20. Malam Pertama

516 12 0
                                    

Hari yang seharusnya membuat Azkia bahagia, seketika berubah menjadi ketegangan.
Dua orang sepasang mantan kekasih itu masih tidak menyadari ada segerombol orang yang mendekati mereka.
Deffin dan yang lain masih memberikan jarak, namun obrolan mereka cukup terdengar dengan jelas di indra pendengaran mereka.
Setelah Mark meminta Azkia untuk merajut hubungan mereka kembali.
"Kau sudah gila Mark, aku sudah menikah, dan itu tidak mungkin akan terjadi." Azkia berbicara dengan memberikan sorot mata tajam.
Bagaimana orang di depannya mempunyai pikiran gila seperti itu.
"Aku memang sudah gila karenamu Azkia, selama ini hidupku hampa tanpamu ...." Lirihnya.
"Aku akan lebih membahagiakan dirimu dari tuan Deffin sialan itu." Mark berkata dengan penuh percaya diri, untuk meyakinkan hati Azkia bahwa dirinya yang terbaik.
"Kau benar-benar semakin tidak waras, aku tidak akan mungkin meninggalkan suamiku jika dia tidak bersalah," ucap Azkia mencoba memberi tahu Mark bahwa meskipun pernikahan ini tidak diinginkannya namun Azkia mempunyai komitmen yang kuat, jika Deffin tidak menyakitinya dia akan bertahan dengan pernikahan ini.
"Huh! mungkin ucapan ibuku benar, kau lebih memilih tuan Deffin karena dia kaya dan berkuasa," ucapan Mark sangat berbeda dengan apa yang di hatinya, namun kata-kata itu adalah pancingan untuk Azkia agar dia mendapatkan apa yang diinginkannya.
Dan benar dugaan mark, Azkia mengangkat tangannya bersiap untuk menampar pipinya, namun tiba-tiba dari arah belakang Azkia ada yang menahan tangan mungil itu.
"Sayang ... Jangan kaukotori tangan indahmu ini untuk menampar orang tak berguna ini," ucap Deffin sinis sambil melirik tajam Mark.
Lalu tatapannya beralih ke arah Azkia yang speechless melihat kedatangannya, dengan lembut Deffin mencium pipi Azkia, dan berbisik di telinga Azkia yang membuatnya bertambah merinding.
"Aku hukum lebih berat kalau kau sampai menyentuh laki-laki lain," ancaman Deffin yang selalu bertindak nyata dengan ucapannya.
Sedangkan Mark yang melihat, semakin terasa diremas jantungnya. Ada rasa bahagia tadi ketika Azkia akan menampar pipinya, itu akan menjadi pertama kalinya Azkia akan menyentuh wajahnya, meskipun tamparan bukan elusan kasih sayang, namun itu yang dia tunggu selama kenal dengan Azkia, yaitu menyentuh wajahnya.
"Roy beri peringatan dia agar tidak menggangu istriku," ucap Deffin dengan nada dingin.
"Baik Tuan Muda."
Setelah memberikan perintah kepada Roy, Deffin menarik pergelangan tangan Azkia agar mengikuti langkahnya. Diikuti Erwin yang berjalan di belakang mereka, dia yang nantinya akan menjadi sopir mereka berdua, sedangkan Roy entah memberi peringatan apa kepada Mark di tempat mereka berdiri tadi.
****************
Suasana di dalam mobil sangat mencekam, setelah Deffin mengucapkan..
"Aku sebenarnya sudah ingin membunuhmu tadi Erwin, tapi karenamu hari ini aku mendapatkan ketenangan dari rasa gelisahku, jadi aku mengampunimu," ucapnya dingin.
"Terima kasih Tuan Muda."
Sedangkan Azkia sedang berpikir. "Apakah tuan aneh ini tahu kalau aku meminta bantuan Erwin untuk bisa keluar, tapi apa yang membuatnya merasa tenang hingga mengampuni Erwin."
Setelah itu yang terjadi hanya keheningan, Azkia yang sedang takut melihat kemarahan yang belum hilang di wajah Deffin, dia memutuskan pura-pura tidur hingga mobil memasuki halaman rumah. Kelakuan menggemaskannya membuat kedua orang itu membatin.
"Kelakuanmu tidak pernah berubah, selalu cari cara agar bisa bersembunyi dari kesalahanmu. Dasar peri kecilku yang licik!" Erwin.
