"Siapa kamu sebenarnya?"
Detik jarum jam memenuhi rungu pemuda yang sedang lekat menatap seseorang di hadapannya. Jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari, tetapi pria yang sedang terbujur kaku di atas ranjang rumah sakit itu tak kunjung membuka kedua matanya.
"Kim Junkyu...."
Junghwan mengulurkan tangan mencoba menyentuh permukaan kulit putih yang kini mulai memucat itu, membawa jemari lentik Junkyu ke dalam genggaman tangannya. Mengusapnya lembut berusaha menarik atensi alam bawah sadar pria manis itu agar bisa cepat tersadar.
Tidak, bukannya Junghwan ingin segera mendengar cerita yang selama ini telah Junkyu sembunyikan. Ia murni menginginkan Junkyu-nya itu untuk siuman dan cepat pulih. Si bungsu Park itu sudah rindu dengan senyum manis pria yang lebih tua darinya tersebut.
Maniknya bergulir, menyoroti perut yang tanpa dirinya sadari telah sedikit demi sedikit membesar. Tak hanya mata, kini tangan Junghwan juga beralih, ia meraba sedikit perut buncit itu, lalu mengusapnya perlahan.
Kemudian, tanpa berpikir panjang raganya mulai beranjak, sedikit membungkuk untuk mendekat ke arah tubuh ramping Junkyu, lalu mendaratkan telinga kanannya ke permukaan perut yang berisikan janin di dalamnya itu.
Detik berikutnya, Junghwan tertegun setelah dapat merasakan pergerakan di dalam perut Junkyu. Tanpa diundang, air mata itu perlahan berlinang membanjiri pipinya.
"Bolehkah aku menjadi ayah dari anak itu?" ucapnya sembari membelai lembut anak rambut yang menutupi mata Junkyu.
Aksinya tersebut berhasil mengukir senyum tipis dari seorang pemuda yang sedari tadi mengintip di balik celah pintu. Tidak ingin mengusik ketenangan adiknya, pemuda tersebut lantas memilih untuk pergi meninggalkan rumah sakit.
Tidak bermaksud lancang, akan tetapi dirinya sudah tak lagi tahan untuk menahan perasaan di dalam hatinya yang sudah membuncah. Oleh karena itu, kini Junghwan berniat memberikan kecupan singkat tepat di dahi Junkyu. Hanya satu kali saja, pikirnya.
Hingga akhirnya sebelum bilah bibir itu mendarat, sebuah suara yang lirih terlebih dahulu mengurungkan niatnya.
"Junghwan-ie...."
Pemuda yang merasa namanya terpanggil itu terpelonjak sedikit terkejut mendapati pria yang sudah dirinya tunggu selama kurang lebih lima jam itu terbangun. "Junkyu-hyung!?" seru Junghwan, tak dapat menyembunyikan kilat bahagia yang terpancar di wajah merahnya itu.
Saking semangatnya, Junghwan tanpa sadar langsung memeluk tubuh Junkyu yang belum sepenuhnya pulih. Lantas membuat Junkyu sedikit mengaduh di tengah tawanya yang masih terdengar seperti sebuah rintihan tersebut.
"Ah, maafkan aku, Hyung," sesal Junghwan setelah menyadari apa yang telah dirinya perbuat.
Junkyu mengulas senyum, bibirnya melengkung ke atas secara manis dan terlihat sangat tulus. Sejujurnya, ia telah terbangun semenjak Junghwan bertanya tentang siapa dirinya tadi. Namun, Junkyu sengaja untuk menahan eksistensi kesadarannya guna melihat bagaimana Junghwan akan memperlakukannya.
Dan, yah, ini semua telah membuktikan betapa tulus dan besarnya perasaan Junghwan terhadapnya. Cukup membuatnya terharu sehingga memerahkan kedua bola matanya, menahan air mata.
Baru kali ini Junkyu mendapatkan afeksi dari seorang pria, dalam artian yang tulus mencintainya. Pertama kali baginya pula diperlakukan bak raja oleh seseorang yang mengaku memiliki perasaan untuknya. Junkyu menghargai itu semua, ia mengerti seperti apa yang Junghwan rasakan. Namun, sayangnya, ia belum menemukan balasannya.
Junkyu belum tahu harus bersikap seperti apa akan perasaan itu. Junkyu juga sudah berusaha mencari jawaban itu semalam suntuk hingga membuatnya tidak fokus bekerja dan justru berujung dilarikan ke rumah sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
EXILE (JeongKyuHwan vers.)
Fiksi Penggemar[Jeongwoo x Junkyu x Junghwan] Kim Junkyu harus merelakan masa mudanya untuk mengurus anak di luar nikah yang sedang ia kandung. Junkyu pun terpaksa mengasingkan diri, ia harus hidup dan menghidupi anaknya seorang diri di kota yang jauh dari asalny...