14. Cemburu

416 12 0
                                    

Wirata Group.
Hari ini aktivitas berjalan seperti biasanya, namun yang berbeda mood yang dimiliki Presdirnya, sejak dari tadi semua karyawan terkena serpihan kemarahannya, dan orang yang paling menderita adalah Sekretaris Roy, dia sedari tadi membereskan apa yang salah menurut Tuan Mudanya tersebut.
Tok..tok..tok..
Suara ketukan pintu ruangan Deffin.
"Permisi, Tuan muda." Menyerahkan berkas.
"Ini berkas yang sesuai dengan yang Anda minta." Sekretaris Roy sudah meletakkannya di depan Deffin, namun sang tuan muda meliriknya saja tidak, dia tetap dengan posisinya, mengangkat kakinya di ujung meja sofa, dan kepala yang di sandarkan sambil memejamkan mata tajamnya.
"Apakah Anda mau mengganti Erwin? Biarkan dia di posisi semula saja, agar Anda merasa tenang." Roy mencoba memberikan solusi untuk kegundahan hati Tuan Mudanya.
"Tidak, justru aku lebih tenang jika Erwin yang mengawasi Azkia langsung ketika berada di dalam rumah. Bik Mur sudah tua dan sering sakit, aku khawatir nantinya akan ada pelayan yang berkhianat dan mencelakai Azkia."
"Mana ada yang berani, Tuan Muda? rasa khawatir Anda yang berlebihan, karena takut jika Nona kabur, itulah yang benar. Hingga Anda mengalihkan tugas Erwin sang pelayan devil itu." Sekretaris Roy hanya berani berucap dalam hati.
Roy sangat paham kegalauan hati Tuan Mudanya, meski menempatkan Erwin pindah ke rumah adalah pilihan yang baik, karena tampangnya tak sesuai jati dirinya, banyak yang telah tertipu dengan wajah polos menggemaskan miliknya. sudah banyak penghianat yang terperangkap dalam jebakannya.
Namun, Deffin harus menerima konsekuensinya, yaitu akan sering merasakan cemburu, karena mengingat Azkia bukan wanita yang lemah, dia terpaksa memindahkan Erwin untuk menjadi wakil Bik Mur.
Yang dipikirkan Roy semuanya memang benar, namun ada sesuatu hal yang dia tidak tahu, yaitu hubungan antara ketiga orang tersebut.
Drrrtt.. drrtt..
Getaran ponsel Roy membuyarkan pikirannya.
setelah membuka file itu, dia menggeram dalam hatinya. "Sial!" umpatnya.
"Maaf Tuan Muda, ada laporan dari pengawal yang harus Anda lihat." Menyerahkan Hp yang mungkin sebentar lagi akan hancur.
Dan benar saja setelah Deffin melihat video itu, Hp itu dibantingannya dengan keras.
"Kurang ajar!!! Roy antar aku pulang sekarang."
"Baik Tuan Muda."
Mereka berdua melangkahkan kakinya cepat, setiap karyawan yang berpapasan dengan mereka bergidik ngeri, sebab kedua orang itu memasang aura membunuh.
Mobil telah melaju dengan cepat, tidak mempedulikan umpatan orang orang pengguna jalan lain. sepertinya badai besar akan menerpa rumah besar milik Deffin.
****************
Di rumah.
Setelah cukup lama diam dan tidak segera menjawab pertanyaan Azkia, Erwin akhirnya buka suara.
"Kenapa Anda tidak meminta Tuan Muda sendiri untuk bercerita?"
"Huh, setiap aku tanya kepadanya, hanya akan ada jawaban menjengkelkan." Azkia mengerucutkan bibirnya, namun pipinya bersemu merah, teringat kejadian setiap kali menanyakan tentang Deffin, entah itu masa kecil, mantan atau apapun itu, Deffin akan selalu mencium Azkia hingga kehabisan napas, alasannya itu hukuman untuk Azkia karena terlalu cerewet.
"Yang paling bikin aku penasaran kenapa dia selalu menahan gairah yang sudah membara, entah mengapa kabut gairah itu bisa sekejap hilang dari matanya. apakah aku memang tidak menarik baginya? Hei!!! apa yang kau pikirkan otak bodoh." Refleks Azkia memukul mukul pelan kepalanya sendiri.
"Anda kenapa, Nona?" tanya Erwin khawatir, namun Pertanyaan itu berhasil menyadarkan Azkia, dan membuat pipinya kembali memerah karena malu.
"Hehe ... tidak apa-apa kok." Sambil mengibaskan tangannya.
"Nona, lama kelamaan Anda akan mengerti dengan sendirinya tentang Tuan Muda." Menghirup napas dalam sedang meyakinkan hatinya untuk mengatakan kalimat lanjutannya.
"Namun, yang pasti harus Anda ketahui adalah, bahwa tuan muda sangat mencintai Anda, jadi saya meminta Anda untuk jangan pernah pergi meninggalkan Tuan Muda."
Ucapan Erwin barusan memberikan dampak yang berbeda-beda bagi setiap orang yang mendengarnya,
Erwin sendiri yang mengatakannya seperti ada paku yang menusuk jantungnya, perkataannya sendiri menyebabkan rasa sakit yang sangat aneh menurutnya.
Sedangkan dua orang yang baru datang membawa badai, langkah mereka langsung terhenti untuk berjalan lebih mendekat ke arah dua orang itu, seolah-olah di depannya ada pelangi yang memberikan ketenangan ketika mendengar kata yang barusan terucap.
Segala bencana langsung menyibak, Deffin dengan sedikit senyum tipis yang ditorehkan. Sedangkan Roy menggaruk dahi yang dikerutkannya, namun yang pasti dia bisa bernapas dengan lega.
"Aku tau dari dulu kau tidak akan pernah berkhianat, dasar pelayan devil, seharusnya aku tidak terlalu cemburu buta padamu," ujar Deffin dalam hati.
"Huft, beruntung tidak jadi ada pertumpahan darah hari ini, kau memang orang yang benar-benar bisa membantuku," ujar Roy dalam hati.
Sedangkan Azkia yang mendengar kata-kata Erwin tertawa lepas, baginya lelucon Erwin sangat menghiburnya, mana ada rasa cinta di hati Deffin untuknya, Deffin bagi Azkia tetaplah tuan muda aneh, gila dan arogan.
Deffin yang melihat Azkia tertawa terlihat sangat menggemaskan, dan itu membuat api cemburunya tersulut lagi.
Dengan cepat Deffin mendatangi orang yang duduk membelakanginya, sedangkan kedua orang itu sama sekali belum sadar akan kedatangannya.
"Sayang ...." Ucap Azkia yang terkejut melihat Deffin yang tiba-tiba berada di depannya.
Tanpa kata Deffin menarik tangan Azkia, tidak sedikit pun melirik Erwin yang sama terkejutnya melihat kedatangan Deffin yang secara tiba-tiba.
"Sial! Sejak kapan Tuan Muda ada di sini, semoga dia mendengar ucapanku tadi, agar tidak terjadi salah paham, meskipun sampai terjadi tidak apalah, bukankah aku yang akan diuntungkan," ucap Erwin dengan senyum devil di hatinya.
Sedangkan Deffin menarik tangan Azkia menaiki tangga menuju kamar mereka, cengkraman erat Deffin membuat Azkia sedikit meringis menahan sakit.
Setelah sampai Deffin menutup pintu dan menguncinya, lalu menyeret Azkia mendekat ke tempat tidur, dengan pelan dia mendorong Azkia hingga terjerembab di atas ranjang.
"Kau mulai berani sekarang ya?!" Ucap Deffin menekankan setiap perkataannya, dengan santai dia mengurung tubuh Azkia yang berada di bawahnya.
"Pagi tadi secara terang-terangan kau memandangnya, dan setelah aku pergi kau mengajaknya mengobrol." Deffin lalu mulai menciumi Azkia di seluruh wajahnya yang berakhir di bibir yang mempunyai rasa manis itu, cukup lama hingga membuat Azkia tersengal.
"Sa-- sayang." Azkia merinding dan ketakutan. Ciuman Deffin sudah turun ke lehernya, dan tangan Deffin yang sudah menyelinap ke dalam gaun selututnya.
Azkia kehilangan rasa malu yang tadi diingatnya ketika membayangkan kejadian seperti ini. Sekarang yang ada hanya rasa takut.
"Kenapa kenyataannya lebih menakutkan daripada ekspetasi, dia ini sedang marah karena cemburu atau apa? wajahnya yang mengerikan membuat nyaliku menciut untuk mengelak." Pikiran Azkia di sela menikmati sentuhan dari Deffin...
"Astaga ... apakah hari ini akan jadi malam pertamaku ...." Lanjutnya dalam hati, ketika merasakan tangan dan bibir Deffin semakin turun ke bawah...

Tuan Muda Posesif Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang