26. Pelampiasan Kemarahan

455 12 0
                                    

Azkia yang speechless mendengar panggilan dari Deffin berpengaruh juga pada tubuhnya, entah mengapa rasa lemas menyerangnya seketika, Deffin yang merasakan tubuh Azkia lemas segera memapahnya untuk duduk di sofa yang berada di sampingnya.
"Kau baik-baik saja?" tanya Deffin penuh dengan wajah khawatir.
Azkia mengangguk lalu bertanya,
"Ka- kamu, me- memanggilku dengan nama Kia?" ujarnya terbata, panggilan itu membuat ada perasaan yang tidak bisa dibendung dan detik itu juga memaksa untuk keluar, kemudian ada air mata yang jatuh membasahi pipinya.
Deffin menganggukkan kepalanya mengiyakan pertanyaan Azkia.
"Astaga ... Apalagi ini, belum ada jawaban tentang rasa penasaranku pada Erwin, sekarang kau tiba-tiba juga membuatku merasakan akan sesuatu hal yang sulit aku ingat, entah mengapa aku sangat nyaman mendengar panggilan itu," gumam hati Azkia.
"Kenapa kau malah menangis, apakah kau tidak suka mendengar aku memanggilmu Kia," ucap Erwin sambil menghapus air mata Azkia, namun ada rasa kecewa dalam hatinya, bahkan mungkin akan meneteskan air mata jika dia sedang sendiri.
"Mungkinkah semua telah berubah, apakah Erwin berhasil merebut hatimu dariku," ujar Deffin dalam hati.
"Bukan, justru aku sangat suka panggilan itu, entah mengapa membuatku merasa nyaman," jujur Azkia, panggilan itu memang tidak asing di telinganya, namun dia tetap tidak tahu alasan kenapa menyukai panggilan itu.
"Baik mulai sekarang aku akan memanggilmu dengan nama itu," ujar Deffin dengan senyuman manis.
Azkia refleks memeluk Deffin entah mengapa dia sangat senang sekali, sampai lupa seharusnya dia masih marah sama Deffin.
Deffin yang juga merasa bahagia Azkia kembali ke pelukannya membalasnya dengan erat. cukup lama berpelukan Deffin lalu melepaskan pelukan itu, dengan cepat menggendong Azkia ala bridal style.
"Aaahh.. kenapa tiba-tiba menggendongku."
Azkia refleks mengalungkan tangannya ke leher Deffin karena takut nanti terjatuh.
"Kauperlu dihukum sayang, semalaman kau membuatku tidak bisa tidur," ucapnya sensual.
"Hah! La- lalu kenapa kita malah keatas," ucapnya bingung melihat Deffin malah menaiki tangga bukan keluar dari rumah ini untuk pulang.
"Kita membutuhkan kamar sekarang untuk menghukummu, kau harus membuat tidurku nyenyak malam ini."
"Tapi kan, bisa di rumah," ucap Azkia berbisik dia sangat malu. "Kau memang benar-benar gila ini rumah orang, masak iya kita bercinta di rumah orang, kau tidak malu dengan Erwin masak bosnya tidak kuat menyewa hotel dan malah nginap di rumah pelayannya," lanjut Azkia dalam hati.
Deffin tidak menjawab namun dia malah memberikan senyum mencurigakan.
"Bukan hanya dirimu yang aku hukum tapi Erwin juga, akan kubalas dia karena keenakan membawamu pergi," batin Deffin.
Di atas hanya ada dua kamar yang bersebelahan, Deffin yang dulu biasa menginap di sini dia langsung menuju kamarnya. Setelah mengunci pintu Deffin memulai aksinya.
Deffin membaringkan tubuh Azkia di ranjang berukuran sedang, tanpa mengulur waktu dia menciumi wajah Azkia mulai dari kening, lalu turun ke mata, hidung, kedua pipi yang mulai merona itu. Dan yang terakhir menikmati bibir manis yang tidak di rasakannya seharian.
Deffin cukup lama merasakan bibir Azkia hingga merasa puas, kedua tangannya bahkan tidak ada yang bisa diam, dia terus membuat Azkia bergerak tak karuan.
Setelah berhasil di misi pertamanya, ciuman Deffin semakin turun ke bawah, hingga Azkia tidak bisa menahan suara desahannya, bibir dan tangan Deffin yang nakal membuatnya menjerit keenakan, hingga hujaman kenikmatan akhirnya di rasakan Azkia.
Hujaman kenikmatan akhirnya berakhir setelah Deffin puas melampiaskan semua perasaannya, antara marah, rindu dan senang melebur menjadi satu.
Hingga mereka berdua terlelap karena kelelahan dengan saling memeluk satu sama lain. Mereka tidak peduli dengan penghuni kamar di sampingnya, dan memang itulah niat Deffin.
****************
Kamar sebelah adalah milik Erwin, tidak ada alat kedap suara di setiap kamar di dalam rumah milik Erwin ini.
Jadi kalian bisa membayangkan apa yang dirasakan Erwin.
"Sial!!! Kurang ajar tuan muda, dia membalasku dengan cara itu," umpatnya di lorong ruang bawah tanah. Tidak peduli akan ada pengawal suruhan tuan mudanya yang akan melaporkan umpatannya.
Rasa kesalnya sudah sampai ubun-ubun. Dia yang tertidur sebentar karena kelelahan habis mengemudi, tidur tenangnya diganggu oleh dua orang tidak berakhlak itu.
Ketika Deffin datang tadi, dia langsung pergi menuju kamarnya untuk istirahat, tidak mau melihat adegan yang membuat panas hatinya, malah tuan muda yang tidak tahu diri itu sengaja membuatnya kesal hingga tidak bisa tidur.
Srrreett... srrreett.... srrreett...
Suara sayatan pedang menggores kulit Ellena, inilah cara memaksa Ellena agar mau buka mulut, padahal sekujur tubuh Ellena sudah lebam karena dipukuli para pengawal, namun dia tetap bungkam meski Erwin yang sudah turun tangan.
"Kau bodoh, demi orang yang hanya memanfaatkan rasa cintamu, kau memilih mati." Sambil menekan besi panas di dada Ellena.
Perkataan Erwin membuat pikiran waras Ellena kembali, dia sontak langsung menangis kebodohan akibat cinta butanya yang membuat dia kehilangan segalanya.
Bukan hanya kecantikan, kekayaan dan kepintarannya malah semua ia tukarkan dengan cinta buta yang sekarang siap untuk merenggut nyawanya.
"Sudah sadar, sekarang katakan siapa yang menyuruhmu! Akan aku bantu balaskan rasa sakitmu," ucap Erwin sangat dingin.
"Arnold," ucap Ellena lirih dan terbata, namun Erwin masih bisa mendengarnya dengan jelas.
"Apakah Arnold Alfonso yang kau maksud," ucap Erwin menyelidik.
Ellena hanya mengangguk karena sudah tidak sanggup berbicara, namun keseriusan wajahnya dengan apa yang di katakannya membuat Erwin percaya.
"Baik, akan kubalaskan kesakitanmu padanya."
Ellena tersenyum sebagai ungkapan terima kasih. namun kemudian sorot matanya seperti meminta sesuatu.
kemudian...
Doorr...
Peluru itu menembus jantung Ellena, sesuai apa yang di harapkannya, Erwin mempercepat kematiannya agar tidak membuatnya semakin menderita.
"Ternyata kau sudah kembali, tapi jangan berharap kau bisa mendapatkan apa yang membuatmu beralasan kembali lagi ke negara ini. Karena aku adalah orang pertama yang membunuhmu jika sampai merusak hubungan mereka berdua."
****************
Sedangkan di tempat lain.
"Aarrggghhh ... sial !! Kau benar-benar kurang ajar Deffin, tidak cukup kau menipuku dengan berita palsu itu, sekarang kau sudah menikahinya, bahkan aku tidak tahu wajah peri kecilku sekarang ini. Karena semua tentangnya kau tutup rapat, bahkan foto pernikahanmu tidak ada satu pun yang bisa kudapatkan."
Pyaarr... pyaarr..
Suara botol bekas minuman keras itu pecah semua, ruangan apartemen itu hancur bagaikan kapal pecah. Dia yang selama ini terasingkan, kini sudah kembali menghirup udara yang sama di negeri kekuasaan Deffin.
"Tunggu aku peri kecil, aku akan merebutmu dan langsung menikahimu, seperti impianku dulu ...."
Gumamnya sebelum kehilangan kesadaran.

Tuan Muda Posesif Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang