Langit mulai berwarna kuning kemerah-merahan. Tapi, tidak semerah warna pipi dari pemuda manis yang sedang meminum jus kotaknya.
Nut yang sedari tadi khawatir melihat kondisi Peat, membawa telapak tangannya ke dahi teman tersayangnya.
"Peat.. kamu demam." Ucap Nut. Tangannya beralih mengecek suhu pada ceruk leher Peat. Peat menggeleng, masih kekeh meminum jus kotaknya yang sudah habis
setengah. "Aku hanya kurang tidur." Ucapnya sambil memejamkan mata.
Sungguh, Peat pusing. Bahkan untuk hal yang seharusnya tidak ia pusingkan. Perkataan Fort malam itu, tatapan pria itu, senyuman lemah yang seakan berkata
'Tolong aku Peat.' Tidak bisa ia lupakan.
Semakin dalam Peat menyelami kehidupan Fort, maka ia semakin kesulitan untuk mencapai permukaan. Fort bagaikan laut malam yang tenang. Sewaktu-waktu dapat bergejolak karena badai dan menelan siapapun yang berada di pusarannya.
Bodohnya Peat, ia seorang perenang yang amatir. Harusnya ia bermain saja di pinggiran, tidak usah sampai ke tengah apalagi menyelaminya.
Peat pikir, bersama dengan Fort hanya sekedar nyaman. Namun ia telah sampai di tahap tidak ingin kehilangan.
Ia khawatir setengah mati saat melihat Fort tumbang. Peat bahkan bertekad, tidak akan membiarkan sesuatu terjadi lagi hingga membuat Fort menjadi pucat pasi seperti malam itu. Waktu luang yang ia dapat, digunakan untuk mencari berbagai informasi tentang Hemophobia.
'Apa phi Fort mengunjungi dokter?'
'Apa phi Fort mengkonsumsi obat penenang?'
'Apa yang harus dan tidak harus aku lakukan saat phi Fort kambuh?'
Pikiran seperti itu selalu berkecamuk di kepalanya. Fokus di sekolah maupun pekerjaannya terasa becabang menjadi dua. Peat bahkan tidak mengerti sejak kapan hidupnya berotasi kepada Fort.
"Peat.. Nut benar, kamu sakit. Sampai pucat begini nih.." Nada bicara Noeul yang biasanya jenaka kini berubah menjadi cemas.
Nut menggeleng. Ia tahu bahwa Peat sangatlah keras kepala. Maka dari itu dia memutuskan untuk berjongkok di hadapan Peat, "Noeul, bantu Peat biar naik ke punggungku, kita bawa dia ke UKS." Ucap Nut final.
Nut dan Noeul bergegas membawa Peat ke UKS. Melewati koridor-koridor kelas yang ramai dengan murid karena masih jam istirahat kedua. Zani yang melihat itu, mengurungkan niat untuk pergi ke kantin. "Peat kenapa?" Tanya Zani panik. Ia mengikuti langkah Noeul dan juga Nut.
Noeul menggeleng, "Tidak tahu. Tiba-tiba kaya gini, terlalu lelah mungkin." Jawabnya.
Peat sendiri sudah sangat lemas di gendongan Nut. Tangannya terkulai di punggung Nut, terlalu lemas bahkan untuk sekedar berpegangan ke temannya.
Ruang UKS terlihat di ujung koridor. Zani buru-buru melangkah duluan untuk membukakan pintu. Nut dibantu dengan Noeul membaringkan Peat dengan hati-hati ke tempat tidur. Dokter yang sedang berjaga, degan sigap memeriksa keadaan Peat.
"Panasnya tinggi sekali, perutnya juga kosong. Apa istirahat tadi dia tidak makan?" Tanya dokter. Ketiga murid di hadapannya saling melirik.
"Jadi dia belum makan apapun?"
Nut mengangguk lemah, "Dia hanya minum jus tadi dok dan kami tidak tahu apa dia sudah sarapan pagi atau belum." Dokter menjelaskan lebih detail kondisi Peat kepada Nut, Noeul dan Zani. Tapi perhatian Noeul berfokus kepada Peat.
Dia terlihat pucat dan mengeluarkan banyak keringat. Dahinya mengkerut dan Peat mengeluarkan rintihan kesakitan.
"Sekarang kalian kembali ke kelas, jika Peat tidak hadir sampai akhir kelas bawakan tasnya ke sini."
KAMU SEDANG MEMBACA
My kid Babysitter is My Lover
RomanceCerita tentang seorang siswa menengah atas tingkat akhir, yang bekerja di tempat penitipan anak demi membiayai ibunya yang sakit keras. tapi seketika hidupnya berubah seorang anak di tempatnya bekerja tak mau lepas darinya =========================...