Beberapa saat kemudian, Sofiah berhasil menenangkan jiwa suaminya. Samsi sendiri merasa sudah tidak melihat Sarmini dengan wajahnya yang mengerikan itu. Sofia menyarankan agar Samsi lekas tidur, supaya tidka di ganggu oleh halusinasinya.
Malam menggelinjang dengan tenang. Samsi masih di bayang-bayangi kengerian wajah Sarmini. Sofia telah tertidur, mungkin karena kelewat capek, sehingga tertidur dengan nyenyak. Tetapi, Samsi sangat gelisah. Jantungnya berdetak-detak serta sekujur tubuh di bawah selimut itu bagai menggigil karena hawa dingin yang melebihi suhu biasanya itu.
Ketika malam berada di ambang dini, Samsi jadi terperanjat lagi, karena ia melihat bayangan wajah Sarmini berdiri di samping ranjangnya. Wajah Sarmini yang berupa daging-daging bekas cakaran dan masih berdarah segar itu menggeram lirih kepada Samsi. Lelaki itu ingin membangunkan istrinya, tetapi tangan dan anggota tubuh lainnya tak bisa di pakai untuk bergerak. Napasnya sendiri makin sesak pada saat bayangan roh Sarmini makin mendekati ranjangnya. Menyeramkan sekali. Bahkan mau menelan ludah pun Samsi tak mampu melakukannya. Kerongkongannya seperti di sekat segumpal napas yang menyakitkan dada dan tenggorokan.
Kokok ayam terdengar. Cahaya merah sangat mengembang di langit Timur. Sofia masih belum mau bangun. Rasa capek dan kantuknya begitu kuat menyerangnya. Ia hanya menggeliat sebenat, berubah posisi tidurnya hingga menjadi miring menghadap Samsi. Tangannya merangkul tubuh Samsi yang diam saja itu.
Kira-kira pukul 6 pagi, Sofia terbangun oleh suara Winni. Namun, ketika ia memandang suaminya, "Aaah…" teriaknya sangat keras, dan ia pun meraung-raung.
Mirah tersentak bangun begitu mendengar suara Sofia menjerit dan meraung-raung. Ia melompat dari ranjang tidurnya dan segera berlari ke kamar Sofiah. Di sana, Mirah sendiri memekik kaget, "Saaam…!"
Tubuh Samsi terbujur kaku di ranjang. Ia tak bernyawa lagi. Wajahnya membiru, matanya mendelik dengan mulut sedikit ternganga, posisi kepala agak mendongak ke atas. Di bagian lehernya terdapat sepuluh goresan kuku yang melelehkan darah. Leher itu selain merah karena darah juga membiru. Ini menandakan Samsi mati di cekik oleh seseorang yang mempunyai kuku tajam. Barangkali karena kencangnya cekikan itu, sampai-sampai ke sepuluh kuku pelaku menancap di kulit daging leher.
Tentu saja hal itu membuat heboh penduduk setempat. Lebih-lebih setelah Mirah memberi keterangan, "Samsi ketakutan. Dia merasa melihat Sarmini. Saya sendiri di pandangnya sebagai Sarmini. Tetapi, ketika saya sudah pergi dari hadapannya, menurut Sofia, Samsi masih ketakutan juga. Ia merasa melihat Sarmini mendekatinya. Dan, tahu-tahu, begitu Sofia bangun dari tidurnya, ia menemukan Samsi tak bernyawa lagi. Oh… mengerikan sekali…" Mirah menangis sekalipun tidak meraung-raung seperti Sofia.
Kejadian itu memang cukup aneh karena membawa-bawa nama Alrmahumah Sarmini, sehingga beberapa orang ada yang berpendapat, "Mungkin kematian Sarmini ada hubungannya dengan Tuan Samsi."
"Maksud mu, dialah yang membuat Sarmini mengalami nasib mengerikan begitu?"
"Aku tidak bilang begitu, tapi setidaknya ada hubungannya dengan Tuan Samsi…"
Celoteh mereka macam-macam. Ada yang menyangka, Samsi menaruh hati kepada Almarhumah Sarmini, sehingga bayangan Sarmini mengikutinya. Ada yang mengatakan arwah Sarmini menuntut kepada Samsi, karena mungkin antara mereka berdua telah terlibat skandal. Tak satu pun dari mereka yang menaruh curiga kepada Mirah.
Sedangkan Mirah sendiri masih belum mengerti, mengapa Samsi memandangnya seperti Almarhumah Sarmini. Padahal, ketika Sofiah belum datang, Samsi bersikap biasa-biasa saja. Justru Samsi malam itu tergila-gila kepada Mirah, mencumbu dan memberikan kenikmatan yang seumur-umur baru pertama kali itu di rasakan oleh Mirah. Samsi tidak menyinggung-nyinggung soal Almarhumah Sarmini.
Lalu, mengapa sejak kedatanagan Sofia pandangan mata Samsi jadi berubah? Mingkinkah roh Almarhumah Sarmini mengikuti Sofia? Atau… mungkinkah hal itu ada hubungannya dengan keheranan Mirah saat melihat pelayan toko kosmetik yang mirip Almarhumah Sarmini?
Berbagai kemungkinan tetap di cari, tetapi hanya merupakan praduga-praduga yang tidak bisa di pastikan. Pihak kepolisian sendiri tidak bisa melacak pembunuh tersebut, karena bersangkutan dengan roh orang yang telah meninggal. Pemeriksaan terhadap Sofia dan Mirah tidak menghasilkan kecurigaan positif, sehingga kasus itu pun menjadi mengambang.
Rasa ingin tahu di hati Mirah begitu menganggu. Ia gelisah sepanjang hari. Waktu ia kembali bekerja dan menghadap manager hotel, ia memang tidak mendapat teguran atas ketidakmasuknya beberapa hari. Seharusnya hal itu menyenangkan bagi Mirah, tapi Mirah menanggapinya dengan biasa-biasa saja. Yang ada dalam otaknya adalah misteri kematian Samsi. Bukan soal di pecat dan tidaknya ia dari tempat kerjanya.
Bukan hanya Sofia yang sangat sedih dan berlarut-larut memikirkan misteri kematian Samsi, melainkan Mirah pun ikut bersedih. Ia membayangkan saat-saat sebelum kematian itu tiba. Saat-saat mesra dan indah itu terpaksa berhenti hanya satu kali di situ aja. Sayang. Sungguh sangat di sayangkan bagi Mirah. Sebab, seandainya Samsi tidak menemui ajalnya, mungkin ia bisa mencari kesempatan lain untuk belajar bercumbu dengan Samsi. Mungkin ia bisa lebih panas lagi dalam melayani kemesraan dari Samsi.
Ah, kematian itu sangat menjengkelkan pula bagi Mirah. Sehingga, rasa penasarannya itu membuat ia mengambil buku kuno dan membaca beberapa bab lagi, siapa tahu ada hubungannya dengan misteri kematian Samsi.
Lama sekali Mirah membaca buku tersebut sampai larut malam. Tiap kata ia simak artinya. Tiap kalimat ia renungi maksudnya. Sampai akhirnya ia menemukan sebaris kalimat yang menjadi bahan renungan cukup panjang. Kalimat itu berbunyi,
"Jika sang Dewi mengenakan cermin bidadari wajah, lelaki mana yang tak kan tunduk kepadanya. Darah lelaki membasah dalam tubuh sang Dewi. Darah itu membuat cermin bidadari bertahan satu hari."Mirah menggumam dalam hati, "Oh, jadi kecantikan ini di istilahkan sebagai cermin bidadari. Lalu siapa sang Dewi itu? Apakah termasuk aku sendiri? Kemudian, darah lelaki itu apa maksudnya? Darah lelaki membasahi tubuh sang Dewi. Hm… apakah, apakah yang di maksud adalah… darah kenikmatan yang di semburkan Samsi dalam mencumbu ku? Oh, ya. Mungkin itu yang di maksud. Bukan darah yang merah dalam arti sebenarnya. Dan... mampu membuat cermin bidadari bertahan satu hari? Apakah maksudnya mampu membuat kecantikan ku bertahan satu hari? Bukan sampai hari ketujuh kecantikan itu hilang, melainkan sampai hari ke delapan. Begitukah maksudnya? Ah, memang rada-rada puitis tulisan-tulisan yang ada dalam buku kuno ini. Lalu, apa hubungannya dengan kematian, ya? Hm… coba ku baca pelan-pelan baris-baris berikutnya."
Mirah melanjutkan membaca pelan-pelan, meresapi kata demi kata. Sampai beberapa lembar, baru ia menemukan sebaris kalimat yang mencurigakan.
"Wajah persembahan akan menyatu dengan sang Dewi. Wajah itu yang menuntut pada sang kekasih. Dia akan membawa serta sang kekasih pergi ke alam kelanggengan."
***
Bersambung…
Terima kasih buat kalian yang sudah membaca. Sampai jumpa di chapter selanjutnya ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tumbal Kecantikan Misterius
TerrorKecantikan itu di buru, karena selama ini Mirah tak pernah mendapatkan kemesraan dari pemuda mana pun. Usianya sudah cukup padat: 33 tahun. Rindu ingin bercinta membuat Mirah nekad mencoba buku temuannya. Sebuah buku kuno yang secara tak sengaja di...