04. Frasa Cinta

8.1K 811 75
                                    

"Jika jarak diukur dengan hati, selama ini kita tidak pernah berpisah."

° ° °

YASA tersenyum melihat Ayas sibuk menghitung kado yang dia terima. Gadis kecil itu duduk di lantai dengan kado-kado yang mengelilinginya, mulai dari kecil hingga kado yang hampi berukuran pintu kamar. Tak jarang, dia melompat kegiarangan sambil menatap deretan kado-kado itu.

Tahun ini, Ayas meminta sendiri pesta ulang tahun. Meski tidak besar-besaran, gadis itu begitu menyukai setiap acaranya. Sampai-sampai, dia tak mau kue ulang tahunnya untuk dipotong.

"Buna, cian peli-nya dipotong mati ... eugkhh," begitu katanya. Lucunya, Ayas juga memperagakan bagaimana peri mati dengan terlentang di lantai sambil menjulurkan lidahnya.

Padahal, Yasa sengaja membeli kue ulang tahun dengan karakter peri supaya Ayas suka, tapi malah dilarang untuk dipotong. Tak hanya itu, gadis mungil itu juga sempat memarahi badut berhidung merah karena tidak ikut berdo'a.

Sumpah demi Tuhan, setiap harinya, ada saja kelakuan Ayas yang terus mengundang senyuman Yasa. Sekarang, Yasa tak bisa membayangkan, jika dia menjalani harinya tanpa putri kecilnya.

"Ayas, jangan dulu dibuka kadonya. Kita buat dulu video!" Mala berteriak dari luar kamar.

Ayas yang sudah paham ucapan Mala, langsung bersiap dengan centil di depan kamera. "Acyik ... vidi ... o ...," serunya dengan bibir membulat kecil.

Akhir-akhir ini, Ayas memang sering membuat video untuk konten media sosialnya. Entah mengerti atau tidak, tapi gadis itu suka saat dirinya ada dalam video. Tak jarang, dia menonton videonya sendiri berulang kali.

Awalnya, Mala iseng memasukkan video Ayas ke media sosial Yasa. Tak disangka, video singkat yang memperlihatkan Ayas belajar menghitung itu disukai dan ditonton sampai jutaan kali. Sampai-sampai warga internet terus menanti video-video Ayas berikutnya.

Sekarang, bukan hanya video Ayas, Yasa juga menyisipkan sedikit ilmu parenting dalam setiap konten Ayas. Karena, Yasa ingin video-video itu tak hanya menghibur, tapi juga memiliki manfaat bagi yang menonton.

Ternyata, rezeki pun perlahan mengalir berkat video-video itu. Tak sedikit yang meminta Ayas dan Yasa untuk memamerkan sebuah produk. Belum lagi dengan konten kolaborasi bersama infleuncer dan content creator kondang yang tak jarang memberikan tarif lumayan untuk setiap konten.

"Teh, sekalian lah kita buat video endors yang waktu itu belum kelar." Setelah merekam Ayas membuka kado, Mala menginterupsi lamunan Yasa. "mumpung Wildan juga masih ada di sini," sambungnya.

Mala adalah sosok di balik setiap video Ayas dan Yasa. Dia yang sendiri membuat konsep dan mecari ide untuk video terbaru Ayas. Tak sendiri sebetulnya, Mala dibantu kekasihnya, Wildan yang kebetulan juga seorang content creator sekaligus videografer.

"Tapi, kita setting dulu ruangannya, biar lebih bagus di depan kamera dan Ayas kayaknya harus ganti baju dulu. Teteh juga deh, ganti baju dulu," jelas Mala.

Yasa malah melirik jam dinding di kamar Ayas. Keningnya terlihat mengkerut samar. "Udah malam, La. Kasian Ayas. Pasti udah ngantuk dia. Suka rewel kalau udah ngantuk."

"Iya juga ya. Tanggung juga kalau nanti videonya harus kepotong karena Ayas tidur," sahut Mala. Dia kembali mendekati Ayas, membantu ponakannya itu membuka kado-kadonya.

Yasa akhirnya ikut duduk bersama Ayas dan Mala. Perempuan cantik itu ikut membuka kado yang Ayas terima. "La, sekarang jangan terlalu sering ambil endorsment. Bukan kita menolak rezeki, tapi kita juga harus memikirkan keadaan Ayas," ucapnya.

Meski Ayas menyukai kegiatan pembuatan video, tapi Yasa tetap tak mau membiarkan Ayas terus bekerja. Di umur Ayas sekarang, gadis mungil itu hanya mengerti bermain dan mulai mengenal dunianya. Terlalu tamak rasanya jika merebut dunia Ayas demi konten dan sejumlah uang.

"Iya, Teh. Aku juga pilih-pilih. Paling sebulan sekali dan itu juga produk yang sesuai sama Ayas juga Teteh," sahut Mala.

"Buna ini gambal meng, meow!" Ayas tiba-tiba menunjuk salah satu kucing dalam bungkus kadonya.

"Eh, iya. Ada meng," sahut Yasa. "Ayas tahu, meng makan apa?"

"Meng makan apa, Ateu?" Ayas malah bertanya pada Mala dengan polos.

"Makan hati," sahut Mala asal dan langsung mendapat tatapan tajam dari Yasa. Gadis itu tersenyum canggung. "Bercanda, Teh. Meng makan makanan meng, tapi juga bisa makan ikan, daging, telur juga makan," jelasnya.

Mala masih takut saat Yasa marah. Dia kembali tersenyum. "Ayas, ini gambar apa?" tanyanya, mengalihkan perhatian Ayas dan Yasa.

"Gambal wat de fak," sahut Ayas.

Mala mengedipkan matanya beberapa kali, sejak kapan gambar anjing menjadi umpatan. "Hahaha, Ayas. Ini bukan what the fvck, ini anjing. Namanya anjing." Dia terpingkal mengingat kembali dia mengumpat what the fvck saat anjing tetangga masuk ke dalam rumah.

Ayas kecil menggelengkan kepalanya. "Ini wat de fak," ucapnya begitu polos.

Tatapan Yasa kembali tertuju pada Mala. "La, 'kan udah Teteh bilang, hati-hati kalau ngomong deket Ayas. Dia bisa inget semua yang kita ucapkan loh. Kamu ini kebiasaan!" omelnya.

"Iya, iya. Maaf, Teh. Kemarin tuh, gak tau anjing siapa masuk ke rumah. Aku kaget, terus gak sengaja mengumpat. Aku gak tahu kalau Ayas juga ada di belakang aku."

"Lain kali, kurangi mengumpat kaya gitu, ganti sama astaghfirullah 'kan bisa!"

"Namanya juga kelepasan, Teh ...."

Memang harus ekstra hati-hati saat menjaga bocah pintar dan aktif seperti Ayas. Daya tangkapnya sangat bagus. Kurang-kurangnya, kejadian nama anjing menjadi umpatan pun tidak bisa dihindari.

"Oh iya, Teh. Aku tuh mau bilang ini dari kemarin, lupa terus. Itu, kayaknya kita harus beli kendaraan baru deh," ucap Mala.

"Kita 'kan udah punya motor," sahut Yasa.

"Motor itu aku pakai buat kuliah, Teh. Teteh aja sering ngojek. Maksud aku, mobil. Kalau kita ada acara yang agak jauh, kita sering nyewa mobil. Sayang aja gitu, maksudnya. Lebih boros juga. Mending kita beli, tabungan Ayas dari endorsment udah lumayan. Nanti, aku tambahin dari tabungan aku sendiri. Terus kalau boleh, kiriman dari A Gesa kita pakai buat tambahan. Kayaknya, A Gesa juga gak keberatan kalau uang yang dia kirim kita pakai buat beli mobil, buat keperluan Ayas juga. Kebetulan, bulan ini A Gesa juga kirim lebih dari biasanya," jelas Mala.

"Kita pikirkan itu nanti, La."

"Jangan nanti, Teh. Kebetulan temennya Wildan ada yang mau jual butuh. Mobilnya keluaran tahun lalu, jarang dipakai juga. Lumayan, harga miring."

Baru saja Yasa akan menimpali, Ayas lebih dulu menarik lengan Yasa. "Buna, ini punya Ayas? Ayas mau jadi peli," ucapnya.

Gadis mungil itu membawa sepasang sayap tiruan lengkap dengan gaun cantik berwarna biru muda dalam kotak kado.

"La, kata kamu bajunya belum datang?" tanya Yasa. Dia memang sengaja meminta Mala beli kostum peri untuk Ayas. Tadinya, mau dipakai saat acara ulang tahun, tapi sampai acara selesai, baju itu belum datang.

"Eh, emang masih di jalan, kok. Overload, ketahan di bea cukai. Itu kado kali," sahut Mala. Dia ambil kotak kado dari Ayas. Di dalamnya, ada kertas kecil yang menempel "Tuh, beneran kado dari orang. Ada suratnya nih," sambungnya.

Yasa terima kertas kecil itu. Dia baca tulisan tangan di sana. Sebuah frasa indah yang Yasa kenali siapa penulisnya.

Dari Ayah, untuk Ayas.

𝓑𝓮𝓻𝓼𝓪𝓶𝓫𝓾𝓷𝓰 . . .

MENGULANG HARGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang