan mengingatkannya perihal kesehatan, terutama kesehatan anaknya.

"Di mana ayah dari anakmu itu, Junkyu?"

Junkyu sontak menegakkan duduknya. Sedikit terkejut akan pertanyaan yang diajukan Jihoon tanpa ada aba-aba tersebut. "Ah, itu..., a-aku tidak tahu."

Setelahnya Jihoon memandang ke arah wajah Junkyu, menelisik manik pemuda cantik itu yang kini sedang menunjukkan gelagat aneh. "Bagaimana bisa kau tidak tahu di mana suamimu? Apakah dia sedang bekerja?"

Pertanyaan tersebut hanya bisa dibalas Junkyu dengan gelengan singkat serta senyuman culas. Pada kenyataannya, jika ditanya tentang suami, tentu saja Junkyu tidak punya. Ia belum menikah atau dinikahi oleh siapapun.

Namun, jika pertanyaannya adalah tentang ayah dari anak yang sedang dirinya kandung saat ini, Junkyu tidak berbohong jika ia mengatakan tidak mengetahui keberadaan pria tak bertanggungjawab itu.

Haruto menghilang begitu saja bak ditelan bumi pasca Junkyu mengaku hamil anaknya beberapa bulan lalu. Dengan entengnya ia kabur setelah menghamili anak orang!

Detik berikutnya pintu terbuka dengan tergesa. Menampilkan batang hidung sesosok lelaki jangkung dengan wajah babak belur dengan tas dan pakaian olahraga yang sudah tak berbentuk masuk ke dalam apartemennya.

Sontak hal itu mengundang tanya kedua orang penghuni yang sudah berada di dalam unit apartemen ini sebelumnya. Junkyu terkejut setengah mati, spontan menutup mulut dengan jari-jari lentik miliknya. Sedangkan Jihoon yang secara bergantian menatap keduanya pun mengangguk paham.

"Rupanya kamu suami Junkyu? Tak kusangka kalian pasangan muda, padahal aku sudah membayangkan jika lelaki yang akan datang malam ini adalah seorang pria berumur matang, tampan, dan kaya raya," ujar Jihoon seraya beranjak berdiri dari duduknya, mendapat tatapan tajam dari manik serigala lelaki di hadapannya itu.

Meskipun ia sama sekali tak mengerti maksud dari perkataan yang pemuda di depannya itu katakan, Jeongwoo cukup tak terima akan kata-kata yang seolah meragukan eksistensinya sebagai seorang laki-laki tampan dan kaya.

"Huh, apa aku tak terlihat cukup tampan di mata Anda, Tuan?" tanya Jeongwoo tak terima, sedikit sarkas dengan memanggil Jihoon menggunakan sebutan tuan.

Jihoon terkekeh sembari mulai mengemasi barangnya. "Ya, terserah kau saja, mau muda atau tua, kaya atau miskin, tampan atau tidak, yang jelas sebagai seorang suami kau harus menjaga istri dan anakmu."

Jeongwoo mengangakan mulut. Tunggu sebentar, apakah hanya dirinya di sini yang tidak mengetahui arah pembicaraan dari pemuda banyak gaya di depannya ini? Suami? Istri? Anak? Apa maksudnya?


"Apa mak-"


"Kukira kau sibuk bekerja demi menghasilkan uang sampai-sampai tak tahu kalau Junkyu pingsan dan dilarikan ke rumah sakit," ucap Jihoon tegas. Ia sudah cukup dibuat kesal dengan lelaki yang disangkanya sebagai suami Junkyu ini karena telah mencampakkan teman barunya itu.

EXILE (JeongKyuHwan vers.)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang