Satu kerjapan, dua kerjapan. Alis berkerut dengan kepala dimiringkan. Tubuh yang kerap kali membuat iri pria seusianya, bergerak-gerak gelisah. Anak laki-laki manis dengan balutan sweater baby blue kebesaran, masih menatapnya tanpa ampun.
Fort menggaruk ujung hidungnya yang tidak gatal sampai memerah, "Apa tadi kamu bilang? Kamu mau makan apa?"
Peat mendesah kecewa. Bahunya turun dan pandangannya menatap lantai. Lagi-lagi Fort tidak mendengarkan omongannya.
Pria yang lebih tua melangkah ke arah dapur. Bunyi berisik yang sangat mengganggu pendengaran tercipta, ntah apa yang ia lakukan di sana. Ketika Peat sampai di dapur, ia bisa melihat Fort yang kebingungan sendiri dengan alat masak.
Fort menghentikan kegiatannya, ketika ia merasakan tarikan di kaos belakangnya. "Fort.. aku serius.." Ucap Peat di balik punggung Fort.
Fort akhirnya mengalah. Ia berbalik, menyudutkan tubuh Peat sampai berjalan mundur dan terbentur dengan pinggir meja. Mata Peat beregerak gelisah, lagi-lagi dia terkurung dengan Fort di hadapannya.
Fort menghela napas, "Jelaskan padaku, kenapa tiba-tiba sekali?" Tanyanya.
Namun yang lebih muda justru menundukan kepala. Menghindar sebisa mungkin dari tatapan Fort yang meminta penjelasan. Kebingungan dengan alasan apa yang mampu membuatnya terlepas dari pekerjaan yang menyiksa perasaannya ini.
"Err.. itu.. aku.." Peat kesulitan mencari alasan dan Fort yang gemas dengan tidak sabar mengangkat tubuh yang lebih kecil darinya untuk duduk di meja.
Peat terkejut, matanya membulat. Sekarang wajahnya sudah sejajar dengan Fort, dan pria itu menatapnya dalam.
"Kalau kamu berhenti, bagaimana dengan Alex?" Ucap Fort dengan suara pelan.
'Bagaimana denganku..' Sambungnya membatin.
Napas Peat seakan tidak ingin keluar, tertahan begitu saja. Fort hampir membuatnya jantungan hanya dengan tatapan dan suara rendahnya. Peat berkedip. Melarikan
tatapannya ke manapun, asal jangan hertemu dengan Fort
"Apa karena aku tidak membangunkanmu semalam?"
Tangan Fort bergerak, menyelipkan surai Peat yang sudah melewati telinga, ke belakang telinga anak itu.
"Aku janji akan menuruti semua maumu. Asal jangan berhenti, ya?"
Peat menggigit bibir bawahnya sampai memerah. Untuk melepas Alex saja sulit, kenapa juga Fort jadi bersikap berlipat-lipat manis seperti ini. Memohon agar Peat tidak berhenti. Apa susahnya mencari pengasuh baru?
Fort masih memperhatikan wajah Peat. Anak itu terlihat sedang berpikir keras, bahkan lebih keras dari yang biasanya Fort lihat saat Peat sedang mengerjakan PR.
Fort hapal betul Peat sering menggigit ujung pensil mekaniknya, tapi karena tidak ada pensil sekarang, anak itu menggigiti bibir bawahnya sendiri.
"Kalau begitu mari kita buat perjanjian." Ucap Peat memecah keheningan yang cukup panjang. Fort tersenyum. Lega setengah mati. Akhirnya ia bisa bernapas dengan normal sekarang.
Ia mengangguk-angguk, "Baik-baik, aku setuju!" Seru Fort.
Peat dapat melihat Fort kembali ceria, senyuman lucu pria dua puluh tahunan itu tercipta lagi. Peat mendorong dada bidang Fort, membuatnya menjauh sedikit.
"Pertama, aku boleh pulang tepat setelah Alex tertidur."
Fort terlihat tidak senang, namun ia mengangguk, "Baik, tapi tetap diantar denganku."
Peat merenggut tidak suka, tapi tak apalah. "Kedua, aku hanya mengurus keperluan Alex. Tidak denganmu. Oke untuk sarapan pagi, tapi tidak dengan yang lain." Bibir Fort terbuka untuk memprotes, namun buru-buru Peat mengelaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My kid Babysitter is My Lover
RomanceCerita tentang seorang siswa menengah atas tingkat akhir, yang bekerja di tempat penitipan anak demi membiayai ibunya yang sakit keras. tapi seketika hidupnya berubah seorang anak di tempatnya bekerja tak mau lepas darinya =========================...