"Pintar sekali kau memilih pura-pura tidur. lihat saja hukumanmu nanti atas sikap kurang ajarmu yang membuatku benar-benar ketakutan karena kehilanganmu.” Deffin.
Setelah sampai di kamar menutup pintu dengan kakinya tanpa menguncinya, Deffin membisikkan sesuatu di telinga Azkia.
"Bagus jika dirimu sudah tertidur, aku bisa memberikan hukumanmu tanpa ada perlawanan darimu."
Ucapan ambigu Deffin membuat Azkia membuka matanya seketika.
"Sa-sayang apa maksudmu, hukuman. Aku memang melakukan kesalahan apa?" tanya Azkia terbata-bata.
Melihat reaksi Azkia, Deffin sengaja membuat Azkia lebih panik dengan melemparkan tubuh Azkia ke atas ranjang.
Dengan santai dia mulai membuka kancing kemeja yang dipakainya.
Sedangkan Azkia menelan ludahnya dengan susah payah, rasa gugup sudah mendominasinya. Apalagi melihat tubuh sixpack Deffin, otot-otot yang terlihat seksi semakin memanjakan matanya.
"Astaga ... Meskipun setiap hari memandikannya tapi ini pertama kalinya aku secara intens memandangnya. ternyata tubuhnya sangat menggoda, Astaga ... Apa yang terjadi dengan otakku."
Azkia menggelengkan kepalanya menyadari pikiran anehnya. Deffin yang melihatnya tersenyum dan kembali menggoda Azkia dengan penuh semangat.
"Kau tergoda melihat tubuhku, jangan hanya dipandangi, kauboleh menyentuhnya sesukamu."
"Ti-tidak sayang, kamu salah paham." Azkia semakin gugup, dia panik sekarang tubuhnya berada tepat di bawah Deffin, dia mengurung tubuh Azkia dengan masih bertumpu pada lututnya.
Posisi ini terlalu intim daripada yang mereka lakukan selama ini. Apalagi Deffin sekarang mulai menciumi seluruh wajah Azkia.
"Sayang, tapi apa salahku, kenapa aku dihukum." Usaha Azkia agar Deffin menghentikan aktivitasnya.
"Kau bertanya apa salahmu."
Azkia hanya bisa mengangguk karena bibirnya sudah dilumat dengan lembut oleh Deffin, lalu ciuman itu turun ke leher jenjang dan putih milik Azkia.
"Auwh ...." Rintihan yang lolos dari bibir Azkia karena ciuman kuat Deffin di lehernya terasa sedikit sakit dan pastinya membekas.
"Itu hukuman karena kau berusaha kabur," ucap Deffin lalu melanjutkan ciumannya ke bawah.
"Ta-- emmhp ... emmhhp," belum selesai bicara Deffin sudah membungkam mulut Azkia lagi sampai tersengal, hingga Azkia tidak bisa berbicara.
Setelah itu Deffin melanjutkan di area yang lain, melakukan hal yang sama meninggalkan bekas merah.
"Ini hukuman karena Kau meminta ijin keluar rumah agar bisa bertemu dengan mantanmu."
"Sayang aku tidak sengaja bertemu dengan Mark," lagi-lagi mulut Azkia dibungkam dengan lembut namun tetap sampai kehabisan nafas.
"Jangan sebut namanya."
Azkia mengangguk tapi Deffin tidak mau berhenti, dia bahkan semakin ganas.
"Dasar gila, bagaimana aku bisa menjelaskan kalau kau selalu mencium bibirku hingga kehabisan nafas," gerutu Azkia dalam hatinya.
Sedangkan Deffin memang sengaja membuat Azkia tidak bisa membela diri.
Deffin yang mengingat kembali Mark yang memegang pergelangan tangan Azkia, dan apa yang di bicarakannya, membuat api kecemburuannya tersulut lagi, dan kini lebih berkobar.
Tanpa sadar dia sudah melucuti pakaian Istri dan juga yang terakhir miliknya, Azkia hanya bisa pasrah dengan apa yang di lakukan Deffin, sensasi ini membuat kepalanya pening hingga ia terseret dengan buaian kenikmatan yang membuatnya hanya bisa mencengkeram sprei tempat tidur.
Malam semakin larut, namun suara desahan itu belum juga berhenti, dinginnya malam tidak menyusutkan gelora panas kedua orang itu.
Hingga mereka terlelap karena kelelahan, mereka berdua tidur sambil saling memeluk, yang menyeret mereka ke alam mimpi yang indah.
***

Tuan Muda Posesif Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang