2. Menjemput Azkia

605 21 0
                                    

Pagi ini Azkia sedang sibuk bercermin, dia sedang bingung menutupi mata sembabnya karena menangis semalaman, pasalnya saat ini dia akan melamar pekerjaan, dan inilah alasan mengapa dia menangis semalaman.
Azkia mengingat lagi kejadian kemarin yang membuat matanya sembab.
Sehabis keluar dari mall, dia langsung bergegas memberhentikan taksi yang lewat, di dalam taksi hatinya bersyukur tidak jadi mempunyai mertua menyebalkan seperti itu, kini dia akan menuju tempat kerjanya, karena jam kerjanya telah tiba.
Hatinya sudah mengikhlaskan kejadian tadi, percayalah dia adalah orang yang setegar karang.
Di luar sedang tidak hujan badai. Namun, entah mengapa sore itu tiba-tiba managernya memanggilnya. Setelah duduk dengan hati yang was-was, manager memberikan amplop coklat yang terlihat tebal isinya.
"Maaf, dengan berat hati kamu dipecat, untuk alasannya saya tidak bisa menjelaskan kepada mu, ini gaji dan uang pesangonmu, saya kira pemilik hotel memberikan lebih dari cukup."
Menyodorkan lebih dekat ke arah Azkia.
"Tapi kenapa, Tuan?" tanya Azkia bingung.

Sang Manager tidak menjawab, hanya mengisyaratkan tangannya menuju pintu keluar ruangannya.
Meski kecewa Azkia tetap menundukkan kepala sekali, untuk meminta maaf dan berterima kasih. Sudah beberapa tahun dia bekerja di sini, dan tiba-tiba dipecat tanpa alasan yang jelas.
Azkia semalaman menangis karena impiannya akan hancur, sudah lama ia ingin keluar dari rumah ini, karena perlakuan keluarganya yang menjadikannya seperti pembantu dan sangat jauh dari kata orang tua yang menganggapnya sebagai anak.
Dia berpura-pura menjadi gadis lemah dan penurut, agar bisa makan dan tinggal secara gratis, dan uang hasil kerjanya dia kumpulkan agar impiannya menjadi kenyataan.
Setelah selesai bersiap, Azkia bergegas turun sarapan dan berangkat. Saat ini semua sudah pergi dari rumah, hanya tinggal para pelayan, dia tidak pernah makan bersama keluarganya, karena telinganya bosan mendengar kata-kata pedas dari 3 penghuni rumah itu.
********
Setelah beberapa kali masuk perusahaan, hotel sampai ke toko terkecil pun, tidak ada yang mau menerima Azkia bekerja. Mereka hanya mendengar namanya saja disebut, sudah langsung menolak tanpa melihat CV nya.

"Aneh," gumamnya, tapi Azkia tetap tidak bisa melakukan apa-apa, dia tidak akan menyerah, besok ia akan mencoba melamar pekerjaan lagi.
Karena sudah sore, terpaksa langkahnya membawa tubuhnya pulang ke rumah.
Ketika sudah memasuki gerbang rumah, terlihat 2 mobil mewah yang asing.
"Siapa?" gumam Azkia.
Setelah masuk ke dalam rumah, terlihat keluarganya sedang duduk.
Di depannya ada seorang pria duduk dengan arogannya. Di belakangnya tiga orang pria berdiri, dua orang paling belakang terlihat membawa koper dan semua berjumlah tiga, dan di depannya, orang itu membawa amplop yang berisi surat.
"Akhirnya yang ditunggu-tunggu sudah datang," ujar ayah yang terdengar antusias.
"Bagus, ingat sesuai kesepakatan kita, jangan berani ada yang macam-macam," ucap orang yang duduk itu, entah mengapa suaranya terdengar mengerikan di telinga Azkia.
"Baik, Tuan Deffin. Anda boleh membawa Azkia sekarang, dan sesuai kesepakatan tadi pagi, namanya akan dicoret dalam daftar keluarga, saya sudah serahkan surat-suratnya," jawabnya dengan mantap.
Yang disebutkan namanya, bingung.
"Apa maksud, Ayah?!"
"Tuan Deffin sudah membelimu, kau akan jadi pelayannya," ucap lelaki paruh baya itu dengan santai.
"Apa?!! Tidak cukup kah keluarga ini menjadikanku sebagai pembantu, dan sekarang dengan teganya kalian menjual ku!" Teriaknya marah dengan nada bergetar, air matanya sudah jatuh deras ke pipinya.
"Sudahlah jangan banyak bicara, anggap ini sebagai balas budimu, karena kita sudah merawatmu dari kecil," ucap ibu tiri.
"Iya, jangan bisanya jadi benalu saja," lanjut sang adik tiri.
Azkia hanya mengepalkan tangan kuat. Memandang tajam ketiga orang yang sama sekali tidak memiliki wajah bersalah.
"Sudahi drama ini, buang-buang waktuku saja. Dan ingat, kalian kedepannya jangan pernah muncul di hadapanku dan juga dia." Tunjuknya ke arah Azkia yang sedari tadi sudah bersimpuh di lantai.
Dengan wajah yang memprihatinkan Azkia menoleh ke arah suara tersebut. Dia terkejut ketika melihat siapa yang berbicara, bukan karena wajah tampan dan sosok sempurnanya, tapi mengapa orang yang paling berpengaruh di negeri ini, rela menukar dirinya dengan uang gepokan yang nilai mata uangnya paling tinggi di negara ini, dan tiga koper itu terisi penuh.
Bukankah berlebihan meskipun terdengar menyakitkan, bukankah sayang uangnya, uang sebanyak itu hanya untuk membeli pelayan, yang sebenarnya bisa sangat mudah di dapatkan.
Banyak yang mengantre mendaftar menjadi seorang pelayan Tuan Muda ini, karena imbalan gaji yang tidak sedikit.
"Ataukah aku akan dijadikan budak seumur hidup? Bukan sekedar pelayan biasa?" batin Azkia.
"Roy, ajak dia masuk mobil." Sambil berdiri, tanpa pamit kepada sang pemilik rumah, lelaki itu berjalan dengan angkuhnya.
Roy menjawab, "Baik." Lalu menyuruh sopan Azkia, "Silakan, Nona."
Setelah sampai mobil, Roy membuka pintu belakang, setelah menutupnya, lalu ia berjalan menuju kursi pengemudi.
Di perjalanan.
"Sudah, jangan cengeng!!! Sia-sia keluarin air mata untuk orang jahat," ketusnya ketika melihat betapa menyedihkannya gadis yang duduk di sampingnya.
Azkia melirik tajam orang di sampingnya ini.
"Bukankah Anda juga jahat, Tuan?" ujarnya sinis.
Bagaimana bisa orang yang sama-sama jahatnya mencibir?
"Dari mana jahatnya aku? Apakah melamar
orang tindakan kejahatan?!"
Menggelengkan kepala. "Seharusnya kau berterima kasih, berkat diriku kau keluar dari rumah itu, meski sama-sama jadi pelayan, tapi kau spesial karena menjadi pelayan pribadi berkedok istri," ucapnya santai sambil menyenderkan kepalanya.
"Maksud, Tuan?"
"Aku akan menikahimu, terpaksa aku gunakan alasan membelimu untuk dijadikan pelayan, ya ... meskipun sebenarnya aku juga sedang butuh pelayan pribadi." Menghela napas. "Jika aku beralasan akan menikahimu, yang ada putri kesayangannya yang matre itu yang disodorkan, najis kalo sampai terjadi."
"Jadi anggap uang itu sebagai mahar, dan kau harus melayaniku dengan seluruh jiwa dan ragamu." Memandang tajam tatapan Azkia dengan mata elangnya.
"Tapi, mana mungkin aku menikah tanpa restu ayah kandungku?" Berusaha menolak ide konyol Tuan Muda ini.
"Semua sudah beres, pernikahan kita sudah terdaftar, surat-suratnya sudah ada di rumah, besok tinggal acara resepsinya," balasnya santai.
"Lagi pula dia bukan ayah kandungmu, dia menikahi ibumu setelah kau lahir, siapa yang tidak mau menikah dengan janda kaya, harta yang ditinggalkan ayahmu ketika kau berusia tiga bulan di kandungan, itulah alasan dia bertahan merawatmu, karena harta itu akan jatuh ketika kau sudah dewasa, dan dengan bodohnya kau menandatangani berkasnya tanpa membacanya." Sambil memberikan bukti yang diserahkan Roy.
Deffin memberikannya, dan langsung diterima dan dibaca oleh Azkia.
Azkia menutup mulutnya tidak percaya, lalu menatap heran orang di sampingnya. Bagaimana dia bisa mendapatkan informasi yang tertutup rapat selama ini?
Dan kini dia semakin benci mantan keluarganya itu, ada sedikit perasaan tenang ketika kini dia sudah berhasil bebas dari keluarga itu.
"Sudah percaya bagaimana berkuasanya aku?"
Azkia menganggukkan kepalanya.
"Maka dari itu jangan macam-macam, atau berusaha kabur dariku, berterima kasihlah karena aku sudah mengeluarkanmu dari kandang macan itu, berterima kasih dengan cara melayaniku dengan seluruh jiwa dan ragamu di sepanjang hidupmu," peringatnya dengan mencengkeram dagu Azkia.
Lalu dengan cepat melepaskannya, karena Deffin tergoda dengan bibir mungil merah muda tersebut.
"Sial," batin Deffin.
Sedangkan Azkia memalingkan wajahnya menghadap jendela. "Keluar dari kandang macan, lalu masuk ke kandang singa," gerutu Azkia di dalam hati.
***

Tuan Muda Posesif Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang