Chapter 7 Ummi Dijadikan Tumbal Kecantikan

23 12 3
                                    

"Nggak sabar bagaimana? Kenapa sampai nggak sabar sih?" tanya Mirah.

"Saya besok kan mau pulang ke desa. Yah, kira-kira satu minggu di sana. Sudah kagen sama emak dan bapak saya, Non. Maunya malam ini cepat-cepat berubah menjadi pagi." lalu Ummi tertawa pendek.

"Oh, jadi kamu besok mau pulang kampung? Sudah bilang nyonya sama tuan?" tanya Mirah.

"Sudah, Non. Di izinkan kok, asal jangan lebih dari satu minggu." jawab Ummi.

Mirah diam. Berpikir sesuatu. Saat Ummi mau masuk ke kamar, Mira buru-buru berkata, "Eh, Um... kamu mau nggak kalau ku beri bedak. Aku beli bedak dari luar negeri, tapi baunya kurang cocok dengan selera ku."

"Wah, ya tentu mau saja dong, Non. Apalagi bedak luar negeri." kata Ummi dengan girang. Dari saku dasternya, Mirah mengeluarkan bedak tersebut.

"Nih, kalau kau mau, ambillah untuk mu. Aku nggak suka dengan bau wangi seperti itu." kata Mirah pura-pura.

Ummi makin girang, membuka tutup bedak. Mencium bau wanginya.

"Hem... bau seharum ini kok. Non Mirah nggak suka sih. Kalau saya suka sekali, Non. Baunya lembut. Enak di cium." ucap Ummi senang.

"Ambillah. Bisa kau gunakan besok pagi sebelum kau berangkat bepergian." ucap Mirah.

"Oh, ya, ya... hm, terima kasih. Terima kasih sekali ya, Non." ucap Ummi dengan senang.

"He eh!" jawab Mirah.

Lega hati Mirah. Bedak akan di kenakan di wajah Ummi, lalu beberapa saat kemudian Ummi pasti akan mengalami keanehan, dan Mirah akan berganti wajah menjadi cantik. Namun, Mirah punya rencana sendiri. Ia tidak akan masuk kerja sebelum wajahnya menjadi secantik kemarin-kemarin. Jadi, kalau esok pagi ia belum berubah menjadi cantik, ia masih harus mengurung diri di kamar.

Yang lebih membuat Mirah lega lagi ialah, bahwa peristiwa mengerikan yang akan di alami oleh Ummi akan terjadi tidak di rumah kakaknya itu. Pasti di suatu tempat yang jauh dari rumahnya, sehingga memperkecil kecurigaan siapa pun yang mengetahui peristiwa mengerikan itu.

Dan, bagi Ummi sendiri, pemberian bedak itu sama sekali tidak menimbulkan kecurigaan apa-apa. Sedikit pun tak ada pikiran yang bukan-bukan pada Ummi. Hanya saja, ia semakin gelisah. Makin tak bisa tidur. Jantungnya sering berdebar-debar. Pikirannya selalu tertuju pada bedak pemberian Mirah. Ingin segera mencoba memakai bedak tersebut.

Ada rasa bangga juga di hati Ummi, sebab ia merasa telah mengenakan bedak luar negeri yang baunya harum, dan enak di cium aromanya itu. Waktu turun dari bis di terminal kota kelahirannya, Ummi merasa seperti orang baru datang dari luar negeri.

Namun ketika itu, Ummi mulai merasakan kegatalan samar-samar pada wajahnya. Untuk sementara kegatalan itu tak terpikirkan, karena ia segera bertemu dengan adik-adiknya, emak, bapak, dan beberapa teman semasa kecilnya. Pikirannya ke arah bedak dan wajah yang gatal pun hilang.

Ummi merasa bangga kepada keluarganya. Sejak bapaknya membuka usaha tahu goreng, biaya makan sehari-hari bisa teratasi. Bahkan bapaknya bisa menggaji dua orang yang bekerja sebagai penggoreng tahu. Dua orang itu adalah Kasmin dan Marjan, teman Ummi juga semasa masih di SD.

Tetapi, pada saat Ummi membagi pengalaman hidupnya di kota besar, ia terganggu dengan rasa gatal di wajahnya. Makin lama semakin gatal sekali. Emaknya memanggang daun sirih. Dalam keadaan hangat-hangat kuku daun sirih itu di tempelkan di wajah Ummi untuk mengurangi rasa gatal itu. Sayangnya, daun sirih itu tidak berguna sama sekali. Ummi tetap garuk-garuk wajahnya yang bertambah gatal sekali itu.

"Aduuuh... kenapa begitu tiba di desa kok wajah ku gatal begini. Hem...! Hihhh...!" Ummi menggaruknya dengan gemas.

"Mungkin tidak cocok dengan udara desa, Um. Kau kan sudah biasa hidup dengan udara di kota." kata Marjan kepada Ummi.

"Ndak tahu nih. Kok jadi gatalnya minta ampun...!" kata Ummi yang masih saja menggaruk-garuk wajahnya itu.

Gruukk... grukk... grukk...! Ummi menggaruk wajahnya tanpa takaran.
"Astaga, sampai merah sekali begitu, Um?! Mungkin kamu kena ulat bulu." kata emaknya.

Ummi tidak sempat menjawab. Ia berlari ke kamar mandi yang terpisah dari rumah. Mencuci wajahnya dengan sabun beberapa kali. Agak segar. Ia mengeringkan wajahnya dengan handuk. Tapi, tak berapa lama, rasa gatal itu muncul kembali, makin menjengkelkan saja.

"Aduuuh... Maaak...! Bagaimana ini?! Wajah ku kok gatal sekali....?!!!" Umi kelabakan. Gemas, jengkel, akhirnya menggaruk wajahnya tanpa perhitungan lagi. Di ambilnya sabut kelapa yang masih segar, digunakannya untuk menggosok wajahnya sekuat tenaga. Sampai wajah itu lecet-lecet. Tapi, masih saja rasa gatalnya tidak hilang.

Wajah Ummi mulai berdarah. Ia kebingungan, lari ke depan rumah, ke belakang rumah, ke depan lagi, mencari sesuatu yang bisa di pakai untuk menghentikan rasa gatalnya. Tetapi, tetap saja rasa gatal di wajahnya makin bertambah.

"Uumm...! Ingat, Um! Jangan menggaruk wajah mu terus! Kau sudah berdarah...!" teriak emaknya dan juga orang-orang yang ada di rumahnya itu.

"Aaah...! Iiih...!" Ummi tidak menghiraukan seruan semua orang. Bahkan kini ia menjadi seperti orang gila. Menggaruk wajahnya dengan hentakan-hentakan keras dan cepat. Emaknya berteriak-teriak. Ngeri. Wajah Ummi bagai telah kehilangan kulit. Mengelupas semua. Merah bercampur darah.

"Pegang dia! Pegang...! Ku rasa dia kesurupan!" teriak Kasmin segera.

Lalu, beberapa orang mencoba memegangi tangan Ummi. Tetapi, Ummi meronta-ronta sambil mengerang seperti serigala lapar. Dalam beberapa kali hentakan, kedua tangannya berhasil lepas dari pegangan orang. Ummi langsung menggaruk wajahnya lagi tanpa peduli kulit dan dagingnya sudah banyak yang melekat di kuku jari-jemarinya.

"Tolooong...! Tolong anak ku itu...!" teriak emak Ummi sambil menangis ketakutan. Tetapi, tak ada yang berani menolong ketika mereka melihat wajah Ummi telah berubah menjadi lain, berlendir darah, terkelupas semua kulitnya, bahkan bagian dagingnya pun mulai di cakar-cakar dengan buas. Ummi sendiri berteriak-teriak tak karuan, menimbulkan suasana menjadi semakin panik dan tegang.

"Dia kemasukan setan, Mak!" teriak Usam, adik Ummi.

Usman berusaha mengejar Ummi yang lari ke dapur, tetapi ia berhenti seketika melihat Ummi berpaling, dan wajahnya menjadi sangat menyeramkan.

Ummi buru-buru menggambil parutan kelapa dan menggosok wajannya yang sudah tanpa kulit itu dengan parutan kelapa. Hal itu membuat banyak orang yang melihatnya semakin berjeritan karena ngeri. Wajah Ummi berlumur darah dan tak kelihatan bentuknya lagi.

Ummi menggaruk wajahnya dengan parutan kelapa sambil kelabakan lari ke sana-sini. Sambil akhirnya, ia sangat tak tahan lagi. Ia melihat di atas perapian ada penggorengan besar yang masih di pakai untuk menggreng tahu. Minyaknya mendidih dan melimpah-limpah.

***

Bersambung...

Terima kasih buat kalian yang sudah membaca ya. Sampai jumpa di chapter selanjutnya ya~

Tumbal Kecantikan MisteriusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang