21. Kebahagiaan

428 13 0
                                    

Pagi yang indah bagi Tuan Muda yang paling berkuasa di negeri ini. Deffin menganggap kutukannya telah berakhir, bibir itu tidak berhenti tersenyum semenjak dia membuka matanya.
Di hadapannya ada pemandangan indah yang mengalahkan segala keindahan di bumi, wanita cantik yang masih setia menutup matanya karena kelelahan akibat pergulatan panas semalam.
Wajah menggemaskannya saat tidur membuat Deffin tidak kuasa untuk menahan agar tidak mencium Azkia.
Cup
Cup
Cup
Entah berapa kali dia melakukannya, kecupan yang didaratkan di bibir, yang akhirnya membangunkan tidur nyenyak Azkia.
"Jika kau masih tetap seperti ini, kau bisa memancingku untuk memakanmu lagi," ucap Deffin dengan senyuman manis setelah Azkia membuka matanya.
Azkia yang wajahnya merona semakin memerah, dia menyelusupkan wajahnya ke dada Deffin yang terbuka, Azkia tidak tahu jika kelakuannya membuat Deffin semakin terpancing.
Tanpa aba-aba Deffin menggendong tubuh Azkia menuju kamar mandi. Azkia yang terkejut sedikit berteriak.
"Sshhtt ... Simpan teriakanmu kalau kita sudah di dalam kamar mandi, Sayang. Aku akan membuatmu menjerit keenakan seperti semalam," ucapnya dengan nada sensual.
"Apa !!! gila ya kamu, badanku sudah remuk semua rasanya," gerutu Azkia dalam hati.
Azkia sudah tidak bisa lagi menolak jika Deffin sudah mengungkit kesalahannya. meski dia memang tidak bersalah namun ide konyolnya membuatnya bertemu dengan Mark. Jadi dia tidak bisa mengelak.
Satu jam mandi bersama entah mengapa mereka tidak merasa kedinginan sama sekali.
Setelah bersiap-siap, Deffin menuruni tangga dengan menggandeng tangan Azkia, raut wajah senangnya bisa dilihat oleh tiga orang yang selama ini setia menemani hidupnya.
Setelah Deffin dan Azkia sudah memasuki ruang makan.
"Ternyata kejadian kemarin memberikan dampak baik," ucap bik Mur.
"Iya Bibi benar, tuan muda terlihat bahagia," sahut Roy.
Terdengar di telinga Roy jika Erwin menghela napas dalam, seperti sedang menerima kenyataan. Roy yang sudah sangat lama penasaran antara Erwin dan tuan mudanya, sudah tidak sabar lagi untuk bertanya, segera dia memberi kode untuk Erwin agar mengikutinya.
Ketika mereka sudah sampai di teras belakang yang sepi dari keberadaan para pelayan lain.
"Sampai kapan kamu akan merahasiakannya," ucap Roy dingin, dia sudah menganggap Erwin seperti adiknya sendiri, dia takut kalau Erwin akan membuat kesalahan yang akan membuat Deffin murka.
"Kakak ini sedang bicara apa, siapa yang lagi punya rahasia," jawab Erwin santai, tapi Roy yang mendengarnya membuat menatapnya tajam.
"Apakah kau tahu aku tidak bisa melakukan apa-apa jika kausampai membuat tuan muda murka, bagaimanapun juga bibi dan paman menitipkanmu padaku, jadi kamu jangan membuatku merasa takut." Jujurnya Roy dengan apa yang dia rasakan, akan sangat menakutkan jika sampai ada pertumpahan darah di antara orang yang di sayanginya.
"Kakak jangan khawatir, sebenci apapun tuan muda kepadaku dia tidak akan sanggup membunuhku." Erwin menjawab dengan kekehan menyebalkan bagi Roy. "Bisa dikatakan aku malaikat devilnya." Erwin semakin tergelak dengan ucapannya sendiri bagaimana bisa menggandengkan malaikat dan setan.
Tapi ucapan Erwin sama sekali tidak membuat Roy tertawa. Roy memandang Erwin dengan penuh selidik, dia menatap mata Erwin dengan tajam.
"Kau menyukai nona Azkia?"
pertanyaan Sekretaris Roy telak langsung menikam jantungnya, seketika Erwin memalingkan wajah, menghindari tatapan mengintimidasi itu.
"Hei! Kalian sedang apa?"
Tiba-tiba kehadiran Azkia merusak suasana tegang itu. Dengan wajah ceria dia berjalan mendekat, membuat kedua orang itu berpikir apa yang membuat Azkia merasa sangat bahagia, padahal ketika dia menuruni tangga tidak sebahagia itu.
"Tidak ada Nona," jawab mereka kompak.
"Wah kalian kompak sekali." Dengan tawa yang menggemaskan yang membuat Sekretaris Roy mengingatkannya pada seseorang.
Sedangkan Erwin yang melihatnya membatin, "Sudah lama aku tidak melihatmu tertawa seperti ini, apakah kebahagiaanmu benar-benar sudah kembali."
"Ayo cepat sekarang kita bersiap pergi, tuan Deffin mengajak kita ke kebun buah yang dipinggiran kota, bik Mur juga sudah siap, sekarang dia sudah ada di mobil."
Setelah mengatakan itu Azkia membalikkan badannya segera berlalu dari tempat itu, takut keburu Deffin sudah turun dari kamar karena mengambil ponselnya.
Niat Azkia tadi ingin menemui Erwin untuk mengajaknya pergi untuk liburan, meski hanya akan ke kebun buah yang pasti Erwin sudah sering mendatanginya, namun bukankah liburan adalah surganya para pekerja.
Tidak ada alasan aneh Azkia merayu Deffin ngotot mengajak Erwin, Azkia sedang berterima kasih karena bujukan Erwin, Deffin kemarin mengijinkannya keluar, meski acara hiburannya kacau tidak sesuai ekspektasinya.
Ya meski rayuannya ke Deffin akan membuat dirinya nanti malam kelelahan. tapi dia sedang mencairkan suasana yang terlihat kaku di antara empat orang itu. Padahal sudah lama mereka hidup bersama, seharusnya mereka tampak dekat meski statusnya berbeda.
****************
Setelah perjalanan cukup jauh, akhirnya dua mobil itu sudah sampai di tempat tujuan.
Dengan semangat Azkia turun dan menghampiri bik Mur, ketika akan menggandeng tangan bik Mur untuk mengajaknya memetik buah kesukaannya, tiba-tiba suara dingin menghentikan gerakan tangannya.
"Hei !! Kamu akan melupakan suamimu," ucapan Deffin yang terdengar merajuk membuat orang yang setia dibelakangnya menahan tawa.
Sedangkan Azkia memutar bola matanya malas, dengan wajah penuh senyuman dia memalingkan tubuhnya menghadap Deffin.
"Maaf sayang, aku terlalu antusias ingin memetik buah jadi lupa sama kamu." Dengan meringis tanpa dosa, dia mendekat ke arah Deffin langsung melingkarkan tangannya di sela lengan Deffin.
"Aku akan menghukummu untuk ini."
Deffin sudah siap mendaratkan bibirnya ke bibir Azkia, namun segera dihadang tangan Azkia.
"Jangan di sini sayang! Malu," kata Azkia lirih.
Namun perkataan Azkia membuat Deffin semakin kesal, melihat hal itu Azkia mempunyai inisiatif agar tidak memancing amarah di hari bahagia ini.
Azkia membisikkan sesuatu di telinga Deffin. "Kamu boleh menghukumku sesukamu asal jangan di hadapan mereka." Yang dimaksud Azkia hukuman mencium bibirnya sampai kehabisan nafas seperti biasanya, namun tidak sama dengan apa yang dipikirkan Deffin.
Raut wajah kesal Deffin segera tergantikan dengan seringainya. Tidak tahukah kamu Azkia bahwa kamu salah memancing memberikan umpan pada singa yang suka lapar.
****************
Setelah puas memakan buah apel favoritnya yang dia petik sendiri, kini Deffin yang tiduran di paha Azkia yang beralaskan tikar sedang mengingatkan hukuman Azkia.
"Karena kamu sudah kenyang, jadi kamu bisa menikmati hukumanmu dengan santai," ucap Deffin yang lalu bangun dari posisinya dan langsung saja dia menabrakkan bibirnya ke bibir mungil Azkia, tangannya tidak tinggal diam dia mulai melepaskan kancing depan baju Azkia.
"Sayang bukankah hukumannya cukup di bibir saja, kenapa harus melepaskan kancing bajuku," ucap Azkia setelah bibir itu terlepas karena kehabisan nafas.
"Apakah kau tidak mengerti, hukuman itu akan lebih nikmat jika menghukum di area yang nikmat pula." Dengan seringai penuh kemenangan melihat wajah Azkia yang pucat tidak bisa berkata apa-apa.
Sedangkan Azkia membatin dalam hatinya, "Dasar, Tuan Gila. Bagaimana kalau sampai ada orang yang melihat?"

Tuan Muda Posesif Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang