12. Panti Asuhan Burbank

369 11 0
                                    

Ciuman panas akhirnya berakhir, menyisakan rona merah di pipi putih Azkia, Deffin yang melihatnya tergelak cukup kencang.
"Sudah beberapa kali berciuman, tapi kenapa pipimu masih saja tetap memerah, seperti baru pertama kali saja." Deffin mengusap lembut pipi merona itu, dengan tawa yang masih menghiasi wajah tampannya.
Azkia terperangah melihat pertama kalinya Deffin tertawa, semakin tampan adalah kata yang cocok untuk apa yang sedang dilihatnya sekarang. Sebelum akhirnya ia tersadar dan bibirnya mengerucut. "Meski kita sudah beberapa kali melakukan, tapi kamu orang pertama yang menciumku, tentu saja aku masih malu jika mengingatnya," ceplos Azkia tidak sadar akan ucapan kejujurannya.
Deffin yang mendengar perkataan tersebut, rasa senang langsung menyelingkupi hatinya. "Memangnya benar? Kok, aku tidak percaya kalau yang pertama kali menciummu itu aku," ucapnya dengan nada mengejek, namun sebenarnya dia sedang memastikan.
"Memang kamu kira aku wanita gampangan yang mudah disentuh pria, meski aku lama pacaran dengan Mark, untuk memegang tanganku saja dia kesulitan," ucap Azkia yang tidak terima, akhirnya menjawab keraguan Deffin.
"Ya sudah, kau mau ke panti asuhan mana?"
Deffin menyudahi pembicaraan tadi, malas mendengar Azkia menyebut nama mantannya, meski sebenarnya dia tahu kalau Azkia tidak mencintai mantannya, meskipun mereka telah lama berpacaran.
"Panti asuhan di kota Burbank," ucapnya semangat, menyebutkan nama panti itu seperti dia akan pulang ke rumahnya.
"Kalau begitu ayo cepetan kita berangkat sekarang, keburu sore." Deffin berdiri lalu menarik tangan Azkia, dengan sigap Azkia melakukan tugasnya. Mengapit lengan Deffin lalu menyandarkan kepalanya.
Azkia akan melakukan itu jika perasaannya senang, anggap saja mengucapkan terima kasih. Normalnya dia biasanya hanya berpegangan tangan, mengaitkan jemari mereka berdua saja.
****************
Di dalam mobil seperti biasa Roy akan menjadi sopir mereka, barang yang dibeli Azkia semua sudah dipindahkan ke mobil boks bersama dengan hadiah dari Deffin yang sama banyaknya.
Azkia yang tadi melihat sebelum masuk mobil, ia tersenyum senang. Dia menoleh ke arah Deffin yang sekarang sibuk melihat ponselnya. Merasa diperhatikan, Deffin mengeluarkan suaranya.
"Kenapa? Sedang terpesona dengan kebaikanku, kalau sudah menyadari berterima kasih lah," ucapnya tanpa menoleh, sedikit lagi urusan pekerjaan nya selesai jadi dia tetap fokus dengan layar ponselnya.
"Terima kasih atas kebaikannya," kata Azkia dengan senyum yang dipaksakan, lalu ia memalingkan wajah ke arah jendela, sedang menyembunyikan wajah jengahnya.
Deffin memasukkan ponsel ke saku jasnya, lalu memiringkan tubuhnya menghadap Azkia.
"Kau lupa caranya berterima kasih." Sambil menyentuh bibirnya memberikan kode untuk Azkia. "Aku suka pembuktian bukan ucapan," lanjutnya dengan senyum menyebalkan.
Azkia yang mendengar membelalakkan matanya, lalu dia melirik Roy yang sama sekali tidak menggubris suara dari kursi belakang. Azkia mencoba menyadarkan Deffin melalui lirikannya, bahwa ada Roy dan dia tidak mungkin akan melakukannya.
Deffin hanya tersenyum, mengerti maksud Azkia, lalu dengan santai dia memencet tombol yang membuat pembatas menutup antara ruang pengemudi dan penumpang.
Azkia melongo. dan dia sudah tidak bisa lagi mengelak, dengan pelan dia mendekat ke arah Deffin, mendekatkan wajah mereka berdua, bau nafas beraroma mint dan aroma parfum yang semakin kuat milik Deffin membuat Azkia semakin gugup.
Ini baru pertama kalinya ada orang lain di sekitar mereka ketika akan berciuman, meski orangnya tidak melihat langsung, namun pembatas yang dibuat membuat orang itu bisa menebak apa yang dilakukan orang di kursi belakang itu.
Dengan pelan akhirnya Azkia menempelkan bibir mungil tipis merah mudanya itu ke bibir seksi milik Deffin. Melihat keraguan Azkia karena tidak melanjutkan aksinya, dengan segera Deffin yang beralih memimpinnya.
Cukup lama mereka saling merasakan rasa manis ciuman itu. Berhenti sejenak untuk mengambil nafas, lalu mengulangi kegiatan itu lagi sampai akhirnya mobil sampai di tempat tujuan, dan akhirnya kegiatan itu sangat terpaksa Deffin hentikan.
Lagi-lagi Deffin melihat wajah merona yang menggemaskan itu, dengan pelan dia mengusap bibir Azkia dengan ibu jarinya. "Kau harus lebih giat belajar, agar ungkapan terima kasihmu benar-benar membuatku senang," ucapnya lalu mengusap bibirnya sendiri.
Lalu dengan penuh kasih sayang dia mengecup kening Azkia cukup lama, setelah puas dia membuka pintu mobil dan keluar. Sedangkan Azkia tertegun dengan apa yang dilakukan Deffin, dia merasa pertama kalinya Deffin mencium keningnya, dan itu sangat menenangkan hatinya. Hingga tidak sadar senyum manisnya terukir indah di wajah cantiknya.
****************
Setelah cukup lama mereka berbincang dengan pengurus panti, dan Azkia menggunakan sedikit waktu untuk bermain dengan anak panti, dia tidak bisa leluasa bermain dengan anak panti karena Deffin terus memintanya menempel.
Yang akhirnya Azkia harus menahan malu karena pengurus panti yang sangat akrab dengan dirinya, tidak berhenti menggoda pasangan pengantin yang terlihat sangat mesra itu.
Karena sudah tidak tahan menahan malu Azkia pamit ke halaman belakang panti yang dulu menjadi tempat main favoritnya. dan diikuti oleh Deffin yang tentu saja tidak ingin pisah darinya.
Kini mereka duduk santai di gazebo yang bisa leluasa memandang kolam renang besar itu.
panti ini memiliki banyak donatur dari kalangan orang kaya, tidak heran jika fasilitasnya lengkap dan pasti menjamin kehidupan semua anak-anak panti. Dan tanpa disadari Azkia, penyumbang terbesar panti ini adalah orang yang duduk di sampingnya.
"Panti ini bagaikan rumah utamaku setelah ibu meninggal, beliau dulu sering mengajakku datang kemari. Setelah kepergiannya, jika kumerindukannya atau perasaanku sedang sedih aku pasti akan datang kemari," ungkap Azkia yang sekarang merindukan ibunya, mungkin dengan bercerita sedikit masa lalunya membuat rasa rindunya terobati.
Dan di hari itu untuk pertama kalinya Azkia berbicara banyak dengan Deffin, Deffin yang juga sering kali menimpali cerita Azkia membuat mereka seperti layaknya pasangan normal biasanya.
Meski Azkia bercerita tapi pandangannya tidak beralih dari kolam renang itu, kolam itu seperti memiliki daya tarik tersendiri untuk dipandangnya.
Karena penasaran Deffin menanyakannya pada Azkia, dia sedang memastikan.
"Kenapa dari tadi kau memandang kolam itu, aku yang mendengarkan kau berbicara, tapi kau sama sekali tidak memandangku," ucapnya terdengar menyebalkan di telinga Azkia.
"Bisa tidak sih bertanya dengan lembut, aku yang tadinya ingin bercerita jadi malas mendengar kata-katamu," ucap hati Azkia.
"Tidak ada, hanya merasa ada kaitannya aku dan kolam itu di waktu kecil," jujurnya, tapi dia tidak mau bercerita lebih detail, ingat! Sudah malas.
"Tidak usah bicara jika cuma setengah," ucap Deffin cuek.
"Emang aku nggak akan cerita, mulutku sudah capek buat ngomong." Sambil berdiri. "Ayo pulang aku ngantuk," kata Azkia lebih berani mengutarakan apa yang dirasakannya. Setelah Deffin mau mendengarkan ceritanya, Azkia merasa lebih dekat dengan Deffin, kecuali jika perintah otoriternya sudah keluar, ingin rasanya ia menjambak rambut laki-laki itu.
"Dasar putri tidur," cibir Deffin, sambil melangkahkan kakinya sejajar dengan Azkia, Azkia yang mendengar tidak menggubrisnya, hingga mereka akan memasuki rumah panti itu, sekali lagi Azkia untuk terakhir menoleh ke arah kolam renang itu dan berbicara dalam hati, "Bagaimana kabarmu kakak tampan, aku merindukanmu ...."

Tuan Muda Posesif Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang