Kedua tangannya memeluk tubuh Samsi kuat-kuat. Terdengar desahan dalam erangan napas yang menyerupai rengekan orang menangis.
"Mir…! Mirah…!" panggil Samsi dalam desah, di susul dengan tubuhnya yang menjadi kaku. Kejang, dan mendekap Mirah kuat-kuat. Tangis Mirah masih berkepanjangan. Antara bahagia dan nikmat, antara takut dan cemas, semuanya berbaur menjadi satu tangis. Tangis itu sendiri seakan telah berhasil merobek malam yang sepi ini. Dan, sesuatu yang menjadi milik Mirah selama ini memang telah robek pada malam itu.
Mirah telah kehilangan mutiaranya, dan ia tak menyangka sama sekali kalau mutiara yang amat berharga bagi seorang wanita itu ternyata telah berhasil di renggut Samsi. Tak pernah terbayang oleh Mirah, bahwa akhirnya kakak iparnya sendiri yang menjadi lebah bagi bunga gadisnya.
Bunyi klakson mobil dan derunya mengagetkan Mirah dan Samsi. Mereka sama-sama terperanjat kaget, sama-sama membelalakkan mata lebar-lebar.
"Sofia datang…!" bisik Mirah dengan tegang. Bunyi klakson dan deru mobil masih terdengar.
Samsi buru-buru melompat, lalu tergesa-gesa mengenakan penutup tubuhnya, dan ia lari ke arah belakang. Melalui pintu belakang ia masuk ke ruang makan, langsung ke ruang tengah. Merapikan pakaian dan rambut sebentar, baru ke ruang tamu untuk membuka pintu. Dan, ia berlagak mengerjap-ngerjapkan matanya sendiri seperti orang baru bangun dari tidur pada saat ia melangkah ke halaman untuk membukakan pintu pagar.
Sofia, istrinya datang dengan di antar sebuah mobil Travel. Hal itu sama sekali tak terduga. Pukul 2 hampir pagi, Sofia dan Winni ternyata pulang juga dari rumah keluarga Ummi.
Untung kemesraan itu udah berakhir. Untung tinggal kelemasan yang masih bisa di tutup-tutupi. Tetapi, Mirah tidak bisa menutupi kelemasannya. Ia terkulai di ranjang, matanya berkaca-kaca, merenungi mahkotanya yang terbawa pergi oleh Samsi. Kalau saja ia tidak membutuhkan satu pengalaman yang di khawatirkan tak akan teraih jika tidak dalam keadaan wajahnya cantik, mungkin Mirah telah marah dan menuntut tanggung jawab kepada Samsi. Tetapi, menyadari bahwa kemesraan itu ingin sekali di nikmatinya dari sejak dulu, maka Mirah pun menghapus segala kecemasan dan tuntutan yang ada di dalam hatinya. Sekarang ia rasakan hanyalah seberkas kenikmatan di sela rasa perih yang ia yang dalam waktu singkat akan hilang dengan sendirinya.
Kalau Nadia tidak menggeliat dan merengek, Mirah malah turun ranjang. Tapi karena Nadia menangis dan menanyakan mamanya, maka Mirah pun buru-buru berkemas. Ia meraih gaun tidurnya yang lain, sebab yang tadi kenakannya telah menjadi merah di bagian tertentu karena darah yang menetes akibat kemesraan tadi. Takut kalau Sofia muncul di kamarnya pada saat itu dan mencurigai ranjang bernoda, maka Mirah terpaksa buru-buru menggendong Nadia dan membawanya ke kamar Sofia.
"Rewel, ya?" tegur Sofia ketika Mirah muncul sambil mengendong Nadia.
"Biasa! Anak kolokan sih." seraya Mirah menyerahkan keponakannya dalam gendongan Sofia."Eh, kasihan nasib Ummi lho. Dia mengalami hal yang mirip dengan Almarhumah Sarmini!" tutur Sofia.
Sebenarnya Sofia ingin bercerita banyak kepada Mirah maupun Samsi, tetapi pada saat itu Samsi menjadi tegang dengan mata mendelik.
"Sam…? Kenapa kau ini?" Sofia merasa heran melihat suaminya terengah-engah, berwajah tegang, bermata mendelik memandang Mirah.
Samsi melangkah mundur dengan sangat ketakutan. Lalu, mulutnya bergerak-gerak kaku, berkata gagap, "Tid… tidak…! Ohhh… kkk… kau!""Apa-apaan kau ini, Sam? Mengapa jadi ketakutan memandang Mirah? Ada apa sih?" Sofia bertanya kepada Mirah. Mirah sendiri menjadi terheran-heran. Ia masih berdiri di pintu memperhatikan Samsi yang sangat ketakutan itu.
"Sam…?" sapa Mirah.
"Kenapa ketakutan melihat ku?" tanya Mirah kepada Samsi.
"Ppp… pergi…! Oh, kkk... kau pergi!" teriak Samsi tergagap-gagap.
Sofia bertambah heran. Ia masih menggendong Nadia. "Kenapa kau usir Mirah, Sam?!" tanya kepada suaminya.
"Bbb… bukan Mirah…! Ddd… dia bukan Mirah!" seru Samsi.
"Hei, sadar dong. Lalu, siapa dia kalau bukan Mirah, adik ku?" tanya Sofia heran kepada tingkah laku suaminya yang sangat ketakutan itu.
"Ddd… dia Sss… Sarmini…!" jawab Samsi tergagap-gagap yang masih di iringi ketakutan.
"Hahhh…?!" Sofia terkejut. Tubuhnya menjadi merinding serentak.
Tak jelas bagi Mirah, apakah Samsi hanya bersandiwara dengan lagak begitu untuk satu maksud menutupi perbuatannya tadi, atau memang sungguh-sungguh melihat Sarmini di wajah Mirah. Sedangkan, Sofia melihat Mirah seperti apa adanya. Ya, Mirah. Bukan Sarmini.
"Ppp… pergi! Sarr…, Sarmini… pergi!" Samsi berhasik membentak dengan napas yang tersendat-sendat.
Sofia berbisik kepada Mirah, "Aku tak mengerti kenapa ia jadi begitu. Tetapi, sebaiknya segeralah pergi tidur, Mir. Biar dia ku urus sendiri."
Aneh. Mirah sungguh tak mengerti maksud Samsi. Tak ada persepakatan apa-apa di antara mereka berdua sebelum saling membagi kenikmatan, tadi. Namun di lihat dari kepucatan wajah Samsi, agaknya lelaki itu benar-benar ketakutan. Takut melihat Mirah yang mungkin menurut pandangannya adalah Sarmini.
Sofia mencoba menenangkan kepanikan suaminya. Ternyata kepergian Mirah masih membuat Samsi ngos-ngosan di cekam rasa takut. Sofia bertanya dengan hati-hati, "Mengapa kau katakan Mirah sebagai Sarmini? Mungkin kau melihat bayangan Sarmini di belakang Mirah?"
"Tid… tidak! Memang… memang yang datang tadi adalah Sarmini. Yang berdiri dan berbicara dengan mu itu…, Sarmini. Ya, sungguh Sarmini. Aku melihat wajahnya mengelupas, tampak tulang pipinya dengan daging yang mirip habis dicacah-cacah dengan pisau tajam…" tutur Samsi setelah agak tenang.
"Ah, mungkin kau masih terbawa mimpi mu yang ku bangunkan dengan suara klakson tadi, ya?" tanya Sofia.
"Tid… tidak! Ini bukan mimpi. Sungguh, Fia…! Sungguh, aku telah melihat Sar…, Sar…" Samsi memandang ke arah pintu, tegang kembali. "Hei, lihat…! Oh, lihat di pintu! Sarmini datang lagi! Oh, Fia… bagaimana ini…?!" Samsi bergegas turun dari ranjang dan lari bersembunyi di sela almari.
Sofia hanya berekerut dahi dengan heran. Sangat heran, sebab ia tidak melihat siapa-siapa di pintu kamarnya. Pintu itu tetap tertutup rapat, kosong tanpa orang, tanpa ujud bayangan menyeramkan. Tetapi, mengapa Samsi jadi sangat ketakutaan begitu? Keringat dinginnya keluar semua.
"Saaam… sadar! Tidak ada apa-apa…!" teriak Sofia yang berusaha untuk menenangkan kepanikan suaminya.
Samsi tidak bisa menjelaskan kepada Sofia lagi. Sebab, apa yang di lihatnya berbeda dengan yang di lihat oleh istrinya. Ia benar-benar melihat Sarmini berdiri di pintu dengan wajahnya yang hancur dan membusuk, menjijikan."Ohhh… jangan!" teriak Samsi. "Fia, jangan kasih dia masuk ke mari…! Lihat dia melangkah. Ohhh… dia makin mendekati aku, Fia…!"
"Tidak ada yang mendekati kamu, Sam! Jangan seperti anak kecil begitu, ah!" gerutu Sofiah jengkel sendiri. Ia menjadi sedih, karena saat itu ia melihat suaminya seperti orang gila.
***Bersambung…
Sampai jumpa di next chapter ya~
![](https://img.wattpad.com/cover/331215136-288-k231374.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Tumbal Kecantikan Misterius
HorrorKecantikan itu di buru, karena selama ini Mirah tak pernah mendapatkan kemesraan dari pemuda mana pun. Usianya sudah cukup padat: 33 tahun. Rindu ingin bercinta membuat Mirah nekad mencoba buku temuannya. Sebuah buku kuno yang secara tak sengaja di...