17. Deffin Sakit

353 12 0
                                    

Di ruangan Deffin suasananya sangat mencekam, badai yang sebenarnya telah terjadi.
"Dasar jalang! Brengsek !!!!" teriak Deffin marah. Dengan segera Deffin mengambil pistol yang di simpan di laci dan menembak kaki kiri Bella.
Doorr..
Seketika Bella ambruk di lantai dengan teriakan histerisnya. Bahkan bibirnya tidak sanggup bicara lagi karena menahan sakit akibat merasakan timah panas yang menembus kulitnya.
" Sengaja aku tidak menembak kepalamu, suatu keberuntungan jika kau langsung mati," ucapnya dengan nada dingin juga masih menatap dengan aura membunuh.
"Aarrggghhh...." Deffin meluapkan rasa kesalnya. Semua yang ada di atas meja jatuh berserakan, sudah tidak peduli barang penting atau tidak.
Masih belum puas, Deffin menginjak dada Bella dan menekannya.
"Aku bersumpah akan membuatmu menderita hingga kau memohon kematianmu sendiri."
Adegan terakhir itu ditonton oleh Roy. Roy yang tadi langsung keluar dari ruangannya setelah bawahannya memberikan informasi ada penghianat yang bisa memasukkan Bella masuk ke dalam kantor, dia segera berlari untuk memberitahu Deffin, namun sialnya setelah membuka pintu dia melihat Azkia yang berlari dengan wajah marah dan menahan tangis.
"Sial! Aku terlambat," batin Roy.
Lalu Roy mengintruksikan bawahannya untuk mencegah Azkia keluar dari gedung ini. Dia ingin memastikan dulu bagaimana keadaan tuan mudanya.
" Roy, urus semua ini!" titah Deffin lalu dia masuk ke kamar pribadi dalam ruangan itu, tanpa menunggu jawaban dari Roy.
Setelah mendengar perintah, Roy mendekat ke arah Bella, dengan keras dia menjambak rambut panjang Bella. "Bangun jalang."
Tidak peduli rintihan kesakitan Bella, Roy menyeret kasar setelah Bella berdiri, bukan menyeret tangan Bella, namun menyeret dengan rambut yang ada di genggamannya.
Sampai di lobby para karyawan di lantai itu berkumpul untuk membantu mencegah Azkia yang akan meninggalkan kantor ini.
Dengan kasar Roy mendorong tubuh Bella terjatuh tepat di depan Azkia.
Azkia yang melihat kondisi Bella terkejut, ternyata tidak seperti bayangannya, kalau Deffin akan melakukan adegan gila dengan Bella. Yang ada dia melihat kondisi memprihatinkan Bella.
"Urus dia!" ucap Roy kepada beberapa orang yang memakai baju serba hitam yang datang bersama Erwin.
Erwin yang tadi merasakan ada yang tidak beres ketika melihat Azkia akan datang ke kantor tanpa permintaan Deffin, segera mencari tahu lewat anak buahnya, dan kecurigaannya langsung cepat terjawab. Segera dia menyusul Azkia bersama anak buahnya.
Ketika melihat Azkia keluar dari lift Erwin langsung menghadang tepat di depan pintu akan keluar. Tidak lama meminta Azkia untuk tidak meninggalkan gedung, Roy keluar dari lift dengan menyeret Bella.
" Anda sudah melihat akhirnya 'kan, Nona?!" Erwin bertanya dengan nada lembut tapi menekan. "Apa yang ada dipikiran nona tidak akan pernah terjadi, dan jika anda ingin tahu tentang tuan Deffin, sebentar lagi Anda akan mengetahuinya," lanjutnya dengan senyum yang susah diartikan.
Azkia tidak menjawab hanya melirik Erwin saja dalam hatinya dia berkata, "Hebatnya dia bisa menebak pikiranku."
" Nona mari ikut saya, tuan Deffin membutuhkan Anda," ucap Roy pelan di samping Azkia, tangannya mempersilahkan Azkia untuk mengikutinya.
Tidak ingin menambah drama, Azkia mengikuti Roy, dalam pikiran yang berkecamuk entah reaksi apa yang akan dilakukan ketika berhadapan dengan Deffin. Yang jelas dia memiliki bahan bakar untuk meledakkan amarahnya.
Sedangkan Erwin yang melihat kepergian Azkia menatap punggung itu penuh makna dan berucap di dalam hatinya, "Sampai kapanpun aku akan selalu menjamin kebahagiaanmu peri kecil."
****************
Sampai di lantai atas tepat di depan ruangan Deffin. Roy yang berada di depan membuka pintunya, setelah Roy menyingkir, Azkia bisa melihat ruangan yang biasanya selalu rapi kini seperti kapal pecah.
Semua barang berserakan, bahkan lemari kaca tempat menyimpan buku-buku, kacanya telah hancur akibat kursi yang di lemparkan Deffin.
"Aku yang akan meluapkan amarah kenapa jadi merinding melihat hancurnya ruangan ini. Mengapa Deffin melakukan semua ini? Memang dasar tuan gila," gumam Azkia dalam hati.
" Silahkan anda masuk ke kamar, tuan Deffin ada di dalam. Nona saya mohon tolong berikan ketenangan kepada tuan Deffin," ucap Sekretaris Roy, lalu berlalu keluar setelah menutup pintu ruangan Deffin.
Azkia dengan ragu melangkah menuju kamar pribadi Deffin, setelah berhasil membuka pintu kamar itu, ada rasa sakit melihat kondisi Deffin, tapi bukan rasa sakit seperti tadi. namun rasa ini berbeda..
Terlihat Deffin dengan wajah pucatnya memejamkan mata, dia seperti kehabisan tenaga karena muntah hebat akibat kejadian ini mengingatkan kejadian dulu.
Wajah dingin dan arogan sama sekali tidak terlihat, rasa kasihan itu menuntun tangan Azkia untuk membelai wajah yang kehilangan ronanya.
Deffin yang merasakan sentuhan itu dengan cepat menarik Azkia hingga dia terjerembab ke dalam pelukan Deffin.
" Jangan pernah tinggalkan aku ...." Ucap Deffin sangat lirih.
Ucapan Deffin membuat Azkia berhenti melakukan perlawanan untuk bangun dari posisinya. Deffin yang memeluknya erat dengan posisi wajah yang menyusup ke leher Azkia membuat Azkia terlena.
Tes..
Terasa ada air mata yang jatuh mengenai kulit Azkia.
"Dia menangis, ada apa denganmu?Apakah ini yang di maksud Erwin, seperti ada rasa sakit yang membekas di hatimu. tapi apa itu?" Batin Azkia.
Dengan pelan Azkia mengusap punggung Deffin, berharap bisa memberikan ketenangan yang sangat di butuhkan Deffin saat ini.
****************
Malam telah datang, para karyawan sudah pulang dari setengah jam yang lalu, tinggal beberapa orang yang masih melakukan tugasnya.
Tok..tok...tok..
" Nona, Tuan muda. Bisakah kalian bangun sekarang, mari kita pulang."
Terdengar suara Sekretaris Roy dari balik pintu, mereka bangun dan tanpa kata mengikuti langkah Roy untuk pulang.
Selama di mobil tidak ada yang berbicara, mereka tenggelam dalam pikiran masing-masing.
Keheningan ini terjadi sampai makan malam, setelah Azkia dan Deffin membersihkan diri, Deffin meminta makan malam diantar ke kamar, namun hanya Azkia yang makan, Deffin hanya menemani duduk di sebelahnya saja.
Setelah Azkia selesai makan.
" Apakah kamu tidak ingin makan sesuatu? Wajahmu sangat pucat, setidaknya makanlah walau sedikit," ucap Azkia yang khawatir dengan kondisi Deffin.
Deffin hanya menggelengkan kepala, untuk berbicara saja dia terasa malas apalagi untuk makan, dia merasa badannya sangat lemas.
Dia hanya ingin menempel kepada Azkia, sekarang tangannya dengan erat memeluk tubuh Azkia, menyandarkan kepalanya di pundak Azkia. Setelah satu jam tanpa bicara tetap dengan posisi seperti itu, Deffin menarik lembut tangan Azkia menuju ranjang.
Hari yang menegangkan itu ditutup dengan pelukan hangat di waktu tidur.
****************
Banyak yang akan di pertanyakan Azkia, namun Azkia menahannya karena setelah bangun tidur di pagi harinya badan Deffin panas. bahkan dia tidak bangun selama dua hari, infus yang setia menancap di pergelangan tangan Deffin membuat Azkia tidak tega untuk meninggalkan Deffin walau selangkah pun.
"Seperti inilah kondisi menyedihkan Tuan Deffin, akibat masa lalunya sampai sekarang dia menderita," ucap bik Mur yang telah selesai menceritakan semua tentang Deffin termasuk alergi yang dimilikinya. "Maka dari itu kami minta Anda jangan pernah meninggalkan tuan Deffin," lanjut perkataan bik Mur yang juga di setujui Roy dan Erwin yang berada di belakang bik Mur.
Akibat ancaman Azkia yang ingin pergi meninggalkan Deffin, terpaksa membuat bik Mur bercerita, mereka bertiga rela dibunuh Deffin karena sudah menceritakan kisah kelam itu. Apapun akan mereka lakukan asalkan Deffin bisa bahagia termasuk melanggar janji mereka untuk bercerita.
Melihat wajah iba Azkia dan janjinya untuk tidak meninggalkan Deffin, sepasang mata Erwin menatapnya penuh arti...
"Kau belum mengetahui semuanya peri kecil, bagaimana reaksimu jika sudah mengingat masa lalumu peri kecil ...." gumam Erwin dalam hati.
***

Tuan Muda Posesif Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang