"Kapan kalian akan menikah?" tanya Mirah.
Makin lebar tawa Julio mendengar pertanyaan begitu. Kemudian, sesaat tawanya pun hilang. Julio berkata tanpa nada canda sedikit pun,
"Menikah, buat ku bukan pekerjaan yang mudah. Sulit sekali. Satu kali gagal dalam pernikahan itu maka itu akan menjadi satu kebiasaan kawin cerai. Jadi tidak mudah bagi ku untuk menentukan kapan saat ku harus menikah. Yang ku pikirkan adalah, kapan saat ku menjadi lelaki yang matang dalam segala hal."
Sebenarnya di hati Mirah merasa terganggu melihat keakraban Lala. Ia jadi cemas, takut kalau Julio terlanjur lengket dengan Lala. Karena, dalam hati kecil Mirah, ia mulai merasakan hadirnya seorang lelaki yang di kagumi. Ia mulai menyimpan rasa cemas, rasa ingin selalu berdekatan dengan Julio, dan rasa ingin memiliki Julio selamanya. Sedangkan keakraban Lala dengan Julio merupakan ranjau bagi kasih yang di damba Mirah. Apalagi Lala sangat dekat dengan Danang, sebab Danang masih termasuk bawahan Lala. Mirah menjadi was-was terhadap mulut Danang.
Mirah tahu, Danang sakit hati pada sikapnya. Dan itu memang benar. Danang sendiri benci pada Mirah, karena dirinya merasa di sisihkan. Julio yang mendapat tempat di hati Mirah. Ini sungguh hal yang memuakkan bagi Danang. Maka, dengan segala upaya ia ingin memisahkan keakraban Mirah dengan Julio. Satu langkah yang ia ambil adalah menghubungi Lala.
"Kelihatannya Mirah semakin akrab dengan cowok mu, Lala." Danang mulai menghasut.
"Julio, maksud mu? Ah, biar saja." jawab Lala santai. Kalem.
"Kau tidak merasa kuatir kalau Mirah sampai merebut Julio dari tangan mu?" tanya Danang yang sengaja menghasut lagi.
"Biar saja. Asal jangan tangan ku yang di rebut Mirah. Kalau hanya Julio yang di rebutnya, aku masih bisa mencari seribu macam Julio." jawab Lala dengan santai dan kalem lagi.
Danang merasa kecewa melihat tanggapan Lala yang santai-santai saja itu.
Lain hari, Danang mencoba menghasut Lala kembali, supaya Lala menentukan sikap, melarang Julio berdekatan dengan Mirah. Dalam pertemuannya yang kedua itu, Danang berkata,
"Lala, aku kasihan pada Julio. Dia telah masuk dalam jerat seorang penipu yang sangat ulung."
"Siapa maksud mu?" tanya Lala.
"Mirah. Dia itu penipu ulung, Lala. Coba kau peringatkan Julio supaya tidak terseret terlalu jauh." kata Danang.
Lala tetap kalem. Senyumnya cukup tipis. "Biar saja dia terseret. Itu resiko dia."
"Kau ini sebenarnya mencintai Julio atau tidak sih?!" Danang jadi jengkel sendiri, dan hal itu membuat Lala jadi tertawa. Ia pun berkata,
"Kenapa kau jadi sewot, begitu? Cinta atau tidak, itu kan urusan ku, Danang. Kalau toh aku mencintai Julio, apakah aku harus mengikat Julio? Bukankah cowok yang terlalu kuat di ikat akan memberontak dan bila lepas dia akan jadi seperti kuda liar?!"
Bingung juga Danang mencari cara memisahkan Julio dan Mirah. Rasa-rasanya hati Danang sangat tidak rela kalau Julio menjadi pacar Mirah. Menurut Danang tidak sesuai. Biarlah Mirah punya pacar, tapi jangan Julio. Danang lebih setuju dan menjadi girang jika Julio tetap menjadi milik Lala.
Pada suatu sore, Danang mencoba mendekati Lala setelah Julio keluar dari sebuah Fast Food yang ada di lantai bawah hotel itu. Mulanya Julio bersama Mirah, tapi Mirah langsung kembali ke meja resepsionis, dan Julio pergi dengan mobilnya.
Danang sempat menyapa Mirah dengan nada ketus, "Hei, jangan keenakan merongrong terus. Ingat, Julio sudah punya pacar! Kasihan Lala dong. Jadi rusak hubungan cintanya dengan Julio gara-gara ulah mu!" ejek Danang.
Mirah tersenyum sinis dan berkata "Baru sekarang aku mendengar seekor babi bisa bicara. Wow... cukup aneh!"
Merah muka Danang mendengar kata-kata Mirah. Jantungnya berdebar-debar memendam kemarahan. Tetapi, Mirah yang cantik itu justru cuek saja, justru memutar telepon dengan kalem, seakan tidak pernah bicara dengan Danang. Hampir saja Danang nekat menghampiri Mirah dan menamparnya. Untung saat itu Melida, teman yang bertugas bersama Mirah hari itu, segera mengajak Danang bicara soal lain.
"Mirah." bisik Melida setelah Danang pergi, "Seharusnya kau tidak sekasar itu kepada Danang."
"Aku tidak merasa bicara dengan manusia. Kenapa harus beramah-ramah?" kata Mirah.
Melida hanya menghela napas. Dan, segera menyambut ramah kepada dua orang tamu turis yang baru saja tiba itu. Saat itu, Mirah melihat Danang sedang berbincang-bincang dengan Lala di kantor sebuah biro perjalanan udara. Sesekali Danang melirik Mirah, demikian juga Lala. Kelihatannya Danang sedang menjelaskan sesuatu yang membuat Lala manggut-manggut, tercengang, melirik sekejap, dan manggut-manggut lagi.
Mirah jadi tak enak. Cemas. Menurutnya, Danang sedang menyebar fitnah, mungkin juga sedang membuka tabir rahasia kecantikan Mirah yang sebenarnya. Gawat. Kalau Julio mengetahui rahasia kecantikan Mirah, keadaan bisa menjadi lebih kacau lagi.
Dalam satu kesempatan, Mirah memberanikan diri menemui Lala dan bertanya tentang pembicaraan Danang.
"Lala..." sapa Mirah di buat ramah.
"Bisa aku bicara sebentar dengan mu?" tanya Mirah.
Lala tersenyum. Sambil berpikir, ia pun berkata, "Hem... maaf, aku harus buru-buru menemui rombongan turis yang baru turun dari air port. Bagaimana kalau kau ikut dalam mobil ku, Mirah? Kau sudah bebas jam kerja, kan?"
"Oke, aku tidak keberatan." jawab Mirah.
Kemudian, keduanya masuk ke dalam mobil. Lala yang pegang stir. Ia cukup lincah dalam hal mengendarai mobil.
"Kau tidak di jemput Julio?" tanya Lala dengan ramah, bersahabat sekali sikapnya.
"Tidak. Dia ada urusan sendiri." jawab Mirah yang merasa heran, mengapa Lala tidak bersikap sinis kepadanya.
"Julio orang tersibuk menurut ku." kata Lala. "Hampir sebagian besar waktunya di habiskan untuk bisnis. Pernah suatu ketika aku menggodanya dengan mengatakan, bahwa ia akan menjadi jejaka lapuk, Tak laku kawin hanya mengejar karirnya saja. Eh, dia malah tertawa lho...!" Lala turut tertawa lepas. Mirah hanya tersenyum-senyum saja.
"Dia sudah cukup lama berhubungan dengan mu, ya?" pancing Mirah.
"Yahhh... begitulah! Banyak orang menyangka kami ini berpacaran." jawab Lala.
"Sebenarnya, bagaimana?" desak Mirah makin ingin tahu.
"Sebenarnya aku sendiri tidak tahu, apakah aku pacaran sama Julio atau tidak. Susah di bedakan antara pacar dengan sahabat." jawab Lala.
"Apakah kamu tidak mencintai Julio?" tanya Mirah.
"Nggak tahu." jawab Lala bernada bingung, lalu ia tertawa sendiri. Kemudian ia pun melanjurkan, "Yahhh... pokoknya, aku cuma merasa senang jika melihat Julio dalam keadaan bahagia, selalu ceria dan banyak humor. Itu saja. Kalau Julio dalam keadaan murung, aku malah jadi ikut sedih. Jadi, apa yang membuatnya bahagia, itulah yang menjadi kegembiraan dan kebanggan bagi ku."
***Bersambung...
Terima kasih sudah membaca. Sampai jumpa di chapter selanjutnya ya~
KAMU SEDANG MEMBACA
Tumbal Kecantikan Misterius
HorrorKecantikan itu di buru, karena selama ini Mirah tak pernah mendapatkan kemesraan dari pemuda mana pun. Usianya sudah cukup padat: 33 tahun. Rindu ingin bercinta membuat Mirah nekad mencoba buku temuannya. Sebuah buku kuno yang secara tak sengaja di...