21. Dua Apron

8.2K 699 165
                                    

Okay, sebelum dimulai, aku mau merekomendasikan lagu yang cocok untuk Yasa dan Gesa di cerita ini.

Rindu dalam Hati - Arsy Widianto & Brisia Jodie
(Anggap saja Yasa dan Gesa yang nyanyi)

Mungkin ingin bertemu masih ada
Ingin memeluk masih ada
Sayang kini tak bisa
Kau telah memilihnya
_____________________________________

p.s.
Part kali ini akan lebih gaje dari biasanya. Karena, di part ini Mala akan berkoar-koar perihal tuduhan redflag pada Jaya, hahaha.

Selamat membaca!

Selamat membaca!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

° ° °

YASA bergegas memindahkan setiap piring kotor ke wastafel. Piring demi piring itu dia tumpuk hingga menggunung. Bau amis dari sisa makanan dan minyak olahan begitu menusuk hidungnya. Perempuan cantik itu meringis sambil mengikat rambutnya dengan asal. Lengan bajunya juga dia singsingkan hingga memamerkan lengan putih yang dipenuhi bulu-bulu halus.

"Yas, biarin aja. Nanti, Bi Narti yang cuci," ucap Mamah. Bersama tongkat yang menuntutnya, Mamah mendekati Yasa.

"Enggak apa-apa, Mah ...." Yasa mengambil apron biru yang menggantung di sampingnya. "cuciannya dikit kok. Bukannya tadi, Bi Narti udah pulang," tanyanya.

"Iya, sih." Mamah celingak-celinguk, mencari figur mungil cucunya. "Eh, Ayas mana? Katanya, tadi mau bobo."

"Dia mau ganti baju dulu sama Mala."

Mamah hanya mengangguk, memperhatikan Yasa yang terlihat kesulitan untuk mengikat apron di pinggangnya. Entah apa yang ingin Mamah katakan pada Yasa. Perempuan sepuh itu hanya berdiri dengan pikiran yang entah ada di mana.

"Kamu masih ngajar, Yas?"

Yasa menoleh. Dia tersenyum kecil. "Enggak, Mah. Aku juga udah pindah, jadi keluar dari sekolah. Kemarin sempat ngajar beberapa bulan, gantiin guru yang cuti melahirkan, tapi sekarang udah selesai. Jadi, full jaga Ayas aja. Alhamdulillah ... meski di rumah, rezeki tetap ngalir." Yasa tertawa kecil. "Rezeki Ayas kali, ya, Mah."

"Iya, rezeki Ayas. Kalau Gesa masih kirim uang bulanan 'kan?"

"Masih, Mah, tapi aku tabung buat pendidikan Ayas nanti."

Lagi-lagi, Mamah terdiam. Dia tak tahu apa yang harus dikatakan. Padahal, banyak sekali hal yang Mamah tahu dari Yasa. Mulai dari apa kegiatan Yasa dan Ayas sehari-hari, bahkan sampai di mana Ayas akan sekolah nantinya. "Kalau udah gak ngajar, berarti masih bisa nginep beberapa hari lagi di sini, Yas."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 15 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MENGULANG HARGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang