16. Kehancuran Part 2

321 11 0
                                    

Sedangkan di tempat lain Azkia baru saja masuk ke dalam kamar, Azkia kaget di sofa sudah ada Deffin yang duduk dengan baju santainya.
" Kenapa baru pulang?!" Deffin berkata dengan wajah khawatir, namun nada suaranya yang terdengar ketus mengalihkan pandangan Azkia atas perasaan terlenanya.
" Aku tadi mampir ke cafe lain, untuk memperbaiki moodku," jawaban jujur Azkia, dia memang mampir ke kafe lain untuk membeli makanan dan minuman yang serba cokelat, moodnya akan kembali membaik jika sudah mencicipi makanan rasa manis itu.
" Duduk sini!" perintah Deffin dengan menepuk sofa sampingnya.
Azkia yang merasa lelah jiwa dan raga menurut, setelah berhasil mendaratkan tubuhnya dengan cepat Deffin menariknya ke dalam pelukannya.
"Istirahatlah kau pasti lelah," ucap Deffin dengan lembut, bagaikan mantra tanpa menunggu waktu lama Azkia langsung terlelap dipelukan Deffin.
Deffin membelai lembut rambut panjang Azkia, Dan sesekali mendaratkan ciuman di puncak kepala istri kesayangannya itu. Setelah cukup lama Deffin membaringkan Azkia ke tempat tidur, dirinya juga menyusul Azkia menenggelamkan tubuh mereka di bawah selimut yang sama, dengan pelukan erat yang menyeretnya ke alam mimpi.
****************
Pagi yang sejuk memaksa Azkia untuk bangun dari mimpi indahnya. Hal pertama kali yang dilihat setelah membuka mata adalah suami tampannya, Tidak terasa bibirnya melengkung ke atas, puas memandang wajah Deffin, Azkia meraih ponselnya di atas nakas,
Dengan gerakan hati hati agar tidak membangunkan suaminya.
Iseng Azkia membuka berita online, dan terkejutnya dia melihat berita menyangkut kehancuran keluarga Hendrawan, Azkia terus membaca hingga ke bawah, Rasa iba seketika berubah jadi marah ketika berita mengatakan, mereka penyebab ibunya meninggal dalam kecelakaan, dan sekarang dia ingat percobaan pembunuhan yang dilakukan Bella kepadanya.
Deg...
Kakak tampan... Ada setetes air mata yang jatuh melewati pipinya, ketika teringat kejadian itu, Itu adalah di mana hari terakhirnya mendengar suara yang mengingatkan tentang masa kecilnya.
" Apa yang kau pikirkan?"
Suara Deffin membuyarkan lamunan Azkia tentang masa lalunya.
" Tidak ada sayang," sahutnya lembut, dia mencoba menutupi apa yang sedang di rasakannya.
"Ya sudah cepat lakukan tugasmu, hari ini aku ada pertemuan penting," perintah Deffin. "Kalau saja aku tidak harus ada janji temu dengan pria botak CEO perusahaan Maxim group, sudah pasti aku akan gunakan hari ini untuk tidur sambil memelukmu. Entah mengapa perasaanku masih tidak enak," lanjutnya dalam hati.
Azkia menganggukkan kepalanya, dan segera berlalu. Dia melayani Deffin hingga berangkat ke kantor.
***
Di rumah setelah kepergian Deffin, Azkia kembali memikirkan sekelebat peristiwa masa lalunya, Kejadian percobaan pembunuhan. Bella berniat menabraknya dengan mobil yang dikemudikannya, namun ada seseorang laki-laki yang menyelamatkannya.
Azkia berusaha keras mengingat itu sampai membuat kepalanya terasa sakit, namun yang diingat hanya kata " Kau tidak apa-apa peri kecil." namun hatinya merasa bahwa lelaki itu orang yang sama yang selalu menolongnya sejak kecil dari bahaya yang menimpanya.
"Kenapa aku masih belum bisa mengingat semuanya, bagaimana aku mencari kakak tampanku kalau wajahnya saja tidak bisa kuingat. Tunggu aku datang kakak tampan, sesuai janji kita aku akan menikah denganmu, tapi.. bagaimana dengan Deffin, meski dia arogan dan seenaknya sendiri selama ini dia baik padaku, tapi bagaimana jika kakak tampanku juga sudah menikah, aahh entahlah kepalaku rasanya mau meledak memikirkan ini."
Setelah cukup lama menimbang tentang jalan hidup yang akan dijalaninya, Azkia akhirnya memutuskan selama Deffin tidak menyakiti terutama hatinya, Azkia akan mencoba untuk bertahan, toh itu omongan anak kecil mungkin kakak tampannya juga sudah lupa.
Drrrtt.. drrtt...
"Kau tidak usah sombong dulu, mungkin kau sudah lihat kehancuran keluargaku, tapi kau tidak pernah tahu kalau Deffin hanya pura-pura mencintaimu, datang saja sekarang ke kantornya jika ingin lihat buktinya, selama ini kita main api dibelakangmu."
Pesan panjang yang dikirimkan Bella, sebenarnya Azkia malas menanggapinya, namun karena penasaran dia akan datang, mungkin ini akan menjadi jalan yang akan dipilih untuk tujuan selanjutnya.
***
Tidak ada yang pernah tahu apa yang terjadi kedepannya kecuali Tuhan. Di tempat lain Deffin yang sudah selesai dengan urusan pekerjaannya dengan tuan botak, kini kembali keruangannya dengan Sekretaris Roy yang berada di belakangnya.
Tanpa mereka sadari ada seorang yang mengendap masuk ke lantai tertinggi tersebut, kini dia sedang mengawasi mereka berdua, dengan tersenyum misterius tinggal selangkah lagi rencananya akan berhasil, membuat Azkia pergi adalah langkah awal, mendekati Deffin adalah perkara mudah baginya.
Sedangkan di dalam ruangan.
"Kalau hanya seperti itu, harusnya tidak usah membuat janji, dasar botak menyebalkan." Sedari tadi gerutuan Deffin tidak berhenti.
"Tuan muda, mungkin kabar ini akan membuat Anda senang." Kata Sekretaris Roy setelah menerima telepon.
"Apa?!" tanyanya ketus.
"Nona muda akan datang kemari." laporan Roy yang di dapat dari Erwin, namun Roy tidak menceritakan takutnya mood tuan muda semakin memburuk.
"Sekarang Nona sudah di lobby, saya pamit undur diri, ada pekerjaan yang harus dikerjakan."
Tanpa melihat wajah senang milik Deffin, Roy segera berlalu, daripada jadi obat nyamuk pikirnya. Sedangkan Deffin yang tersenyum langsung menuju ke arah jendela, menghadapkan tubuhnya melihat pemandangan ibu kota.
Aturan baru setiap bertemu Azkia harus memeluknya, dan dia sudah tidak sabar ingin merasakan adegan romantis dipeluk dari belakang oleh wanita yang dicintainya.
****************
Yang ditunggu akhirnya muncul, orang yang dibayar untuk mempermudah rencananya sudah memberikan informasi kedatangan Azkia, dengan santai Bella berjalan menuju ruangan Deffin, pelan dia membuka lebar pintu tanpa menutupnya.
Bella menduga Deffin tidak menyadarinya.
Sedangkan Deffin senang mencium aroma parfum milik istrinya berjalan mendekatinya, segitu perfectnya Bella merencanakan ini semua, hingga dia memakai parfum yang sama yang digunakan Azkia.
Deffin bisa tertipu dengan Indera penciumannya karena aroma parfum, tapi tidak dengan reaksi tubuhnya, rasa mual semakin kuat, dan semakin tidak kuat menahan gejolak yang dirasakan perutnya ketika wanita itu melingkarkan tangannya ke pinggang Deffin dengan mesra, dan menempelkan wajahnya ke punggung Deffin untuk menikmati aroma tubuhnya.
Sadar bukan tangan milik istrinya yang melingkar, dengan cepat dia berbalik dan siap meledakkan amarah dan rasa muntahnya.
Namun, detik itu juga semua yang dirasakannya menghilang, bahkan jiwanya bagai terlepas dari raganya, ketika Deffin melihat seseorang wanita cantik yang berdiri di depan pintu. Ketiga orang itu berspekulasi masing-masing.
"Azkia, ki-- kiaku melihat hal menjijikkan ini," batin Deffin. Dengan wajah pucat Deffin lalu melirik marah Bella yang sudah bertindak kurang ajar.
"Kau suka kejutanku Azkia, selamat menikmati rasa sakitmu..." Batin Bella dengan senyum penuh kemenangan ketika melihat Azkia berlari meninggalkan ruangan.
Deffin yang akan mengejar Azkia dicegah Bella yang menarik tangannya. Entah apa yang akan terjadi selanjutnya...
Sedangkan Azkia yang berlari, tidak peduli dengan tatapan para karyawan yang memandang penuh tanya, apa yang terjadi dengan nona mudanya yang berlari dengan wajah marah, yang terkadang terlihat mengusap air mata yang jatuh ke pipinya.
"Inikah pertemuan penting itu, Bella kah orangnya?"
"Ada apa denganku, mengapa rasanya sangat sakit, kau yang sudah menghancurkan semuanya bahkan sebelum aku memulainya Deffin. Jangan salahkan aku, jika aku akan pergi darimu...."

Tuan Muda Posesif Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang