Pesta pernikahan telah usai, kini mereka berdua berada di dalam kamar presidential suite room di salah satu hotel mewah milik Deffin.
"Aduh ... kenapa aku jadi deg-deg an, tidak mungkin bukan dia minta jatah malam pertama, idih ... amit-amit kalau sampai kejadian, meski perlakuannya sedikit menggoyahkan hatiku, tapi tidak secepat ini dia bisa mengelabuhiku," gumam Azkia yang sudah selesai mandi sedari tadi, namun dia gugup untuk keluar kamar mandi.
"Hei, kau sedang mandi apa bertapa? Sudah sedari tadi tidak keluar." Suara mengglegar Deffin disertai gedoran pintu yang cukup keras.
Ceklek..
Pintu terbuka, Azkia keluar sudah memakai piyama lengan panjang. Dia tidak menjawab, hanya menundukkan kepala, pikiran dan hatinya sedang kacau, takut jika akan terjadi sesuatu malam ini.
Dengan santainya Deffin membuka lilitan handuk yang membungkus rambut di kepala Azkia, dada Azkia semakin berdegup kencang, lalu Deffin mendudukkan Azkia di depan meja rias.
Deffin mengambil hairdryer dan mulai mengeringkan rambut Azkia.
"Jangan senang dulu kamu, aku cuma memberikan contoh bagaimana menggunakan alat ini, meski kamu anak orang kaya, orang tua tirimu itu tidak akan mungkin membiarkan kamu memakai beginian, pasti cuma sapu dan alat masak yang boleh kanu pegang." Sambil menunjuk meja rias yang diatasnya tersedia alat make-up lengkap, tak lupa dengan senyum mengejek yang menyebalkan.
Hati yang berbunga menjadi masam ketika Deffin berbicara seperti itu, wajah Azkia langsung cemberut tapi tidak membantah, memang seperti itu kenyataannya.
"Sudah selesai, ingat besok ketika aku selesai mandi, lakukan apa yang aku contohkan tadi." Memegang kedua bahu Azkia, menatap tajam pantulan mereka di cermin.
Azkia hanya mengangguk, tidak bisa menjawab karena seluruh badannya meremang, Deffin tiba-tiba saja memiringkan rambut Azkia ke samping, terlihat tengkuk Azkia yang putih mulus itu, dengan lembut Deffin menciuminya.
Dengan posisi yang setengah membungkuk, Deffin melingkarkan tangannya ke perut Azkia, dia memejamkan mata menghirup aroma memabukkan yang sudah menjadi candunya.
Azkia sudah tidak bisa apa-apa, otaknya teringat jika Azkia menolak atau memprotes apa yang dilakukan dan diperintahkan Deffin, tugasnya sebagai istri akan bertambah berat.
Badan Azkia rasanya melayang, ketika Deffin mengajaknya berdiri dan membalikkan tubuhnya menghadap Deffin, dengan lembut Deffin mencium Azkia mulai kening hingga seluruh wajahnya yang berakhir di bibir mungil yang manis ketika Deffin mengecapnya.
Ciuman Deffin semakin turun ke leher putih itu, meninggalkan bekas merah yang menurutnya indah di pandangan matanya, tangan Deffin mulai masuk merayap ke dalam piyama mulai dari perut hingga naik ke atas.
Namun tiba-tiba saja dia teringat kejadian beberapa tahun silam yang menjijikkan baginya. Tangan yang berhenti di area yang akan menjadi favoritnya itu, terpaksa harus terhenti sebelum melakukan aktivitasnya. Bahkan ciumannya juga berhenti, dan sangat terpaksa dia melepaskan tubuh Azkia.
"Sial," umpat hatinya.
Lalu dengan santainya dia berucap,
"Sudah ayo cepat tidur, aku tidak nafsu dengan wanita kerempeng, ukuranmu sangat kecil." Lalu dia berjalan menuju ranjang, merebahkan dirinya miring dan menarik selimut, untuk menutupi miliknya yang sudah menegang.
Hatinya tidak bisa berhenti mengutuk otaknya yang tiba-tiba teringat kejadian waktu itu.
Sedangkan Azkia membelalakkan mata yang tadinya tertutup. Perasaan yang awalnya melayang-layang sekarang bagaikan di seret paksa turun lalu dihempaskan.
"Kurang ajar!!! Dia mengejek punyaku kecil, apa matanya buta, meski tidak besar ini ukuran sedang tahu, awas besok- besok kalau kamu pegang lagi, aku plintir dan patahkan tangannya," sungut Azkia dalam hati.
Azkia lalu menyusul ke ranjang dan tidur membelakangi Deffin, dengan perasaan yang masih dongkol karena diejek kerempeng dan berukuran kecil dia akhirnya terlelap menuju alam mimpi.
*****
Setelah satu jam Deffin belum tidur, setelah berhasil menenangkan miliknya, Deffin membalikkan tubuhnya menghadap Azkia, dia mendekat lalu menyingkirkan rambut Azkia yang menghalangi belakang lehernya, dia menghirup rakus aroma tubuh istrinya.
"Maaf, aku akan pikirkan caranya menghilangkan ingatanku tentang kejadian itu, aku akan cuti seminggu, mungkin dengan berdekatan denganmu terus aku bisa menghilangkan trauma tentang kejadian itu," ujar Deffin dalam hati.
Deffin semakin menyelusupkan wajahnya ke ceruk leher Azkia dan akhirnya terlelap. sedangkan Azkia sekali lagi tidurnya tidak terusik dengan kelakuan Deffin, tempat yang nyaman bagaikan obat bius bagi Azkia.
******
Pagi yang hangat membangunkan Azkia dari mimpi indahnya, tubuhnya terasa berat karena dipeluk erat oleh suaminya.
Tangan dan kaki Deffin yang menindih tubuh Azkia bagaikan guling, menjadikan tidur Deffin sangat nyaman.
Azkia sudah akan melepaskan pelukan itu, dan kejadian semalam yang terlintas di otak cantiknya bagaikan bahan bakar yang siap menendang Deffin juga.
Namun, tiba-tiba semuanya lenyap karena teringat aturan tertulis itu, jika sampai mengganggu tidur Deffin bukan hanya ada tambahan tugas tapi ada hukuman juga.
Akhirnya Azkia hanya bisa mendesah, dia harus sabar sampai seminggu ini. Karena bosan menunggu Deffin yang tidak bangun-bangun, Azkia terseret ke alam mimpi lagi.
Waktu menunjukkan pukul sembilan pagi, Deffin mulai membuka matanya, hal yang pertama kali dilihat adalah wajah cantik Azkia yang tidur dengan posisi terlentang, lalu dia menusuk-nusuk pipi putih mulus itu.
"Hei, bangun. ayo, jalankan tugasmu sebagai istri," ucapnya lembut.
Azkia mengerjapkan matanya, lalu menoleh melihat Deffin sudah duduk di tepi ranjang. Azkia lalu bangun menyiapkan air dan baju untuk Deffin.
Azkia baru mandi ketika sudah membantu Deffin mulai dari ujung rambut hingga memasangkan sepatu. Setelah sarapan mereka akan pulang ke rumah.
***
Drama sebagai istri terus berlanjut hingga akan tidur, Deffin melakukan berbagai cara agar Azkia terus menempel padanya, dia seharian tidak beranjak dari ruang tv, bahkan Deffin melakukan pekerjaan juga di ruang tv, bukan di ruang kerjanya.
Ketika Deffin memeriksa laporan lewat laptopnya, dia memaksa Azkia tidur menggunakan pahanya sebagai bantal untuk menonton TV, walaupun sebenarnya mata Azkia sibuk dengan ponselnya.
Ketika Deffin sudah selesai, gantian Deffin menggunakan paha Azkia untuk dijadikan bantal ketika menonton TV.
Aturan tertulis itu benar benar membuat Azkia tidak bisa berkutik, meski beberapa kali mencoba membujuk untuk pindah ke kamar karena malu, Deffin tetap tidak menggubris.
Ancaman akan mengulangi kejadian waktu di hotel yang akhirnya membuat Azkia bungkam,
wajah Azkia mendadak memerah karena malu dan kesal. Azkia merutuki kebodohannya sendiri, bagaimana dia bisa terlena ketika Deffin mengerjainya waktu itu?
*******
Malam hari ketika akan tidur.
"Ayo, pijat aku. Dari tadi hanya bengong saja." Sudah siap dengan posisi tengkurap dan hanya memakai celana boxer saja.
"Gila ya, aku disuruh memijat kamu yang tidak pakai baju, tapi tubuhmu kok bisa putih mulus gitu seperti perempuan saja," gumam Azkia yang terpaksa meletakkan tangannya di punggung suaminya untuk mulai memijat.
Azkia memijat Deffin hingga tidur, itulah tugas akhir dia. Setelah memastikan Deffin sudah tidur, dia menyusul Deffin yang terbaring di sampingnya, lalu kemudian Azkia menatap wajah tampan tersebut.
"Wajahmu ketika tidur membawa kedamaian sendiri di hatiku, kadang kuberpikir kamu suka denganku, perhatian kamu semenjak aku datang di rumah ini bagaikan istri yang sangat dicintai. Namun, sikapmu yang arogan dan seenaknya sendiri kepadaku yang merusak anggapan indah itu. Tapi aku tidak bisa menepis rasa nyaman itu, meski masih hanya satu hari aku di sisimu, rasanya kamu sudah seperti sangat melindungiku. Bolehkah aku berharap hanya aku selamanya di sisimu, lalu kalau boleh juga di hatimu," gumam Azkia sebelum tertidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tuan Muda Posesif
RomancePertemuan tanpa sengaja membuat Azkia Grizelle menjadi seorang istri Deffin Wirata, seorang tuan muda penguasa California yang berwajah tampan dan mempunyai alergi terhadap wanita. Kuatkah Azkia menjalani kehidupan rumah tangga dengan tuan muda pose...