13. Pelayan Misterius

336 10 0
                                    

Tidak terasa sudah dua bulan Deffin dan Azkia mengarungi bahtera rumah tangganya.
Namun, hubungan mereka hanya maju satu langkah saja, yaitu mereka berdua sudah bisa mengobrol santai, soal aturan otoriter jangan berharap akan hilang, karena itu adalah bukti cinta Deffin untuk Azkia.
Pagi hari yang biasanya tenang, agak menegang di ruang makan.
"Ini jus Anda, Tuan Muda," ucap seorang pelayan laki-laki, dengan sopan dia menaruh gelas berisi jus kesukaan Deffin yang baru saja selesai dibuat oleh seorang koki.
Deffin menjatuhkan sendok hingga berdenting keras di piring. Dia terkejut mendengar suara yang sangat familiar di pendengarannya.
Sedangkan Azkia yang kaget dengan kelakuan Deffin, ia mendongakkan kepalanya. Dia menoleh ke suara asing tersebut, Azkia terperangah melihat seorang pelayan laki-laki berwajah tampan dan memiliki wajah imut, saking gemasnya, ingin sekali rasanya ia mencubit kedua pipi yang agak tembam itu.
"Dari mana datangnya manusia menggemaskan ini, kok aku baru tahu sekarang ada pelayan yang unyu-unyu begini, masak sih dia hanya pelayan, cocokan juga jadi artis," batin Azkia yang pandangannya menelisik pelayan laki-laki tersebut.
Azkia benar-benar tidak percaya kalau orang di samping suaminya itu seorang pelayan, namun seragam yang dikenakannya telah menjawab keraguan Azkia. Sedangkan aturan ketika tuan dan nona muda sedang makan dilarang ada yang masuk kecuali Bik Mur, membuat Azkia berpikir mungkin pelayan tersebut yang disuruh membantu Bik Mur, lebih tepatnya wakilnya.
"Apakah ini yang namanya Erwin? Meski seringkali namanya disebut, baru kali ini aku bisa melihat wajahnya.  Tapi, kenapa wajahmu menahan marah, Tuan Aneh. Ada apa ini?" Azkia kebingungan melihat dua wajah yang memiliki ekspresi berbeda.
"Apakah kau sudah pikun? Sudah kubilang jangan menunjukkan dirimu di depan istriku!!"
Deffin berteriak marah, namun dia masih bisa mengontrol emosinya, karena terbukti tidak ada satu pun barang yang melayang, yang biasanya pasti terjadi jika ada pelayan yang melakukan kesalahan hingga membuatnya berteriak seperti itu.
"Maaf, Tuan Muda. Ayolah jangan marah-marah, Bik Mur sedang sakit dan beliau pulang, tidak mungkin saya menyuruh pelayan lain mengantar jus anda," jawab Erwin sopan, namun bicaranya terlihat santai, sekalian dia mengingatkan tentang aturan yang dibuat Tuan Mudanya sendiri.
Sedangkan Azkia yang mendengar jawaban Erwin semakin dibuat takjub, baru kali ini ia melihat pelayan yang menjawab perkataan Erwin dengan tidak sama sekali bergetar ketakutan, padahal biasanya pelayan langsung berlutut memohon ampun jika melakukan kesalahan.
"Cepat pergi dari sini!!!" usir Deffin sambil memberikan sorot mata membunuh untuk Erwin.
Erwin hanya menundukkan kepalanya sebagai isyarat undur diri, dengan senyuman yang membuat Deffin semakin jengah.
"Sial! dari dulu kau tidak berubah, jika tidak teringat kejadian yang dulu, mungkin sudah lama aku menendangmu dari negara ini. Hanya kau bawahanku yang berani membangkang," ucap hati Deffin.
Setelah selesai menguasai perasaan dongkolnya, Deffin tersadar melihat Azkia yang pandangannya mengikuti langkah kaki Erwin keluar dari ruang makan.
Braakkk
Dengan keras Deffin menggebrak meja yang untungnya dari kayu, jadi tidak ada barang yang rusak atas kejadian hari ini.
Azkia yang kaget refleks mengelus dadanya.
"Dasar Tuan Gila," umpat hatinya.
"Hei, jaga matamu!! berani-beraninya kau memandang pria lain saat kau bersamaku." Deffin sangat cemburu, namun sekuat tenaga dia menjaga intonasinya agar tidak terlihat.
"Sayang, aku hanya penasaran siapa dia? Lagian dia masih sangat muda sudah jadi pelayan."
"Siapa bilang dia masih muda, dia setahun lebih tua dari kamu."
"Masa sih ... ta--"
"Stop!!! Kenapa jadi bahas dia, lanjutkan makanmu,"
Azkia hanya mengangguk, baru akan menyuapkan makanan di mulutnya, terdengar Deffin berbicara lagi.
"Tunggu, pindah sini di sampingku, suapi aku karena kesalahanmu."
"Hah, memang apa salahku? apa karena memandangnya ... dasar Tuan Aneh," batin Azkia.
"Ayo, cepetan." Perintah Deffin tidak sabaran. "Huh, gara-gara anak itu, selera makanku hilang. Aku jadi terpaksa mengganggu Azkia yang sedang menikmati sarapannya untuk menyuapiku," lanjut Deffin dalam hati.
"iya ... iya ...." Dengan segera Azkia pindah di kursi sebelah Deffin, dengan bergantian menyuapkan sarapan miliknya sendiri dan juga milik Deffin, hingga makanan di piring itu habis tidak tersisa.
****************
Setelah kepergian Deffin, Azkia sengaja tidak langsung masuk kamar, dia mengelilingi rumah besar ini untuk mencari sosok pelayan menggemaskan itu.
Terlihat orang yang dicarinya sedang duduk santai membaca buku di kursi yang menghadap taman belakang.
Azkia berjalan mendekati, lalu berhenti tepat di depannya.
Merasa ada yang mengganggu istirahatnya, Erwin mendongakkan wajahnya dari buku yang dia baca.
Sedikit terkejut ketika melihat Nona Muda mendatanginya, namun segera bibirnya mengulas senyum yang sangat manis.
"Ada yang bisa saya bantu, Nona?" Tanyanya sopan, setelah berdiri dan menundukkan kepalanya.
"Tidak, hanya saja bisakah kita mengobrol, aku sedang bosan karena tidak ada kegiatan," ucap Azkia canggung.
"Apakah Tuan Muda memberikan izin untuk Anda bisa mengobrol dengan saya?"
Azkia menggelengkan kepalanya dan nyengir kuda. Lalu dia berkata, "Tapi kamu orangnya pemberani, buktinya tadi kamu terlihat santai menghadapi Tuan Deffin, dan juga kamu sepertinya orang yang asyik daripada Bik Mur dan Sekretaris Roy yang sangat kaku."
Erwin tersenyum tipis mendengar kata-kata Azkia. "Apa yang ingin Anda tanyakan?"
"Bagaimana jika dimulai tentang dirimu dulu, ceritakan apa saja tentang dirimu." Basa-basi Azkia sebelum ke misinya.
"Tidak ada yang menarik dalam kehidupan saya, bagaimana jika, Nona saja yang bercerita."
Azkia lalu menceritakan sebagian tentang kisah hidupnya, yang pernah juga dia ceritakan kepada Deffin. "Hanya demi ingin tau tentang keanehan Tuan Aneh itu, aku rela lelah bercerita," gumam hati Azkia.
"Sudah berapa lama kamu ikut dengan Tuan Deffin?" tanya Azkia yang mulai menjalankan misinya..
"Dari lahir," jawab Erwin dengan santai.
"Orang tuaku dulu juga pelayan Tuan Besar, mereka juga orang kepercayaan Tuan Besar, sama dengan Ayah dari Tuan Roy, dan juga Bik Mur sebenarnya adalah bibiku."
"Tapi mengapa kamu baru saja terlihat? Tidak seperti Bik Mur dan Sekretaris Roy?"
"Karena jika Tuan Muda melihatku, hanya akan mengingatkan Tuan Muda akan sesuatu."
"Apa itu? Dan bukannya sudah lama kamu membantu Bik Mur di sini, tapi kenapa aku sama sekali tidak pernah melihatmu." Azkia semakin dibuat penasaran.
Erwin menghela napas sebelum bercerita, pandangannya menatap Azkia penuh makna,
"Karena Tuan Muda cemburu," jujurnya namun membuat Azkia tertawa karena jawaban Erwin yang dikira sedang bercanda.
"Selain wajahmu yang menggemaskan, kamu juga lucu, saking gemasnya ingin aku cubit kedua pipimu itu, hehe.." Azkia masih melanjutkan tawanya, ia tidak sadar dengan keceplosannya.
Sedangkan Erwin tidak menimpali, namun pipinya memerah mendengar kata-kata Azkia, beruntung Deffin tidak melihat.  Jika tidak, nyawa Erwin mungkin akan melayang detik ini juga.
"Karena kamu orang yang lama mengenal Tuan Deffin, sekarang ceritakan semuanya tentang dia," pinta Azkia dengan wajah penuh harap, inilah misinya.
Erwin terdiam cukup lama, namun hatinya berkata...
"Kau masih saja seperti dulu, Nona. Seorang gadis pemberani yang juga menggemaskan, andaikan Tuan Deffin tidak pernah melihatmu, aku pasti adalah orang pertama yang akan mengikatmu agar tidak bisa jauh dariku...."

Tuan Muda Posesif Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang