Chapter 15 Kematian Hans

16 6 0
                                    

Pelayaran itu sangat mengesankan bagi Hans dan Mirah. Sampai-sampai Hans berbisik,

"Ternyata kau belum pernah melahirkan, ya?"

"Apakah itu mengecewakan kamu, Hans?" tanya Mirah.

Hans menggeleng. "Itu yang ku cari!" bisiknya.

Dering telepon berbunyi. Itu pasti Julio. Dan, ternyata benar. Mirah di suruh cepat-cepat membersihkan diri dan mengenakan seragam resepsionis yang tadi melekat di badannya.

"Julio mengajak kita ke sebuah Bar." kata Hans.

Mirah buru-buru membawa semua perangkat pakaiannya ke dalam kamar mandi. Ia membersihkan diri sesaat, lalu terdengaar suara Julio masuk ke dalam kamar. Tertawa-tawa bersama Hans. Mirah sedikit tak enak mendengar tawa mereka, pasti dialah yang jadi bahan pembicaraan kedua lelaki itu.

Mendadak. Hans terkejut dengan wajah menjadi tegang dan mata mendelik ketika ia melihat Mirah muncul dari kamar mandi. Ia bahkan membentak, "Sss… siapa kau?! Hah…?! Sss… siapa kau?!"

"Hei, hei… ada apa, Hans?" Julio menjadi heran dan mencoba menenagkan Hans. Tapi Hans semakin tegang. Ketakutan melihat Mirah yang memandangnya dengan heran dan kebingungan.

"Ohhh… pergi! Pergi! Jangan dekati aku!" bentak Hans serius. Mukanya menjadi pucat seperti mayat.

Julio kebigungan, memandang Hans, memandang Mirah, berganti-ganti. Hans menyudut dengan rasa takut.

"Julio… usir dia! Usir makhluk mengerikan itu!" teriak Hans.

"Hei, Hans… dia Mirah! Kenapa kau jadi ketakutan begitu?!" tanya Julio.

"Buk… bukan! Dia bukan Mirah! Dia perempuan… oh, perempuan mana? Wajahnya hancur! Rusak…! Tanpa kulit dan… dagingnya matang, Julio! Lihatlah, daging kulitnya matang seperti habis di goreng…!" kata Hans ketakutan.

Julio tertawa lepas. Di anggapnya itu hal yang lucu. Tetapi, Hans makin menampakkan ketakutannya. Ia melangkah mundur ke arah teras baklon yang ada di luar kamar.

"Pergiii…!" teriak Hans dengan histeris.

Julio makin tidak mengerti, karena ia memandang Mirah adalah perempuan yang cantik, seperti ia berkenalan tadi.

"Mirah, maaf… cobalah kau keluar dulu…" kata Julio. Mirah menurut. Ia keluar dari kamar sambil termenung.

Tetapi, dari luar kamar ia masih mendengar teriakan-teriakan Hans dengan Julio.

"Dia telah pergi, Hans! Tenanglah…!" teriak Julio yang berusaha menenangkan Hans.

"Tidak! Dia masih ada di depan kamar mandi…! Oh, menyeramkan sekali, Julio. Menyeramkan sekali! Dia kini… oh, jangan biarkan dia mendekati ku, Julio!" teriak Hans.

"Tidak ada yang mendekati mu, Hans! Tenanglah! Kau salah lihat!" teriak Julio yang berusaha menenangkan Hans lagi.

"Hadang dia! Hadang dia, Julio! Dia mau mencekik ku…! Hadang perempuan kurus itu, Julio!" teriak Hans ketakutan.

"Perempuan kurus?" gumam Mirah sambil masuk ke dalam lift. Ia pun menuju ke lantai dasar.

"Perempuan kurus, wajahnya hancur, seperti matang di goreng…? Bukankah… bukankah Sofia pernah menceritakan kematian Ummi yang seperti itu? Apakah Hans telah melihat roh Ummi dalam kondisi mengerikan begitu?" pikir Mirah.

Mirah bermaksud meninggalkan hotel, mencari taksi untuk pulang. Tapi, tiba-tiba ia mendengar suara orang berteriak dari baklon lantai tujuh. Hans melayang, bagai terlempar dari kamarnya.

"Aaaa….!"

Teriakannya menggema, membuat semua orang yang ada di bawah memandang ke atas. Lalu, beberapa orang juga ada yang berteriak karena kaget dan ngeri. Mirah justru terbungkam, tak bisa bersuara. Shock melihat tubuh Hans melayang dari lantai tujuh.

Prakkk…! Kepala Hans membentur aspal lebih dulu. Pecah. Seiring dengan itu, Mirah baru menjerit dengan keras. Beberapa orang mendekati Hans yang tubuhnya berkelojot sesaat, kemudian diam tak bergerak selamanya.

Hans mati dengan kepala pecah. Tetapi, di bawah lehernya terlihat ada luka kecil-kecil. Berdarah. Sepertinya bekas sepuluh kuku yang menancap dan mendorongnya ke belakang. Mirah tak tega melihat keadaan Hans yang pelipisnya somplak, mengerikan. Ketika Julio mengejar turun dengan tegang, Mirah buru-buru menjerit dalam tangis dan memeluk Julio.
Sempat pula Julio berseru kepada orang-orang di sekelilingnya, "Dia melihat hantu! Hantu perempuan berwajah mengerikan di kamar 303. Aku melihat sendiri betapa dia ketakutan! Aku mencoba menariknya agar menjauh dari baklon, tapi tubuh ku terasa ada yang menghempaskan ke belakang…!"

"Hantu? Kamar 303…?" gumam seorang room boy. "Kamar itu memang angker." lanjutnya dan membuat setiap mata yang mendengar ucapan itu memandangnya dengan tengang. Termasuk Mirah.

"Oh, benarkah kamar itu angker?" bisik Mirah.

"Hmm…" gumam room boy itu.
"Pantas saja Hans berteriak melihat hantu." gumam Julio.

***

Sejak peristiwa itu, hubungan Mirah dengan Julio menjadi akrab. Mungkin pesona yang mengangumkan dari wajah cantik Mirah itulah penyebab singkatnya keakraban mereka. Julio pernah terang-terangan menyatakan rasa kagumnya kepada Mirah.

"Kalau kau ikut ke Roma, ku rasa ratu kecantikan di Roma pun tidak akan bisa mengungguli kecantikan mu, Mirah."

Waktu itu, Mirah hanya mencibir. Padahal hatinya berdesir. Julio memang tampan. Ganteng. Penampilannya selalu tampak sebagai pemuda ekseklusif yang menawan. Mobilnya saja Baby Benz dua pintu berwarna hijau tua. Mirip mobil militer. Tapi bersama mobil itulah Julio tampak lebih jantan dan menggairahkan. Rasa-rasanya cukup serasi ketampanan itu berpasangan dengan kecantikan Mirah.

Hanya saja, dari lain pihak ada yang merasa di kecewakan oleh Julio. Seorang gadis bernama Lala sempat di buat murung oleh keakraban Julio dengan Mirah. Lala adalah bagian operasional dari sebuah Travel Tours yang berkantor di hotel tempat Mirah bekerja. Sebelum Mirah bekerja di hotel tersebut, Lala sangat akrab dengan Julio, dan di-issue-kan sebagai kekasih Julio. Tetapi sejak Julio mengenal Mirah, keakraban Lala pun menjadi renggang.

Ketika Lala memergoki Julio dengan Mirah di sebuah restoran international, Julio tampak tenang-tenang saja.

"La, kenalkan… ini Mirah, teman kerja Almarhum Om Hans." kata Julio kepada Lala.

"Aku sudah kenal dengan dia. Seorang resepsionis favorit, bukan?" kata Lala dengan kalem, tidak menampakkan perasaan hati yang sebenarnya.

Mirah hanya tersenyum tipis. Agak kurang senang melihat Julio kelihatan lebih akrab dengan Lala ketimbang dengan dirinya. Apalagi saat itu Lala berkata kepada Julio,

"Jul, tukar mobil dong! Aku mau pakai ke pesta seorang Dubes." seraya Lala melemparkan kunci kontak mobilnya sendiri. Julio menyerahkan kunci mobil Beby Benz hijaunya kepada Lala. "Mobil mu brengsek, nggak?"

"Kalau brengsek, bakar saja! Itu jaminannya deh!" kata Lala sambil tertaw santai. Julio hanya nyengir.

"Eh, kamu nggak ke pingin santai dulu di sini?" tanya Julio.

"Ah, aku harus menjemput Terry. Sorry aku tinggal dulu. Yuk, Mirah…!" kata Lala.

"Yuk…!" jawab Mirah, dan Lala pun pergi dengan membawa kunci kontak mobilnya Julio.

"Dia kekasih mu, Julio?" bisik Mirah agak ragu. Julio hanya tertawa.

"Kenapa kau tanyakan hal itu?" tanya Julio kembali.

"Nggak apa-apa. Pantas saja dia berani tukar mobil, sebab dia memang kekasih mu." jawab Mirah.

***

Bersambung…

Sampai jumpa di chapter selanjutnya ya~

Tumbal Kecantikan MisteriusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang