Chapter 17 Mencari Tumbal Lagi

11 4 0
                                    

"Kalau Julio kawin dengan perempuan lain bagaimana?" pancing Mirah lagi.

"Biar saja! Asal perempuan itu mampu membahagiakan Julio. Sekalipun perempuan itu sudah resmi menjadi istri Julio, misalnya, mengecewakan, wah… aku bisa ngamuk! Tidak peduli dia istri syah Julio, pokoknya kalau menyakiti hati Julio, aku berani membunuh perempuan itu!" tegas Lala.

"Aneh…!" gumam Mirah.

"Memang aneh. Julio juga pernah bilang begitu." timpal Lala.

Kemudian, sesaat mereka tinggal dalam kebisuan. Mirah merenungi kata-kata Lala. Dalam hati Mirah ada satu kesimpulan, bahwa Lala sangat mencintai Julio. Karena begitu besar cinta kasihnya, sampai-sampai ia merelakan Julio menempuh jalan bahagia bersama perempuan lain. Ini satu jenis cinta yang cukup aneh bagi Mirah.

"Lala…" kata Mirah memecah kebisuan mereka.

"Danang sering berbicara tentang aku, ya?" tanya Mirah memastikan.

"Oh, Danang? Iya! Nggak tahu itu orang, suka cari penyakit. Menghasut-hasut aku supaya marah sama kamu dan menganggap kamu merebut pacar ku." jawab Lala.

"Lalu, bagaimana dengan sikap mu sendiri?" tanya Mirah.

"Ah, cuek aja! Mikirin hasutan orang malah jadi pusing sendiri." jawab Lala.

"Dia menjelek-jelekkan aku, ya?" tanya Mirah memastikan.

"Ya. Tapi aku tidak peduli. Dia bilang, wajah mu yang sebenarnya tidak secantik sekarang. Bopeng, giginya tonggos, hidungnya datar, ah… macam-macam dia ngomong, tapi tak satu pun yang ku pedulikan." jawab Lala.

Mirah diam saja. Berdebar-debar. Danang sudah mulai menyebarkan rahasianya. Tak lama lagi rahasia kecantikan Mirah akan terbongkar di depan Julio. Gawat. Untungnya Lala cukup bijaksana, tidak mudah terpengaruh oleh hasutan Danang. Coba kalau sampai dia terpengaruh, lalu mengadukan soal rahasia kecantikan Mirah kepada Julio, lantas… apa kata Julio kepada Mirah? Dan apa yang harus di katakan Mirah kepada Julio?

Cermin wajah bidadari tinggal sehari lagi melekat di wajah Mirah. Esok, kecantikannya akan hilang. Berubah menjadi wajah yang sebenarnya. Mirah sempat di buat tegang oleh saat-saat seperti itu. Ia harus mencari bedak, menyalakan lilin, membacakan mantra, dan mencari korban yang mau mengenakan bedak tersebut.

Tapi, siapa yang mau memakai bedak itu? Lilin sudah di nyalakan, mantra gaib sudah di bacakan, bedak pun bergerak-gerak seperti ada binatang kecil-kecil yang hendak tersembul keluar dari dalam bedak. Tetapi, Mirah belum mendapatkan sasaran yang akan di jadikan korban bedak mautnya.

Bedak itu ada di dalam tas kecilnya yang merangkap sebagai dompet itu juga. Bedak tersebut di bawanya bekerja. Di tawarkannya kepada Dibba agar Dibba mau memakai bedak itu, tetapi kebetulan Dibba mempunyai jawaban tersendiri,

"Wah aku nggak bisa pakai bedak sembarangan. Takut nggak cocok dengan kulit ku, bisa alergi."

"Kalau bedak ku ini nggak akan menimbulkan alergi kulit kok. Bedak ini netral. Cobalah sedikit saja. Dingin di pakainya." kata Mirah kepada Dibba.

"Ah, malas! Kulit ku ini rawan kok. Pakai logam imitasi saja gatal-gatal." ucap Dibba yang masih saja tetap menolak.

Tak enak jika Mirah harus memaksa Dibba, takut malah mencurigakan. Padahal malam itu ia harus mendapat sasaran persembahan buat sang Dewi. Kalau tidak, besok pagi ia akan menemukan wajahnya kembali buruk seperti aslinya. Kepada siapa ia akan membujuk supaya orang itu mau mengenakan bedaknya? Haruskah kepada siapa pegawai perempuan ia tawarkan bedak itu? Oh, jangan. Itu juga bisa mencurigakan.

Pukul 7 malam lewat 20 menit. Jam kerja Mirah sudah habis. Ia bebas. Boleh pulang, atau ke mana saja. Ia tidak langsung pulang, melainkan pergi ke ruang belakang, tempat bagian cleaning service. Di sana ada banyak pegawai perempuan bagian cleaning service. Yang paling di kenal Mirah adalah yang bernama Patri. Gadis itu genit, centil, pasti mau jika di suruh mencoba bedak Mirah yang aslinya memang buatan luar negeri itu.

Tetapi, ternyata hari itu Patri tidak masuk. Jumirah menjelaskan, bahwa Patri akan menikah lima hari lagi.

"Ah, kenapa repot-repot mencari Patri. Kenapa tidak mencobanya kepada Jumirah?" pikir Mirah. 

Tetapi, ketika Jumirah di tawari untuk memakai bedak tersebut, ia hanya menjawab, "Nggak mau, ah! Nanti saya kebiasaan pakai bedak."

"Lho memangnya kamu nggak pernah pakai bedak?" tanya Mirah.

"Kalau lagi kerja begini, Mas Urip suka melarang saya pakai bedak. Dia kan cemburunya cukup besar lho…!" tegas Jumirah.

"Kan tidak harus kerja kamu memakainya. Di rumah kan bisa, Jum?" kata Mirah.

"Enggak ah!" jawab Jumirah.

Sial. Jumirah tetap menolak. Ke mana lagi harus cari sasaran? Haruskah ia mencari sasaran di rumahnya? Sofia? Kakaknya yang akan di korbankan? Aduh, sangsi juga Mirah kalau harus menjatuhkan pilihannya kepada Sofia.

Tiba-tiba sebuah mobil hampir saja menabrak Mirah ketika ia berjalan sambil melamun di halaman parkir. Mirah buru-buru berpaling ke belakang begitu mendengar derit rem mobil menjerit. Oh, rupanya Danang yang seolah-olah hendak menabraknya. Seketika itu terlintas dalam benak Mirah untuk memperpanjang kecantikannya sebelum ia memperoleh korban bedak mautnya.

Dengan senyum yang amat manis, Mirah memandang Dannag dari bagian depan mobil. Lampu mobil menyorot jelas ke wajah Mirah yang ayu bak bidadari turun dari kayangan. Diam-diam Danang sendiri mendesah dalam hati. Resah.

"Boleh aku menumpang mobil mu sampai rumah, Nang?" sapa Mirah dengan nada bersahabat. Ia sengaja memandang dengan mata sedikit ayu, supaya menimbulkan tantangan naluri kejantanan Danang.

Sambil berlagak kesal, Danang membukakan pintu mobilnya.

"Kenapa tidak minta antar Julio saja?!" ucap Danang bernada ketus.

Mirah bersabar. Kemudian berkata, "Kasihan Lala. Aku sudah berbicara kepada Lala dan mengetahui, bahwa ia sangat mencintai Julio. Karenanya, lebih baik aku menghindari pertemuan ku dengan Julio. Ku pikir-pikir, tak baik merusak kebahagiaan orang lain."

Senyum Danang masih berbau kesinisan. Mirah tahu, tapi Mirah bertahan untuk membawakan peranannya sebagai perempuan yang penuh sesal dan punya kesadaran tinggi. Danang bergumam lirih., "Ku sangka kau akan kehilangan akal sehat mu."

"Ku sangka juga begitu. Memang, Julio sangat menarik. Menggoda hati ku. Tapi, jika aku dalam kesendirian, ku renungi hubungan kami, dan ku temukan jalan yang terbaik yang harus ku tempuh. Menjauh. Itu saja yang ada dalam benak ku." kata Mirah yang berpura-pura dengan penuh sesal dan kesadaran tinggi.

"Kau tak sadar, bahwa kau telah melukai hati seseorang?" tanya Danang.

"Sadar. Justru kau yang tak sadar kalau kau pernah mengecewakan aku, pada saat kau menjemput ku yang terakhir kalinya." jawab Mirah.

Danang terpojok. Lalu, bungkam tanpa suara. Lama sekali mereka saling membisu. Kemudian, Mirah memecah kesunyian itu dengan kata-kata,

"Semuanya sudah lewat. Buat apa kita ingat-ingat, cuma membuat hati jadi sama-sama perih saja!"

***

Bersambung….

Sampai jumpa di chapter selanjutnya ya

Tumbal Kecantikan MisteriusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang